Chapter 9

634 128 39
                                    

Dunianya berubah kala pagi angin semilir bertiup sedang, menghempas dedaunan kering pada pepohonan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dunianya berubah kala pagi angin semilir bertiup sedang, menghempas dedaunan kering pada pepohonan. Mendatangkan kehadiran seorang lelaki menyapa dengan senyum kakunya. Hana masih mengingat, sosok berdiri tegap depan pagar rumah sebelah. Mengenakan setelan seragam sama dengannya namun terlihat lebih bersih seakan belum pernah disentuh sebelumnya. Tangan canggung itu terangkat sedang-- berusaha terlihat natural.

"Pagi,"

Suara bariton terdengar jelas, membuatnya mengerjap beberapa kali untuk memastikan lelaki itu tidak salah menyapa. Namun dengan jelas, sorot mata dan senyuman simpul itu mengarah padanya.

Tapi ia tidak mengenali wajah itu sebelumnya.

Hana dengan bodohnya bereaksi pertama dengan menghindari pandangan saling beradu, kemudian membungkuk kecil dan berbalik melesat pergi begitu saja tanpa sepatah kata keluar. Ia mengatasi kegugupan dengan menghindari, walaupun maksud lelaki itu baik dan hanya sekedar menyapa. Kenyataan Hana hampir tidak pernah berbicara santai dengan teman sebaya membuatnya semakin kaku-- dan takut, karena pada akhirnya ia akan dibenci seperti yang lainnya. Berharap kedepannya ia tidak bertemu lagi dengan lelaki itu.

Namun siapa sangka dalam waktu singkat, meski berusaha menghindari sesuatu akan berakhir menghadapinya kembali. Entah kebetulan, garis takdir atau semacamnya. Lelaki asing dengan gelagat kakunya kini menjadi sorot utama seluruh pasang mata sekelasnya, memperkenalkan diri sebagai siswa pindahan sembari membungkuk menyapa.

"Lee Felix. Senang bertemu kalian." meski cara perkenalannya singkat, padat, jelas. Mata para gadis berkilat seakan lelaki bernama Lee felik, filik, felix--- atau apalah, merupakan sebongkah berlian berharga yang bisa mereka dapatkan secara gratis.

Seorang gadis mengangkat sebelah tangannya antusias. Hana melirik sekilas, mengetahui gadis bernama Bora-- salah satu dari teman Jenny. Bora tanpa menerima persetujuan, mulai mengajukan pertanyaan.

"Apa kau berasal dari luar negeri?"

Benar juga, nama sebutan Felix terdengar sangat asing dan jauh dari nama warga korea pada umumnya. Lagipula, entah hanya perasaannya atau memang wajah Felix terlihat seperti seorang blasteran. Lihat saja freckles yang memenuhi pipinya, benar-benar bukan ciri orang korea umum.

Choi saem bertolak pinggang, "Bora-ya. kau pikir ini sesi wawancara?"

"eyy, saem. Biarkan dia menjawab." protes Bora, menyusul para siswi lainnya terkecuali Hana.

Felix menghela napas, sebelum akhirnya menjawab, "Aku pindahan dari Ilsan. Puas?" kepalanya menoleh cepat, terlihat tidak tertarik dengan sesi wawancara dadakan. "Saem, dimana aku harus duduk?"

"Kau bisa menempati bangku kosong mana saja di belakang sana."

Instruksi Choi saem membuat Felix melesat memasuki deretan bangku, melewati berbagai pasang mata yang masih mengawasinya melangkah hingga Felix kebingungan untuk memilih bangku kosong terbengkalai di ujung sana atau bangku kosong bersampingan bersama seorang gadis yang sepertinya tampak tidak asing. Sulit mengenali melihat kepala tertunduk dan helaian rambut menutupi wajahnya.

THE MIRROR [HAN JISUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang