Chapter IX

199 30 18
                                    

Jika ada hal yang Jinhwan paling sukai di dunia ini, maka jawabannya adalah Jongin.

Sesuatu yang begitu dia syukuri keberadaannya, itu juga Jongin.

Kim Jongin yang seumur hidupnya selalu berada disisinya, yang melindungunya, memastikan dia makan teratur dengan memasakkan makanan enak yang disukainya.

Kim Jongin adalah malaikat tanpa sayap untuk seorang Kim Jinhwan, gadis biasa saja yang katanya juga seorang peri. Katanya sih, Jinhwan mana tahu bagian bagus apa dari dirinya yang bisa disebut peri.

Tapi terlepas dari semua hal yang Jinhwan sukai semua berkumpul pada sosok Jongin, jika pertanyaan 'hal yang tidak disukai' dilontarkan pada Jinhwan, sekali lagi jawabannya adalah Kim Jongin.

Jongin dengan kebiasaan bangun paginya, yang selalu bersiap dari menjelang fajar, berjibaku dengan peralatan masak di dapur adalah satu-satunya hal yang tidak Jinhwan sukai.

Bukan, Jinhwan bukanya benci, dia senang begitu bangun sudah disediakan sarapan. Dia senang-senang saja meminum teh di pagi hari sambil bercengkrama dengan Jongin membicarakan banyak hal sebagai rutinitas wajib paginya.

Sumber masalahnya hanya satu, Jinhwan yang selalu nyaris baru bisa terlelap ketika hari menjelang fajar.

Maka dari itu, Jinhwan lebih sering mendumel pelan karena harus kembali terbangun begitu baru menyambangi alam mimpi karena aktifitas Jongin di pagi buta.

Tapi tidak berarti juga Jinhwan ingin kebiasaan itu berganti, andai bisa dia akan memilih setiap harinya terus seperti itu. Tapi itu mustahil.

Dia memang tidak suka keadaan dirinya yang seperti itu namun, Kim Jongin tetap lebih patut dia syukuri keberadaannya daripada apapun.

"Morning...." Jinhwan dengan muka bantalnya menarik kursi meja makan, gadis itu menguap lebar lalu kembali memejamkan mata dengan wajah menempel diatas meja.

"Mandi dulu sana... Kucel banget" perintah Jongin yang sedang mengaduk sup.

"Ini hari Sabtu, kenapa memasak sarapan sepagi ini" desis Jinhwan masih dalam keadaan mata terpejam.

"Jam sembilan tuh sepagi apa coba..." balas Jongin, pria itu menggeleng pelan.

"Jinjja?!" Jinhwan mengangkat kepala, menoleh pada jam dinding tapi sedetik kemudian kembali menempelkan pipi pada permukaan kayu.
"Sabtu ini...." gumamnya kembali tak peduli banyak.

"Cuci muka deh minimal, ampun deh... Cantik-cantik kok belel"

"Cerewet"

Jinhwan mencebik kecil namun segera beranjak kembali memasuki kamar, lalu muncul lagi di dapur dengan wajah lebih segar. Rambut yang tadi berantakan sudah disisir dan diikat rapih, begitu juga dengan piyama kusut sudah berganti kaos rumahan.

Jinhwan mendekat pada Jongin yang kini sedang memasukkan daging ayam kedalam wajan. Gadis itu bergeser membuka buffet diatas kepala Jongin, mengeluarkan dua cangkir serta dua mangkok dan piring.

"Tambahin satu" ujar Jongin.

"Hm? Apanya?" tanya Jinhwan yang sedang menuangkan teh panas di cangkir miliknya.

"Alat makannya" kata pria yang baru saja menutup oven.

"Untuk siapa?" gadis mungil mengernyit heran.

"Hanbin"

"Hah?!"

"Dia dirumah gak?"

"Lah, mana ku tahu"

"Yah, kamu ini. Dia sudah beberapa hari disini kenapa kamu gak menyapanya?" Jongin berdecak pelan menumpu kedua tangan pada pinggiran meja.

"Gak sempat" jawab Jinhwan asal.

Too Plain To SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang