Chapter XIII

189 36 15
                                    

----

we are two people
You're a little, I’m a little
a little lonely

We don't fill each other
our bodies try to get closer but
with each other's temperature
we can't melt out cold feelings

You’re a little, I’m a little lonely
still I can't leave you
because I know a day without you is awful (*)

--

Hanbin bergerak gusar dalam posisi rebahannya diatas sofa ruang tengah. Lampu diruangan tak ada yang menyala, bahkan seisi rumahnya pun tampak gelap, hanya cahaya bergerak dari kayar televisi yang menyala menjadi satu-satunya sumber penerangan.

Pria itu beranjak bangun dan mengucek kedua mata yang masih setengah terpejam kemudian menguap lebar. Selanjunya dengan langkah terseret pria itu menuju dapur. Setelah menyalakan lampu lalu mencuci muka kini beralih membuka lemari es lalu meraih sebotol air minum.

Pria itu mengesah keras dan kembali menghempaskan diri diatas sofa. Tubuhnya meringkuk membelakangi layar televisi yang masih menyala terang. Namun baru berapa detik sudah membalikkan tubuh lagi. Ditemani suara bising dari tayangan layar datar yang diacuhkannya, kedua matanya menatap kosong langit-langit rumah.

Sekali lagi menghela nafas keras dan bangkit duduk.

Seperti orang linglung, pria itu ganti menatap lekat meja dengan pandangan sama kosongnya. Lalu kembali mengesah keras. Entah sudah untuk keberapakalinya hari ini.

Lengan kekarnya kini terulur, meraih benda pipih yang tergeletak di atas meja. Setelahnya hanya dengusan kasar yang terdengar disusul bunyi benturan pelan ponsel menabrak single sofa disisi kanan sofa panjang yang didudukinya. Tubuh tegap itu kemudian beranjak bangun, melepas kemeja yang sejak tadi tak ditukar meski sejatinya sudah tiba dirumah lebih dari tiga jam yang lalu. Setelahnya berjalan memasuki kamar yang sama gelapnya dengan ruangan lain.

Selang berapa menit lampu kamar yang sempat menyala kembali padam, sosok tingginya juga kembali melangkah ke ruang tengah. Meraba saku coat yang tersampir asal pada bahu sofa dan mengeluarkan sebuah dompet hitam.

Tanpa memperdulikan layar ponsel yang tampak berkedip-kedip, pria itu berbalik pergi meninggalkan ruangan itu. Pun dengan televisi yang tetap dibiarkan begitu saja.

Hanbin menaikkan tudung hoodie lalu memasukkan kedua tangan kedalam saku celana pendeknya. Pria itu bersiul pelan selaras dengan hentakan kakinya menyusuri lorong apartemen hingga memasuki lift

Keadaan diluar gedung apartemennya jauh dari kata ramai selayaknya jalanan kota Seoul pada umumnya, namun juga tak bisa disebut sepi. Tempat yang benar-benar nyaman untuk tinggal.  Langkah kaki panjangnya menderap santai, menyeberangi jalanan yang cukup lebar tapi tak banyak kendaraan berlalu lalang. Hanya satu dua mobil yang melintas dalam beberapa menit.

Pria itu menurunkan tudung diatas kepala setelah sampai didepan pintu minimarket 24 jam yang tepat berada diseberang gedungnya. Tanpa menghiraukan penjaga yang menyapanya ramah pria itu berjalan lurus meraih sebuah keranjang dan mulai menjelajah seisi minimarket.

Bergeser dari rak berisi jajaran ramyeon dengan berbagai varian rasa, setelah memasukkan beberapa bungkus lengkap dengan pelengkap yang sudah lebih dulu diambil dari rak lain sebelumnya. Pria itu berniat menuju lemari pendingin untuk mengambil beberapa kaleng soda sebelum mata tajamnya menangkap sesuatu yang lebih menarik.

Dengan cepat kaki panjangnya melangkah mundur lalu berbelok menyusuri jeda lain diantara rak yang berjajar rapih. Pria itu mengulum senyum, dengan langkah yang sengaja dipelankan agar tak menimbulkan bunyi berjalan mendekati tubuh mungil yang sedang memandangi batang-batang cokelat beragam merk sambil menggigiti kuku jari. Sepertinya tengah bimbang mana yang harus diambilnya.

Too Plain To SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang