Chapter XIV

214 32 21
                                    

Hanbin turun dari bus, pria itu tak lekas beranjak pergi justru duduk pada bangku panjang di halte yang berjarak dua halte dari kawasan apartemennya. Pria dengan pakaian casual sedikit nyeleneh khas dirinya duduk tenang sementara kerumunan di halte yang sejak tadi menunggu bus menyerbu masuk hingga akhirnya tinggal dirinya sendirian di halte sepi itu.

Selang sepuluh menit sebuah sedan hitam perlahan mengurangi laju kecepatannya hingga kemudian berhenti tepat didepan Hanbin. Bunyi klakson disusul kaca mobil bagian pengemudi diturunkan membuat Hanbin beranjak bangun dan tanpa kata berlari kecil memutari mobil lalu duduk disisi pengemudi.

"Kenapa minta jemput disini?" Jisoo, wanita cantik yang duduk di kursi kemudi bertanya heran sebab setahunya ini sangat jauh dari area tempat tinggal pria berhidung bangir ini. Apartemen asli milik Hanbin tentu saja yang dimaksud Jisoo.

"Aku menginap ditempat teman disekitar sini" jawab Hanbin asal.

"Aku baru tahu kau punya banyak teman yang bisa kau jadikan tempat menginap setiap hari" Jisoo melirik sekilas pria yang tengah membenahi letak topi hitam dikepalanya.

"Tentu saja, sering pergi mendaki dan bertualang kesana kemari membuatmu bertemu beragam banyak orang. Dan ada begitu banyak orang baik dengan solidaritas tinggi yang siap berbagi dengan teman seperjuangan" celoteh Hanbin. Bukan sebuah karangan, tapi juga bukan kenyataan yang ada. Yang pasti dia hanya tidak ingin mengatakan saat ini dia menyewa sebuah unit lain dari belahan distrik yang lain juga.

"Itukah sebabnya kau lebih suka menjelajah hutan daripada pergi dengan kapal pesiar?"

"Eoh" Hanbin mengiyakan saja kalimat Jisoo yang sejatinya hanya sebuah sindiran, membuat wanita itu berdecak sebal.

Wanita itu kemudian mendelik ketika sadar Hanbin hanya mengenakan kaos polos dan celana jeans dengan robekan disana sini dibalik mantel hitamnya.

"Yah! Kenapa kau pakai baju seperti itu!?"

"Apa? Biasanya juga pakaianku begini. Kenapa tiba-tiba protes sih" Hanbin tak berniat meladeni Jisoo, malah menyamankan kepala pada sandaran jok seraya mulai memejamkan mata. Pria itu sedikit kesal pagi-pagi sudah harus bergegas pergi padahal rencananya dia ingin menghabiskan pagi dengan berangkat bersama tetangga cantiknya.

Ah, bicara tetangga cantik. Dia belum sempat melihat wajahnya pagi ini. Membuatnya ingin merutuki siapa saja dalang yang menyuruh Jisoo menelponnya dipagi buta agar dia ke kantor lebih pagi hari ini.

"Hari ini kita ada rapat pagi, mana bisa kau rapat dengan pakaian seperti preman begitu. Apalagi rapat kal-" sisa kalimat Jisoo menggantung diudara. Pun dengan mulutnya yang hanya bisa menganga kemudian terkatup dengan diakhiri helaan nafas melihat lawan bicaranya sudah memejamkan mata dengan dengkuran halus terdengar.

Ini masih pagi, kenapa dia sudah tertidur lagi.

Jisoo mengomel dalam hati, harus jadi sopir dan dicuekin, mana harus menjemput jauh pula. Wanita itu akhirnya memilih menyetir dengan tenang tak jadi mengatakan hal penting yang harusnya dia sampaikan pagi ini. Tak apalah, mungkin sahabatnya ini memang kelelahan. Diliriknya wajah pulas Hanbin, wanita itu menghela nafas sekali lagi. Padangannya melembut. Ada perasaan tak tega membawa pria ini ke galeri pagi ini. Andai saja bisa, dia akan lebih senang menyuruh Hanbin pergi jauh saja.

Mobil itu perlahan melipir ke bahu jalan tepat didepan sebuah galeri. Wanita itu menepuk pundak Hanbin beberapa kali hingga pria itu membuka mata dan mengeliat.

"Kau masuk saja dulu, seingatku ada setelan jas yang kau tinggalkan tempo hari di ruanganmu. Hari ini ada rapat penting jadi gantilah dulu pakaianmu" Jisoo berujar lembut layaknya seorang ibu yang sedang menyiapkan anak lelakinya yang hendak berangkat kerja dihari pertama.

Too Plain To SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang