Bab 5 - Permainan Seru

1.6K 200 48
                                    

Permainan Seru

Tina berdiri di depan Syvia dengan kepala tertunduk takut. Dino dan Merry berdiri di kanan-kiri Tina. Merry sambil membaca dari ponselnya, sementara Dino tampak tak tertarik dan menatap ke arah lain lapangan parkir yang pagi itu masih sepi.

"Kamu bilang, kalau aku berlutut minta maaf ke kamu di depan murid-murid lain, kamu nggak akan nyebarin fotoku sama om-om itu," ucap Tina.

"Emang nggak. Tapi, aku punya foto yang lebih bagus lagi," sahut Syvia.

Tina tampak waspada.

"Fotomu lagi jualan di pasar." Syvia tersenyum sinis. "Ternyata kamu masuk sini pakai koneksi om-om itu?"

Tina tampak panik dan berlutut di depan Syvia. "Tolong jangan sebarin itu. Aku bisa di-bully sama murid-murid lain kalau mereka tahu."

"Tenang aja. Aku nggak berniat nyebarin itu kok, kalau kamu mau ngelakuin sesuatu buat aku."

"Aku akan ngelakuin apa pun," ucap Tina cepat.

Syvia mengangguk puas, lalu memanggil Dino. "Kamu kasih tau dia deh, rencana kita."

Dino mengangguk kecil, lalu menepuk bahu Tina dan menunjukkan sesuatu di ponselnya. Sebuah video.

"Kamu cuma perlu ngelakuin kayak di video itu ke Syvia," beritahu Dino sembari menunjuk layar ponselnya.

Tina tampak kaget dan bingung. "Tapi ... kenapa?"

"Lakuin aja apa yang aku suruh. Kecuali kamu mau diketawain satu sekolah," jawab Syvia sembari tersenyum meledek.

Tina mengangguk takut-takut. "Tapi ... kamu nanti nggak akan makai ini buat jebak aku, kan? Kamu ... nanti nggak akan balas dendam karena ini, kan?"

"Nggak, kok. Kan, aku yang nyuruh kamu. Jadi, lakuin aja tugasmu dengan benar. Okay?" tuntut Syvia.

Tina mengangguk cepat. Syvia mengedik pada Merry dan Dino, mengajak mereka pergi.

"Harus banget sampai kayak gini ya, Vi?" tanya Dino ketika mereka meninggalkan lapangan parkir.

Syvia mengangguk. "Kalau nggak, bisa-bisa besok bukan cuma kaki lecet yang aku dapat. Aku harus bikin dia jatuh cinta sebelum dia bikin kakiku patah."

Dino dan Merry mendengus geli.

***

Daniel baru memasuki kafetaria ketika keributan itu terjadi. Seorang murid perempuan berdiri di depan Syvia dan mengguyurkan sekaleng cola ke kepala gadis itu. Murid-murid lain di kafetaria pun seketika heboh.

Namun, yang nenarik perhatian Daniel adalah kejadian setelahnya. Murid yang menyiram Syvia tadi berjalan cepat ke arah Daniel, tampak ketakutan, sebelum keluar dari kafetaria. Lalu, Syvia menghampiri Daniel dan berhenti di hadapannya.

Daniel mengerjap melihat rambut cokelat gadis itu basah. Bahkan, kemeja seragam putihnya juga basah. Daniel segera mengangkat tatapan ketika matanya menangkap warna merah yang tembus dibalik kemeja putih gadis itu.

"Antarin aku ke ruang kesehatan buat ambil seragam ganti, ya?" pinta gadis itu.

"Emangnya kamu nggak bisa pergi sendiri ke sana?" sinis Daniel.

"Jadi, kamu bakal biarin aku pergi kayak gini?" Gadis itu tampak terkejut.

Daniel memalingkan wajah. "Aku nggak peduli."

Terdengar embusan napas kesal di depannya, sebelum akhirnya Syvia melangkah pergi. Namun, ketika gadis itu melewatinya, Daniel mendecak kesal sembari menahan lengannya.

To Choose an Enemy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang