PROLOG

294 41 28
                                    

   Aku membawa segelas cappucino yang baru saja selesai dibuat. Membuka pintu dan duduk di sebuah meja kosong yang berada di teras kafe. kini aku sedang berada di sebuah kafe yang sering aku kunjungi untuk bersantai sambil mengerjakan tugas atau sekedar nongkrong untuk menghilangkan kebosanan. Kafe yang cocok dan memang banyak dikunjungi oleh anak-anak kuliahan seperti diriku.

    Jam kuliahku sudah selesai. Jadi aku memutuskan untuk mengunjungi kafe ini. Meminum kopi favoritku, mendengarkan bising kendaraan, sambil mengerjakan tugas kuliahku. Aku berkuliah di sebuah universitas jurusan bahasa asing. Aku memilih jurusan itu karena aku sangat ingin pergi keluar negeri. Oleh sebab itu, aku giat menekuni jurusan yang aku pilih ini.

    Satu jam berlalu, tugasku hampir selesai. Kopiku juga sudah habis tak tersisa, begitu pun dengan makanan yang tadi aku pesan. Semuanya masih berjalan normal layaknya kehidupan yang kujalani sejak dulu. Hingga akhirnya seseorang datang.

    "Mianhaeyo, bisakah kau membantuku ?"

Aku menoleh, dan terkejut. Benar-benar terkejut. Pertama, laki-laki tampan bertubuh tinggi, berkulit putih, dan berhidung mancung itu menggunakan bahasa Korea, yang artinya dia berasal dari sana. Kedua, saat aku menoleh, penghilatanku disambut oleh senyumnya yang lebar dan manis. Kedua hal itu berhasil membuatku terkejut, mulutku terkunci.

    "Kau tidak apa-apa ?" ucapnya lagi.

Aku bersyukur memilih jurusan yang tepat. Kalau tidak, aku pasti sudah gelagapan, bingung karena tidak mengerti apa yang dia katakan dan bingung karena tidak tahu apa yang harus aku katakan.

    "Ne, aku tidak apa-apa." jawabku, yang akhirnya bisa membuka mulut.

Laki-laki itu mengembuskan nafas lega.

    "Oh, tadi apa yang kau tanyakan ?" tanyaku, teringat pertanyaannya tadi.

    "Bisakah kau membantuku ?"

    "Oh, ya. Ada apa ?"

    "Aku sedikit tersesat. Kau tahu jalan ini tidak ?" laki-laki itu menunjukan peta di layar ponselnya.

Aku terdiam. Jalan yang dia maksud adalah jalan yang sama dengan tempat aku tinggal.

    "Ya, aku tahu."

    "Benarkah ?"

Aku mengangguk.

    "Baguslah. Aku tidak akan tersesat lagi kalau begitu."

    "Kalau boleh tahu, memangnya ada apa disana ?"

    "Apartemenku selama aku berlibur."

Aku hanya mengangguk, pandanganku kembali ke layar laptop.

    "Jadi --" laki-laki itu menarik kursi di depanku, menaruh tasnya di bawah meja, kemudian duduk menghadapku. "Kapan kau akan mengantarku kesana ?"

    "Eh ?" aku menoleh ke arahnya, mata kami bertemu.

    "Kau akan mengantarku kesana kan ?"

    "Kau ingin aku mengantarmu ? Aku pikir kau hanya bertanya."

Laki-laki itu mengangkat satu alisnya, bersandar, kemudian menyilangkan kedua tangannya di dada. "Aku pikir kau mengerti."

    "Ne, choesonghamnida." aku sedikit membungkukan setengah badanku, kemudian kembali melanjutkan tugasku.

    "Apakah tugasmu masih banyak ?"

Aku menggeleng. 10 menit kemudian, aku merapikan laptopku, memasukannya kedalam tas.

    "Ayo, aku tunjukan jalannya." ucapku sambil memakai tas.

    Kami pergi menggunakan angkutan umum. Kebetulan sepi, tidak terlalu penuh dengan penumpang. Jadi, tidak ada yang banyak memperhatikan kami. Sepanjang perjalanan lengang, tidak ada sepatah kata pun. Mengingat bahwa kami masing belum mengenal satu sama lain.

    "Dimana apartemenmu ?" tanyaku, memulai percakapan.

    "Blok D."

Aku kembali terdiam. Itu adalah blok tempatku juga.

7 menit kemudian, kami sampai di depan tempat tinggalku. Sebuah rumah 2 lantai.

Aku tinggal bersama orang lain yang kebetulan bekerja di luar negeri, jadi rumahnya sering sekali kosong. Hanya aku yang menempati rumah ini, tepat di lantai 2.

    "Sudah sampai." ucap laki-laki itu.

Dia menunjuk sebuah apartemen yang letaknya berjarak 4 rumah dari tempat tinggalku.

    "Kalau begitu, pergilah. Aku juga sudah sampai."

    "Ini tempat tinggalmu ?" laki-laki bertanya, terlihat antusias.

   "Ne."

    "Baguslah. Aku akan segera pergi. Kamsahamnida." laki-laki itu pun berjalan meninggalkanku.

   Setelah kepergiannya, aku pun masuk ke kamarku, mengganti baju, dan merebahkan badanku di kasur.

Sekitar 15 menit kemudian, seseorang mengetuk pintuku. Aku bergegas membukanya. Betapa terkejutnya aku ketika mendapati laki-laki tadi sedang berdiri di hadapanku sambil membawa sekantong kresek putih.

   "Annyeonghaseyo." sapanya.

Aku mengangguk, membalas sapaannya dengan senyum.

   "Tadi aku berjalan-jalan sebentar dan membelikanmu sedikit makanan. Aku tidak tahu ini apa. Tapi sepertinya kau akan suka." laki-laki itu menyodorkan kantong kreseknya kepadaku. Saat kubuka, mulutku tidak bisa menyembunyikan senyum. Isi kresek itu adalah seporsi bakso, kesukaanku.

   "Apa kau suka ?"

Aku membungkukan setengah badanku lagi kepadanya. "Kamsahamnida."

   "Maaf merepotkanmu. Tapi aku sangat ingin mengatakannya."

Aku menoleh. "Apa ?"

   "Kau mau tidak jadi tour guide-ku ?"

Aku terdiam. "Berapa lama ?"

   "Entahlah, mungkin sebulan."

   "Baiklah. Mungkin aku bisa."

Laki-laki itu tersenyum dan membalikan badannya. Tapi, sebelum dia melangkahkan kakinya, dia kembali berbalik badan.

   "Lee Seokmin." dia mengulurkan tangannya.

Aku menyambut uluran tangan itu. "Raina."


>>>>>>>>>>

Hello gaes !

Gimana prolognya ? Kurang seru, ya ?

Gak papa, deh. Masih awal. Nanti aku usahain adegan-adegannya banyak yang seru.

Makasih buat yang udah baca

Maaf banyak kesalahan, ini ff pertama aku hehehe.

Oh iya, jangan lupa pencet bintang oranye di ujung layar, ya.

See you in next part : )

Bye... Have a good day....


Promise | Lee Seokmin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang