Langit Jingga

91 33 8
                                    

   Untuk pertama kalinya, aku memilih tidak ke kampus karena malas. Malas yang kumaksud bukan malas untuk belajar. Namun, malas menggerakan tubuhku ke tempat yang jauh karena begitu lelah. Ya, aku terlalu lelah. Semalam, Seokmin mengajakku berjalan-jalan malam. Kira-kira sampai pukul sepuluh lebih. Waktu tidurku jadi berkurang, dan itu membuat tubuhku kehilangan kekuatan untuk beraktivitas.

   Sekarang sudah pukul delapan, dan aku belum sarapan. Yang kulakukan hanya tidur dan mengubah-ubah posisi tubuhku. Begitu pegal rasanya.

Tiba-tiba, ponselku berdering. Tertera nama 'orang aneh' di layar ponselku. Dengan malas aku mengangkat telepon itu.

   "Yeobeoseo." ucapku.

   "Raina-ya. Apa kau sudah sarapan ? Aku membawakanmu sedikit makanan. Cepat buka pintunya ! Aku sudah berada di depan pintu."

Aku menghela napas. Seokmin benar-benar sudah berada di balik pintu. Aku bisa mendengar suaranya dari sana.

   "Kalau begitu, kenapa kau harus meneleponku ? Pintuku tidak kedap suara. Kau bisa bicara langsung dari sana." aku mematikan teleponnya.

Dengan berat aku melangkahkan kakiku menuju pintu, kemudian membukanya, dan mendapati wajah Seokmin yang sedang tersenyum sebagai penyambut penglihatanku di pagi hari ini.

   "Lama sekali kau membukannya." celetuk Seokmin sambil melepas sandalnya, kemudian menggeserkanku dari jalan dan melangkah masuk ke dalam rumahku.

Dia memperhatikan ke arah kasurku, kemudian ke arah pintu. "Jaraknya tidak jauh. Tapi kenapa bisa sampai 3 menit lebih, ya ?"

   "Apanya ?" aku mengangkat sebelah alisku.

   "Waktu yang kau butuhkan dari kau mematikan teleponku sampai membuka pintu itu 3 menit lebih."

'Dia bahkan menghitungnya ?' batinku.

   Seokmin meletakkan dua piring  nasi dan telor dadar di meja kecilku, kemudian duduk di salah satu sisinya. "Ayo makan !"

Tadinya aku ingin menolak. Namun, perutku yang kelaparan tidak bisa diajak kerjasama.

Aku duduk di sisi satunya, menghadap Seokmin yang sudah mulai melahap suapan pertama. Tanpa menunggu lama, aku pun mulai melahapnya juga.

   "Kau sudah izin tidak masuk?" tanya Seokmin, memecahkan keheningan.

Aku mengangguk kecil. "Aku sudah mengabari Siska tadi pagi."

   "Omong-omong, kau kenapa tidak berangkat ke kampus?"

   "Aku lelah. Kita pulang terlalu malam kemarin. Badanku kekurangan waktu istirahatnya."

   "Ah, mianhaeyo."

   "Anio, gwaenchanhayo."

Seokmin melanjutkan makannya.

Aku terdiam.

'Rasanya ingin pergi ke suatu tempat.'

   Sepuluh menit berlalu, piring kami sudah kosong. Seokmin membereskannya, kemudian berdiri.

   "Seokmin-ah." aku menahan tangannya. Menghentikan gerak kakinya yang hendak melangkah.

   "Apa ?"

   "Kau tidak berniat kemana-mana hari ini ?" tanyaku.

Seokmin berpikir. "Tadinya aku mau. Tapi setelah tahu kondisimu, sepertinya tidak jadi."

   "Anu, untuk wisatamu hari ini, boleh tidak kalau aku yang memilih ?"

Seokmin terdiam. "Kau yakin ingin bepergian hari ini ? Katanya kau lelah ?"

Promise | Lee Seokmin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang