Yang Pergi Tak Tahu Kapan Kembali

72 23 4
                                    

   Hari ini adalah hari Minggu, hari ke-26 Seokmin ada di sekitarku. Seharusnya kami sedang ada di tempat lain pagi ini. Jalan-jalan pagi atau bahkan pergi ke tempat lainnya. Namun, hari ini berbeda. Tidak seperti minggu-minggu sebelumnya.

Aku duduk di dekat pintu. Menikmati udara pagi di depan rumah. Kicau burung terdengar begitu indah di telinga. Sampai tiba-tiba seseorang berteriak dari bawah sana.

   "Raina-ya !"

Itu Seokmin. Aku hanya terdiam, menunggu kelanjutan ucapannya.

   "Terimakasih waktunya selama ini. Maaf, aku tidak jadi sampai sebulan tinggal di sini. Tadi pagi aku sudah menyimpan bayaran untukmu di dekat pot bunga. Terimalah. Itu upahmu selama menjadi tour guide-ku." lengang sejenak. Aku menoleh ke arah pot, dan ternyata dia memang menyimpan sebuah amplop kecil berwarna coklat. Apa dia sungguh pergi ?

   "Raina-ya." Dia melanjutkan ucapannya. "Aku pikir, kau tidak akan benar-benar mendengarkan ucapanku. Mungkin saat ini aku kembali berbicara sendirian layaknya orang gila seperti hari-hari kemarin. Tapi aku tidak peduli. Aku akan tetap mengatakan sesuatu yang harus kukatakan.

Maafkan aku sudah mengecewakanmu. Maafkan aku sudah menaruh luka di dalam hatimu. Maafkan aku karena tidak bisa menjagamu.

Aku benar-benar minta maaf, Raina. Mungkin saja ini menjadi pertemuan terakhir kita. Mungkin saja ini menjadi hari terakhir aku berbicara kepadamu. Tolong, untuk kali ini maafkan aku." keadaan kembali lengang.

Tidak terasa, air mataku sudah mengalir begitu saja. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Seokmin membuat mulutku terkunci karena ucapanya.

   "Raina-ya. Kau tahu ? Aku berharap kau turun dan memelukku. Tapi sepertinya tidak akan kau lakukan. Aku pergi, jalgayo !" suara itu berhenti.

Air mataku sudah mengalir sangat deras. Kenapa semua ini terjadi begitu cepat ? Tidak adil rasanya.

Aku sudah tidak tahan lagi.

   "Seokmin-ah !" aku berlari turun, mengejar Seokmin yang belum terlalu jauh.

Tepat saat Seokmin berbalik badan, aku memeluk tubuhnya, memeluk sangat erat.

   "Raina." lirih Seokmin.

Tidak ada percakapan. Aku tidak ingin berbicara apa-apa. Hanya ingin memeluknya dan tidak ingin melepasnya. Perasaanku tidak bisa berbohong. Hatiku tidak bisa membenci laki-laki yang sedang mendekapku sekarang.

   "Raina, dengarkan aku." Seokmin melepas pelukanku, menopang wajahku dengan kedua tangannya.

   "Pegang janjiku. Aku janji, akan tetap menyayangimu. Aku janji, akan selalu mengingatmu. Dan, kau harus berjanji padaku. Berjanjilah, kau akan bahagia bersama orang yang kau sayangi dan juga menyayangimu tulus dari hatinya. Aku mau kau berjanji padaku."

Aku menggeleng. "Aku menyayangimu."

   "Kalau kau memang menyayangiku, berjanjilah kau akan tetap bahagia."

Air mataku terus saja mengalir. Aku tidak bisa berjanji begitu saja kepadanya.

   "Aku akan menepati janjiku, dan kau juga harus menepati janjimu. Kumohon, Raina. Buat aku bahagia."

Seokmin menatap mataku. Kesedihan begitu terlihat di matanya yang merah karena menahan air mata.

   "Aku janji, Seokmin."

Seokmin kembali memelukku. "Aku menyayangimu, Raina. Benar-benar menyayangimu."

   "Aku juga."

Promise | Lee Seokmin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang