"Dorawa"

67 24 4
                                    

   "Raina-ya. Kau sudah memakan makanan dariku ?" hening sejenak. "Ah, kau tidak memakannya. Gwaenchanha. Bagaimana kalau kita makan malam bersama di kamarku ? Aku akan menyiapkannya. Aku tunggu kehadiranmu." suara itu berhenti, disusul langkah kaki yang menjauh.

Entah kenapa, setiap kali mendengar suaranya, hatiku seperti tertusuk. Sangat sakit sekali.

Aku tidak menyentuh makanan pemberian Seokmin sedikit pun. Aku menolaknya sendiri.

   Pukul tujuh malam, aku berbaring di kasurku. Perutku lapar, jadi aku sedikit memakan cemilan yang kusimpan di kulkas. Cukup untuk mengenyangkan. Aku tidak mau keluar dari rumah. Entah sampai kapan, yang pasti tidak sekarang.

Aku menatap langit-langit. Memikirkan Seokmin.

   "Apa dia benar-benar begitu ? Aku pikir dia laki-laki baik yang tidak akan menyakiti hati perempuan. Tapi nyatanya, dia menyakiti dua hati sekaligus. Hatiku dan hati tunangannya. Apa jangan-jangan, kemarin Eommanya itu memberitahu sesuatu tentang tunangannya ? Apa maksud dari kata-kata 'aku akan mengurusnya' ? Apa dia melakukan sesuatu ? Atau Eommanya tahu kalau Seokmin dekat denganku dan menyuruhnya untuk menjauhiku ? Akh, semua ini membuatku sakit kepala." gumamku sambil memegang kepalaku.

Karena terlalu banyak berpikir, aku pun mulai terlelap dalam tidurku.

*****

   Sudah dua hari aku diam di dalam rumah. Siska mengkhawatirkanku. Tapi kukatakan kalau aku baik-baik saja. Selama dua hari kemarin, Seokmin datang ke rumahku saat siang dan malam.

   "Raina-ya. Maafkan aku tadi malam. Aku tertidur duluan saat menunggumu. Aku takut kau marah saat datang dan mendapatiku tertidur. Kau tahu ? Makanan semalam basi. Aku tidak jadi memakannya. Untung saja, kau belum makan. Bagaimana kalau kita ganti dengan malam ini ? Aku akan kembali menunggumu. Jangan lupa untuk datang. Kalau kau mendapatiku tertidur lagi, bangunkan saja." selesai mengucapkan kalimat itu, Seokmin kembali pergi.

   "Bisakah dia berhenti datang ? Perkataannya malah membuat hatiku semakin teriris." lirihku sambil berbaring di kasur. Tidak ada yang kulakukan selain berbaring di kasur. Kakiku tidak mau membawaku kemana-mana.

   Pagi ini, tepat pukul sepuluh, seorang wanita-yang sepertinya salah satu tetanggaku-mendatangi rumahku. Aku membuka pintu dan mendapati wanita itu berdiri menghadapku.

   "Ada apa ?"

   "Kudengar laki-laki yang tinggal di apartemen dan berasal dari negara lain itu temanmu. Apa itu benar ?" tanya wanita itu.

Aku mengangguk ragu. Entah masih bisa disebut teman atau tidak.

   "Tadi aku hendak mengembalikan piringnya, dan ternyata pintu kamarnya sedikit terbuka. Saat aku masuk, aku mendapati laki-laki itu tidak sadarkan diri di dekat kasurnya. Kami sudah membawanya ke rumah sakit. Tetanggaku menyuruhku untuk memberitahumu."

Aku sedikit tersentak. 'Tidak sadarkan diri ?'

   "Terima kasih informasinya." ucapku.

   "Dia ada di rumah sakit sekitar sini." ucap wanita itu, melangkah pergi.

Aku kembali masuk dan bersiap. Setelah selesai, aku berdiri menghadap pintu tanpa membukanya.

'Kenapa aku peduli padanya ?' batinku.

   "Sepertinya aku tidak perlu kesana."

'Tapi dia masih temanku.'

   "Dia orang jahat. Tidak seharusnya aku peduli."

Promise | Lee Seokmin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang