Kalau Ngobrol

795 50 4
                                    

Mingyu datang menggebrak pintu, mengejutkan penghuni kelas yang asyik menatap hp. Aku pun begitu. Jamaah Twitter begitu lucu-lucu untuk dianggurin, jadi setiap ada waktu kosong, aku selalu mengecek timeline untuk memperoleh kebahagiaan.

Seperti biasa, Mingyu duduk di sampingku. Pria itu punya tinggi yang sangat semampai jadi ia agak sulit untuk duduk di bangku standar. Aku masih asyik scrolling Twitter begitu ia mengacak puncak kepalaku dengan gemas.

"Morning sunshine!!"

Sunshine katanya? Padahal akhir-akhir ini hujan turun. Harusnya morning my beautiful rainy, dong.

"Nggak ada sunshine, Mingyu." Kataku datar.

Tapi dia malah memangku tangannya di meja lipat yang nyambung dengan kursiku. Menatapku sembari mengerjapkan mata. Kalau dia bukan Mingyu, aku pasti sudah menjauh.

"Tapi hari ini kamu sunshine-ku."

Aku mendecakkan lidah. "Inginnya beautiful Rainy."

"Tapi kamu nggak cocok jadi orang yang sendu, beb."

Aku tidak menjawab. Ada yang asyik di Twitter dibandingkan godaannya tiap pagi. Malah, lama-lama aku jadi terbiasa dengan sikapnya itu.

"Ada apaan, sih." Sahutnya keki sembari merebut hpku.

Pria itu tidak menjawab, menatap layar hpku dengan serius. "Eww, malu bgt." Katanya tiba-tiba.

Aku terhenyak. "Hyung hajima."

"Panggil aku oppa."

Dan aku tidak menjawab. Panggilan itu hanya untuk orang-orang tertentu. Mingyu bukan salah satunya. Ya, ia tidak cocok dipanggil oppa. Selain karena umurku yang lebih tua setahun darinya, juga karena Mingyu jarang bersikap seperti 'oppa'.

"Hari ini mau ice cream, nggak?" Mingyu bertanya tiba-tiba sembari meletakkan hpku di mejanya. Ia masih memangku tangan di mejaku, agak sangsi, apakah ia tidak merasa pegal? Apalagi dengan tingginya yang semampai.

Aku mengangguk. "Jam makan siang?"

"Cool! Ntar malam mau ke apartemen, nggak?"

"Ngapain?"

"Aku abis mau coba resep baru, terus ada serial baru di netflix. Mau nonton?"

Sebenarnya aku ingin, tapi aku masih ragu untuk datang ke apartemennya sendiri. Maksudku, hanya aku dan Mingyu. No.

"Ajak satu orang lagi dong..."

"Nggak mau, maunya berdua sama kamu aja. Gimana?"

Aku menyipitkan mata. "Nggak, Gyu. Aku ngajak Minghao, ya?"

"Kenapa?" Tanyanya cemberut, bahkan sampai mengerucutkan bibir.

Rasanya ingin menertawai wajahnya atau kalau perlu difoto. Jadi aku punya stok aibnya lebih banyak, yang bisa ku gunakan pada waktu-waktu tertentu.

"Minghao asyik, nggak kayak kamu."

"Hei! Nggak gitu dong!" Elaknya sembari menegakkan pinggang, akhirnya ia duduk dengan normal.

"Becanda... ajakin Minghao, ya?"

"Kenapa, sih kamu selalu bawa dia kalau kita mau beduaan?"

Beduaan? Konotasinya jadi ambigu. Tapi aku mengindahkan pikiran jelek itu. Aku memang selalu mengajak Minghao bersama kalau kami sedang berkumpul, I mean, Minghao orang yang bisa menjadi penengah dan dia bisa mengusir setan kalau aku cuma berdua dengan Mingyu.

Iya, setan.

Mingyu menghela napas panjang karena aku urung menjawab. Pria itu tiba-tiba mendekap bahuku erat, menarikku lebih dekat sampai aku bisa merasakan napasnya di telingaku.

"Kamu naksir sama Minghao?"

Jantungku berdegup tidak keruan, tapi begitu mendengar pertanyaannya, aku langsung menarik diri untuk menjauh dari pria berdada bidang itu.

"Sok tahu."

"Jujur, dong... jangan tigakan cintaku, beb." Katanya mulai meracau.

Aku memutar kedua bola mataku kesal, sumpah manusia satu ini.

"Maaf, hati aku cuma satu."

"Untukku?"

"Terserah."

Mingyu tertawa lebar, ia menyandarkan kepalanya di kepalaku (kalau di bahu ntar lehernya sakit). "Makasih zheyenk."

"Geli, bego!"

Dan dia makin terkekeh geli di atas kepalaku. Dasar Mingyu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
If Mingyu My TTM (Temen Tapi Mesra) [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang