Jika kamu menerima surat ini, pasti kau telah menerima kanvas yang kukirimkan padamu.
Ini adalah lukisan terakhir yang kubuat untuk menceritakan kisahmu. Kisah kita.
Sama sepertinya yang mati terbunuh setelah aku berhenti menuangkan kisahnya dalam kanvas, mungkin begitu juga kisah diantara kita.
Aku tidak akan menghidupkan sesuatu yang sudah padam seperti sebagaimana seharusnya.
Terima kasih atas perjalanan untuk mengalamimu.
Kamu adalah warna paling nyata yang bisa kusentuh hangatnya. Kamu adalah warna paling cerah yang cukup untuk menerangi ruang karsaku yang redup. Terima kasih sudah menunjukkanku mana karya seni yang hidup. Tetaplah sehat dan menggenapi semua inderamu dengan bahagia.
Tapi jika kau temui kanvas yang kau terima tak berisi apa-apa...
Ya, benar.
Aku tidak melukiskan akhirnya.
Untuk kematiannya dan untuk kematianmu pada kanvasku, aku ingin menyudahinya.
Demi warna-warna yang pernah hadir baik itu melalui hawa keberadaanya, atau kejutan semesta yang kamu bawa, kuhidupkanmu kembali.
Kembalilah.
Hiduplah.
TAMAT.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sapuan Kuas di Sela Jarimu
Romance"Kau harus percaya padaku. Hanya dengan begitu aku akan jadi nyata," begitu katamu, entah ditujukan pada siapa. Namun, yang bisa kuingat, aku malah memikirkan sosok lain. Sosok yang hanya aku saja yang tahu dia nyata. Dan ketika dia hilang mencair d...