Pergi...
Pergi terlihat seperti sebuah kata yang ringan, tapi apakah pergi yang sesungguhnya juga bisa terlihat seperti itu?
Yah, akhirnya aku memutuskan pergi.
Pergi disaat perasaanku bercampur aduk terombang ambing dibatas keraguan, ragu atas hidup yang kujalani saat itu, ragu atas ketakutan-ketakutan yang kurasakan atas masa depan. Dan ragu atas ketidakpastian hidup yang kujalani.
Aku pergi tanpa berpikir panjang, aku pergi atas desakan dan diatas keraguan-keraguan. Seolah dengan pergi setelahnya akan lebih baik.
Kutinggalkan Yogyakarta menuju Bogor, sebuah keputusan yang tak pernah terpintas sebelumnya.
Diperjalanan terakhirku dari Yogyakarta menuju bogor aku baru merasakan bagaimana rasanya pergi.
Tak bisa kujelaskan.
Lima tahun bukanlah waktu yang singkat, dan sepanjang perjalanan aku hanya bisa terdiam dengan kilas balik perjalanan hidupku selama di yogyakarta.
Air mataku mengalir, entah sedih, senang atau bercampur antara keduanya. Aku tak bisa menahanya, aku akan memulai kehidupan baru dari nol di usiaku 24 tahun. Dan aku sendiri tak tau itu keputusan yang tepat atau sekadar ego yang kuat untuk lari dari kepahitan-kepahitan hidup yang kualami.
Aku sadar 24 bukanlah angka yang mudah untuk memulai kembali, disaat teman-teman sebayaku sudah mulai menata hidup, menikah, lulus kuliah dan bekerja.
Sedangkan aku? Apa yang sudah kudapat? Bahkan tak ada yang kulakukan dengan benar.
kuliahku tak jelas di dua tahun terakhir, karena aku harus memilih untuk bertahan hidup. Dan kisah cinta ku juga sesulit perjalanan hidupku.
Bisa dikatakan aku pergi karena keinginanku untuk lari, keinginan yang selalu muncul disaat kesulitan-kesulitan menghampiriku.
Tapi ternyata begini rasanya pergi, meninggalkan kenangan-kenangan yang sudah kulewati. Bahkan kepergianku tanpa sempat mengadakan perpisahan yang berarti bersama sahabat-sahabatku yang selalu ada saat keadaan apapun.
Dan sepanjang perjalanan yang seperti mimpi itu, kuputuskan hanya kembali mengenang hal-hal baik yang kuterima.
Aku berjanji kepada diriku untuk membuang jauh-jauh kepahitan dan kesulitan hidup yang telah kulewati. Karena aku berharap kehidupanku setelah ini lebih baik.
Kereta terus melaju, kehidupan baru sudah menantiku, dan apapun keputusan yang sudah kubuat saat itu, aku tak bisa kembali.
Aku sudah memutuskan pergi, pergi dengan perasaan-perasaan dan harapan-harapan baru.
YOU ARE READING
Hope of Happiness
General FictionKetika hidup tidak seperti yg kita harapkan, dan yang bisa kita lakukan hanya berharap di kehidupan-kehidupan selanjutnya akan selalu baik-baik saja.