.
Melodi dari perpaduan beberapa alat musik disebuah cafe bernuasa klasik, sungguh menambah kesan nyaman dihati pengunjung yang datang. Sesekali mereka semua bertepuk tangan, mendengarkan betapa merdunya suara penyanyi yang duduk sembari memainkan senar gitarnya. Semua mata memandang dengan binar mata kagumnya.
"Terimakasih ... ." Riuh tepuk tangan kembali terdengar, tepat setelah lantunan lagu selesai dan ditutup dengan ucapan terimakasih dari sang penyanyi dan rekan bandnya. Lantas mereka kembali menyibukkan diri setelahnya.
"Eh! Galen!" panggil seorang laki-laki yang tadinya berdiri didepan keyboar piano kepada sosok laki-laki lain yang bernama Galen. Galen enggan menjawab, ia terlihat menaruh mic ditangannya dan melepas gitar yang sedari tadi melingkar dibadannya. "Lo, beneran mau pulang? Cafenya belum tutup dan lo mau cabut?" tanyanya lagi.
Galen menoleh dengan malas, "Gue harus pulang." Langkah pergi mulai diambilnya dari panggung kecil disini.
"Terus siapa yang nyanyi?" Satu orang lagi, menahan pergelangan tangan Galen. "Siapa yang main gitarnya?" sambungnya lagi.
Galen menghembuskan nafasnya kasar, "Ada, Yudis." Ia langsung menepis cengkraman temannya ini.
"Yudis nggak jago main gitar! Ayolah. Gal! Jangan balik dulu!" Tampaknya laki-laki yang tadi duduk diatas alat musik kajon, kini bangkit mengejar posisi Galen yang menjauh. "Gue ngomong sama, lo!"
"Gue bilang, gue harus pulang! Lo jangan nahan gue bisa nggak, Ram?" Galen sedikit meninggikan nadanya, pada Rama—temannya ini.
"Lo selalu kayak gini, Gal!" Rama balik menjerit tak terima, ia menarik Galen sedikit menjauh dari peradaban. Memastikan suasana sepi, Rama kembali berkata, "Lo selalu cabut duluan padahal acara belum selesai," protes Rama. "Lo bisa profesional dikit nggak, sih?"
Galen balik menatap tajam saat ia rasa lawan bicaranya begitu emosi, "Tapi dari awal gue udah bilang, gue nggak bisa sampai lewat jam dua belas."
Rama berdecak kesal, "Halah ... Alasan, lo selalu ini. Sekarang masih jam sebelas! Emang kenapa juga kalau lewat? Lo takut pulang malem?" Galen menggeleng tak terima, bibirnya juga mengelu saat itu juga. "Cafe masih penuh, dan lo bisa dapet bayaran tinggi hari ini! Lo nggak, lihat?"
Galen mengarahkan tatapannya kedalam cafe yang memang masih ramai akan pengunjung. Lalu ia melihat wajah Rama yang masih begitu serius menahannya untuk tidak pergi. "Gue ... ." Suaranya tertahan, ia seperti sedang mengambil keputusan.
"Lo sekarang kelas 3 SMA! Pulang diatas jam 12 nggak bikin lo nggak naik kelas! Besok biar gue yang nemenin lo telat!" Rama merangkul temannya yang masih bertikai dalam batinnya. Ia melihat bagaimana wajah Galen yang masih ragu, ia pun langsung menariknya. "Come on! Sepuluh lagu lagi aja! Kita nggak punya gitaris sehebat, lo yang kuasain banyak lagu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita Milik Galendra
Hayran Kurgu"ᴋᴇᴛɪᴋᴀ ᴍᴀᴛᴀʜᴀʀɪ ʏᴀɴɢ ꜱᴜᴅᴀʜ ᴛᴇɴɢɢᴇʟᴀᴍ, ʙᴜᴋᴀɴɴʏᴀ ᴛᴇʀʙɪᴛ ᴋᴇᴍʙᴀʟɪ, ɴᴀᴍᴜɴ ᴍᴀʟᴀʜ ᴍᴇɴɢʜɪʟᴀɴɢ." - Start : Agustus 2023 Finish : Revisi on ©niolip *PLAGIAT DILARANG KERAS