Felix gak suka gelap karena hitam itu sangat menakutkan bahkan orang-orang akan terjebak karena gak bisa ngeliat. Sama kayak dirinya di dalam almari.
Mata Felix seperti gak berfungsi lagi. Felix terlalu banyak menangis dan tenaganya udah banyak terkuras karena sepanjang terkunci di dalam almari dia tetep menggedor-gedor pintu almari sambil masih berteriak.
"Mama.. mama.."
Felix mendengar suara teriakan Lino yang baru saja pulang. Hal itu buat Felix senang.
Brak.. brak..
Felix kembali mengedor pintu sambil teriak kak Lino. Di lantai bawah tepatnya Lino baru minum dibuat kaget sama Felix yang teriak histeris.
Papa yang juga dengar langsung kalap ngehampiri kamar Felix. Mereka berdua langsung buka almari pakain Felix yang memang gede dengan sekali putaran kunci.
Felix terhuyung ke depan dan langsung ditangkap oleh Lino. Felix berkeringat parah, badannya bergetar.
Gak ada yang mampu buat Felix tenang. Papa meluk Felix erat dan bawa dia duduk di tepi kasur.
"Tenang Felix."
Papa tahu gak ada gunanya juga dia bilang tenang ke Felix. Felix tetep nangis dan pikirannya udah dikuasai hawa takut.
Sedangkan Lino mengobrak-abrik isi nakas Felix mencari obat yang bisa mereda kepanikan Felix.
"Ah, ini!" Lino bergegas memberikan obat itu pada papa.
Papa sempat ragu tapi Felix butuh ketenangan. Akhirnya dengan tenaga ekstra papa bisa menjejalkan obat itu untuk mereda serangan kepanikan dengan bantuan air minum.
"Papa.." Felix bergumam matanya benar-benar sayu tapi dia tetap terjaga.
"Iya?" Papa masih mendekap Felix kuat.
Felix itu penderita klaustrophobia. Dia gak bisa berada di tempat berukuran yang sempit. Hal itu buat Felix terjebak dalam kepanikan dan rasa takut yang berlebihan.
Makanya dari segi ruangan apapun kamar Felix adalah yang paling terluas. Berbeda dengan kamar-kamar yang lain.
Felix takut sendiri, tapi dia juga takut berinteraksi dengan orang yang belum dia kenal. Waktu kecil papa sama mama jadi bingung harus berbuat apa saat Felix mengatakan dia tidak mau sekolah.
Waktu itu Felix pertama kali masuk taman kanak-kanak. Tidak seperti kakaknya dan kebanyakan orang. Felix terlihat murung dan sering menolak ajakan temannya.
Alhasih selama ini Felix homeschooling sampai dia harus mulai bergabung dengan dunia luar saat menginjak masuk sekolah menengah pertama.
Masih sama, tapi Felix lebih keliatan dewasa dan bisa menerima satu teman yang paling baik dan terkesan menerimanya apa adanya yaitu Seungmin. Walau sering banget Felix jadi bahan candaan yang lain, Seungmin orang pertama yang bakal melapor ke guru.
Saat ini bayangan Felix yang begitu tertekan membuat hati papa berdenyut. Felix berbeda dengan semua kakak-kakaknya.
"Felix, papa pernah ceritakan. Kalau Felix ada dalam ruang sempit, Felix harus buang jauh-jauh rasa takut Felix. Let's, take a deep breath and exhale."
Felix tidak berkutik sama sekali matanya menyorotkan kekosongan menghadap balkon. Lalu secara tidak sadari Felix bangun membuat papa sama Lino heran dan berakhir mengikutinya.
Pintu kamar dibuka menampilkan mama yang baru pulang dari minimarket membuat pandangan papa dan Lino tertuju ke arahnya.
Tapi melihat mata mama yang terbuka lebar kontan membuat mereka kaget.
"FELIX!!!"
Felix naik di pagar pembatas balkon tanpa sadar. Dengan sekali rangkakan tubuh Felix terhuyung jatuh ke bawah jika saja papa tidak menariknya ke dalam permukaan kesadaran.
Mama panik, saat melihat mata Felix yang tertutup rapat dengan tubuh yang meluruh.
"Felix, Felix.. bangun sayang, kamu kenapa?" Mama sama papa menepuk-nepuk pipi Felix tapi tidak ada respon sama sekali.
Felix pingsan dan seketika suhu tubuhnya meninggi.
Lino tahu ini ada yang tidak beres.
•••
Commen ya! Sama vot!
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Hear Me ; lee felix
Horror[don't forget to follow brillantemine] they were invisible, but felix was able to see it -sq at night ©brillantemine