Untukmu, Tuan Warden¹ yang sibuk.
Apa kabar di kantor sana? Kau makan teratur, bukan? Gizi seimbang? Semoga iya. Aku tahu kau amat menyukai wortel, tapi kuharap kau bisa beradaptasi dengan karbohidrat.
Tenanglah, ini masih surat jawaban atas pertanyaanmu tempo waktu. Bukan sekadar berbasa-basi. Amit-amit aku merindukanmu. Sibuk memikirkan nasibmu yang menyedihkan saja tidak sempat.
Omong-omong, gadis yang kau deskripsikan itu benar adanya. Ada yang seperti itu juga sekitar sepuluh tahun lalu menurut kalender penghuni Atas, tapi aku yakin yang kau sebutkan itu berbeda. Memang banyak gadis pirang, tapi sedikit yang mendapatkannya sejak lahir. Lebih-lebih lagi yang pirangnya nyaris emas.
Inilah kenapa dulu aku pernah bilang kalau gadis sepuluh tahun yang lalu itu langka. Boleh jadi yang sekarang pun sama langkanya. Kalau aku boleh menebak, dia pasti sedang berjuang melawan stereotip masyarakat.
Sama seperti kita, eh? Alih-alih warna solid, yang kita dapatkan malah tercampur antara hitam dan putih. Jadi sebenarnya kita ini apa? Jahat atau baik? Heh, bukankah itu lucu?
Stereotip orang-orang membuat kita berada di tengah-tengah keduanya; belum tentu baik dan belum tentu jahat.
Miris. Hanya dengan sebuah mulut, kita terpaku kepada ekspektasi.
Aku selalu bilang begini: jadilah dirimu, Bung. Ketika kau harus menjadi sosok baik, jadilah orang baik. Bila kondisi menjepitmu untuk menjadi jahat, maka lakukanlah. Jangan ragu. Jangan takut sendirian. Karena orang yang benar-benar mengenalmu tidak akan meninggalkanmu sendirian.
Stereotip tidak akan ada habisnya. Harus kita yang memulai duluan, bukan?
Heh, sudah cukup aku berkhotbah. Lama-lama aku terdengar seperti ibumu.
Sekian surat dariku. Kalau kau masih ingin protes menginginkan jawaban yang rinci, datanglah padaku. Oh, itu pun kalau kau dapat menemukanku di dunia yang katanya ajaib ini. Heh.
Sampai jumpa di ujung dunia.
Salam,
Temanmu- • -
Ketukan pelan mendarat di daun pintu. Membangunkan si pemuda di atas kursi empuk dari lamunan akibat terus memandangi selembar kertas di tangan. Sepucuk surat berisi jawaban atas pertanyaannya tempo hari kini justru membuatnya merenung.
Penuh gamang ia raih cangkir teh di atas meja. Sudah tidak mengepul, terlalu lama didiamkan. Setelah menyesap tehnya di bibir cangkir, ia berkata kepada pintu, "Masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALICE: A Tale From Another Wonderland
Fantasy"Kenapa kau ingin membawaku?" "Karena setiap musim di Negeri Ajaib membutuhkan seorang Alice, Nona Sonata. Dan di musim dingin kali ini, kami membutuhkanmu." *** Esmephia Sonata kembali ke London bersama sang kakak beberapa jam sebelum dia resmi be...