Fikha memasuki pesawat yang akan ia tummpangi. Ia harus buru buru mendatangi mamanya hari ini juga. Bahkan ia tidak bisa menjelaskannya pada Hani.
............
"Iya ma.."
"Fikha sepertinya kamu harus izin gak masuk dulu dari kampus. Mama mau kamu ke Surabaya sekarang. Mama udah bokingin kamu tiket pesawat. Gak usah bawa baju. Kamu langsung ke bandara aja." Jelas mamanya. Fikha memasang wajah bingung. Kenapa mamanya terkesan buru-buru sekali..
"Hha~ Papa datang. Jadi mama harap kamu bisa kesini. Papa ingin ketemu kamu. Mama mohon ya Fikha.."
Setelahnya Fikha langsung pamit pulang pada keluarga Hani.
................
Surabaya..
"Lebih baik kamu pulang. Fikha baru akan sampai jam setengah 6"
" tidak apa apa. Aku akan menunggu." Ucap Minho.
" Aku minta maaf."sambungnya.
"Aku sudah maaf kan. Aku juga yang bodoh dulu. Tapi kalo gak gitu, aku gak akan punya Fikha." Rania tersenyum kecut mengingat apa yang terjadi pada dirinya dulu. Setelahnya hening.
Minho pun tak dapat mengatakan apapun lagi selain maaf. Ia diizinkan melihat putranya saja sudah bersyukur.
"Sebelum aku kesini, aku sempat berpikir kamu tidak akan mencoba menikah setelah kejadian itu. Tapi syukurlah.. pikiranku salah." Ujar Minho sembari menggenggam jemarinya sendiri ia masih berusaha mencairkan suasana canggung ini.
"Kalau bukan Fikha yang paksa, aku berniat tidak menikah sampai mati. Kejadian itu membuat batinku ketakutan. Tapi sekarang aku sudah sembuh, itu bukan masalah lagi untuk ku." Jelas Rania tersenyum mengingat apa yang terjadi dengan kehidupan pernikahannya bersama Leo. Penyakit menyebalkan yang membuatnya takut untuk disentuh Leo. Untung suaminya sangatlah sabar, dan masih mau bersamanya hingga sembuh.
Minho hanya mengangguk semakin merasa bersalah. Ya... Semuanya berawal darinya.
"Sekali lagi maafkan aku."
"Tidak perlu minta maaf lagi, semuanya sudah berlalu. Aku juga sudah lebih baik." Ucap Rania dengan bernada lembut.
Leo yang sejak tadi sedikit mondar mandir dapur-ruang tamu, yang masih merasakan kecanggungan dirumah ini mulai merasa gerah sendiri. Sampai ia putuskan menghampiri keduanya.
"Sayang, makan dulu yok.. kamu belum makan siang tadi."
"Gak nafsu Yo.."
"Ssshhhtt.. kamu lupa kamu nanggung satu nyawa?" Rania melirik perutnya. Dan ia segera berdiri.
"Mas ikut makan juga yuk.. tadi Rania masak lumayan banyak." tawar Leo.
"Sepertinya lebih baik aku makan bareng Fikha saja." Minho menolak halus ajakan Leo, ia hanya tidak enak.
"Dan aku yakin Fikha sudah makan siang. Kamu belum. Kamu bisa makan malam bersama Fikha nanti." Jelas Rania.
Minho menuruti permintaan Rania dan Leo untuk makan bersama mereka.
.
.
.
.
.
.
.Nanda masuk ke kamar Hani. Ia sibuk dengan bukunya. Nanda menduduk kan dirinya di kasur Hani.
"Dek.."
"Apa kak?"
"Mau cerita sama kakak. Gak? Mumpung aku lagi free."
Hani menoleh kebelakang. Bingung aja dia tu, ni kakaknya kenapa tumben nawarin diri jadi tempat curhat. Biasanya dia yang minta duluan. Itu pun kadang gak di denger.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Be My Boyfriend for One Month
FanfictionGimana jadinya kalau orang yang kita tembak dengan niat 'coba-coba siapa tau beruntung' malah menerima kita? Hani, gadis yang sejak ujian SBMPTN duduk di sebelah Fikha, cowok paling ganteng dengan senyum indah menyejukan, yang langsung memanah hatin...