"Makanlah" Zerrin menggeser piring berisi makanan di hadapan gadisnya. Wajahnya kaku pandangannya pun menajam dan itu tentu terkesan sangat seksi.
Wait seksi?! Oh tidak. Irene sebenarnya tidak ingin makan dari uang milik Zerrin, namun perutnya tidak bisa di kompromi. Dia saat ini benar-benar sangat lapar karena setelah berjalan jauh dari Villa milik Zerrin nyatanya sangat menguras tenaga. "Irene, makanlah" Ulang Zerrin dengan nada memerintah tanpa bantahan.
Baiklah. Irene harus membuang rasa malunya dengan begitu. "Hm"
"Jadilah gadis penurut" Tangan Zerrin mengusap rambut Irene yang lurus dan panjang, namun langsung di tepis oleh Irene dengan menatap tajam pada pria dewasa di sampingnya.
"Jika tanganmu lancang, maka Aku akan membuang makanan ini" Irene harus mengancam dengan begitu Zerrin tak akan mengganggunya.
"Baiklah" Zerrin mengerti dengan begitu dia segera menurunkan tangan nya. Tak lama Deritan kursi yang di dorong terdengar, ternyata itu ulah Zerrin yang beranjak berdiri.
Irene pura-pura tidak memerhatikan kepergian Zerrin yang entah kemana, dan barulah saat pelayan datang Irene bertanya. "Kau tau kenapa dia?"
Pelayan wanita yang di perkirakan berumur 30 tahunan itu sedikit takut untuk menatap Irene. "Hey jawablah, jangan menatapku seakan Aku Monster"
"Maaf Nyonya muda" Pelayan itupun langsung membungkuk dan di situ Irene langsung menyuruh pelayan itu untuk duduk.
"Tidak perlu Nyonya" Dan Irene si gadis pemaksa akhirnya membuat pelayan itu duduk.
"Katakan apa yang membuat Tuanmu begitu" Irene bertanya dengan tatapan mengintimidasi.
Pelayan itu sebenarnya masih takut untuk menatap Irene, dan ketika Irene menggertak pelayan itu akhirnya barulah dia mau bercerita. "Jadi. Tuan begitu karena terobsesi pada pembantunya yang cantik dan masih muda sekali saat itu, satu tahun setelah kepergiannya. Mungkin umurnya 19 tahunan. Dan dia telah mencuri hati Tuan, namun saat sudah menjalin hubungan serius. Ibu dari Tuan muda menentang hubungan keduanya karena perbedaan kasta"
Pelayan itupun menghela nafas, saat mendengar cerita dari pelayan disampingnya Irene merasakan degupan jantungnya berdetak kencang. "Tuan akhirnya membawa pergi gadis itu, namun dia malah sengsara karena gadis itu selalu mendapat teror. Dan akhirnya gadis itu menyerah dengan pergi jauh dari Tuan muda. Maka dari itu Tuan muda menjadi seperti ini, sudah satu tahun kepergian gadis itu membuat Tuan menjadi pendiam dan pemaksa. Kau pasti bisa melihat itu semua dari sorot matanya, dan aku melihat jika Kau sangat mirip dengan gadis yang di cintai Tuan muda" Pelayan itu tersenyum, namun tidak dengan Irene tiba-tiba hatinya membuncah. Bagaimana mungkin Zerrin masih mencintainya, karena faktanya dia adalah gadis itu, Irene. Dan itu juga kenyataannya bahwa saat ini dan detik ini pun dia juga mencintai Zerrin.
*****
Zerrin menoleh. Menatap pintu ruang kerjanya yang di buka kasar oleh gadisnya, yeah tentu saja. "Aku sudah mendengarnya"
Irene berdiri kaku, karena dia harus benar-benar mendengar fakta dari bibir Zerrin sendiri. "Kau memasang penyadap"
"Hm. Kau tau itu" Zerrin beranjak dari kursi kebesarannya.
"Kau masih mencintaiku" Irene bertanya dengan pelan, takut-takut jikalau Zerrin berkata yang akan membuat Irene melambung tinggi akhirnya di jatuh kembali secara bersamaan.
Raut Zerrin saat ini tak bisa di artikan, ada kesedihan saat Irene beradu pandang dia bisa melihat ada kerinduan yang terselip pada sorot matanya yang tajam. "Irene kau tak bisa melihatku"
"Yeah Te-tentu saja bisa" Kegugupan Irene menjadi saat ketika langkah mendominasi milik Zerrin menghampiri tubuhnya.
Irene menahan nafas ketika aroma maskulin dan mint milik Zerrin menguar di Indra penciumannya. "Lalu apa yang kau lihat"
"Aku tidak tau" Irene berbohong, tidak mungkin dia tidak melihat ada cinta dan ketulusan dalam diri Zerrin yang di tunjukan untuknya.
"Jangan berbohong!" Suara Zerrin dengan penekanan dan helaan nafas kasar yang dapat di rasakan Irene ketika perlahan tubuh pria tersebut sudah tanpa jarak di hadapannya membuat Irene menahan diri.
"Katakan dengan jujur, aku tidak suka gadisku menjadi pembohong" Tangan besar dan kuat milik Zerrin menangkup pipi Irene.
"Zerrin" Wajah Irene menunduk. Tidak kuasa untuk menatap pria yang menjadi hatinya tidak kuat dan lemah.
"Jangan berbohong kumohon. Katakanlah" Dagu Irene di angkat. Zerrin sangat percaya bahwa Irene masih sama, yaitu mencintainya.
"Baiklah. Kau benar Aku tidak bisa berbohong. Aku melihat di matamu bahwa Kau masih mencintaiku, dan Aku yang masih sama yaitu mencintai pria bodoh sepertimu!" Perlahan sebutir air mata turun, pasti Zerrin akan menganggap nya wanita lemah.
Zerrin tersenyum tulus, sangat tampan dengan wajahnya yang kaku dan itu membuat Irene menahan nafas untuk tidak menerkam pria matang dan sempurna di hadapannya. "Kembalilah padaku" Irene mengangguk dengan memeluk tubuh Zerrin erat.
*****
Malam ini Zerrin mengajak Irene makan malam di balkon Villa kamar yang kemarin menjadi tempat pelarian gadisnya. "Kau menyukai dekorasinya"
Irene yang memotong steak hanya mengangguk sebagai jawaban. "Yeah tentu saja, lalu Kau?"
Zerrin yang asik menatap gemerlap lampu-lampu hias segera tersenyum kecil. "Ya, karena ini pilihanmu"
"Aku hanya memilih, dan yang mendekorasi itu bodyguardmu" Senyuman miring Irene tersungging.
"Sama saja bagiku" Zerrin menggedikan bahu masa bodo. "Kau ingin tau sesuatu"
Irene hanya melirik sekilas. "Apa"
"Dua minggu lagi kita akan menikah, dan besok kau dan aku akan ke New York" Tangan Zerrin mengusap lembut jari-jari lentik dan mungil gadisnya.
"Aku tidak mau" Irene tiba-tiba menjadi parno sendiri jika di negara orang lain, di tambah dia belum siap bertemu Ibu Zerrin yang dulu pernah tak menyukai hubungannya.
"Kita harus pergi, dan kenapa kau tak mau ikut atau karena suamimu itu" Alis Zerrin terangkat sebelah rahang nya mengeras, pria dewasa di hadapan Irene pasti sedang cemburu.
"Bukan itu, tapi Ibumu" Irene tersenyum tulus, dia masih ingat dulu kesadisan Ibu dari Zerrin yang sangat membedakan kasta.
"Ibuku ingin meminta maaf padamu. Dia merasa sangat bersalah, dan aku berjanji Ibuku tak melakukan hal seperti itu lagi" Zerrin berkata tegas dan menggebu dengan begitu Irene merasa bahwa pria matang berumur 35 itu tidaklah berbohong hanya untuk mendapatkannya.
"Baiklah aku percaya padamu, dan sebenarnya aku sudah memaafkan Ibumu sejak dulu. Aku tak sama sekali mempunyai dendam terhadap orang lain" Irene beranjak berdiri dia hanya menatap sekilas Zerrin yang duduk elegan di kursinya.
Saat sudah di perbatasan balkon. Irene menatap langit malam yang di penuhi bintang, tak lama ada sinar yang terang dan cepat. "Lihatlah ada bintang jatuh, ayo minta sesuatu!" Irene menunjuk-nunjuk bintang jatuh yang membuat Zerrin hanya mengangguk, namun pria itu dalam diamnya sedang berdoa.
"Tuhan aku ingin Irene di tahun ini menjadi istriku"
"Tuhan aku ingin Zerrin di tahun ini menjadi suamiku"
Irene selesai berdoa, sebuah tangan kekar melingkar di perutnya. Zerrin mengecup telinga Irene. "Kau berdoa untukku?"
"Jangan terlalu percaya diri Tuan" Senyuman miring di berikan untuk Zerrin.
*****
Jangan lupa vote follow and komen :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
RandomHolla guys comeback lagi dengan cerita baru yang akan Author bawakan, dan kalian jangan lupa, untuk follow vote and komen. Di Short Story ini cerita tentang kisa kehidupan mereka yang sudah Author rangkum sedemikian rupa untuk membuat kalian tertari...