SEMBILAN (TI)

22 6 1
                                    


Sesaat kemudian telepon Vivi berbunyi. Fery yang melihatnya langsung megambil dan melihat nama yang tertera pada ponsel tersebut.

" Mas Deni?"

Fery mengangkat alisnya, dia bertanya-tanya siapa si Deni ini?. ' ya kan belum kelar saingan Ama senior masa mau ada saingan lagi' ucap Fery batin.

" Itu Kaka kandung Vivi" ucap Mumtaz tiba-tiba dekat dengan muka Fery sehingga Fery sedikit terkejut dengan Mumtaz.

" Tau darimana?" Tanya Fery menyelidik.

" Adalah......" Jawab Mumtaz menggantung, kemudian berteriak kepada Vivi untuk beralih topik " Vi!!!! Telepon dari mas Deni!!" Fery yang menyadari bahwa Mumtaz menghindari pertanyaannya kemudian hanya menatapnya sinis dan Mumtaz hanya terkekeh pelan.

" Iya!!" Sahut Vivi.

Beberapa saat kemudian Vivi datang dengan nampan yang berisi gelas, es batu, dan air putih permintaan Mumtaz tadi.

" Ni kak, aku angkat telepon dulu ya" ucap Vivi sambil meletakan nampan ke meja dan mengambil handphonenya kemudian berjalan menuju kamar.

" Halo..., Assalamualaikum mas, ada apa?" Tanya Vivi pada Deni setelah sampai dikamarnya.

"Ya neng Alhamdulillah baik, itu kamu bisa gak nunda dulu buat kejar materi, katanya mba Yeshi mama kena kista lusa akan dioperasi"

Deg.....
Perkataan Deni kemudian membuat Vivi diam tanpa kata. Tangannya mulai gemetar, dadanya mulai sesak, matanya panas, bahkan kini dia tidak tau harus mengatakan apa.

" Ya neng, mama gak ada yang jaga, kasian Kenzie juga kalo mba Yeshi terus jagain mama di rumah sakit, mau ya neng" lanjut Deni

Vivi terus diam tak tau harus menjawab apa. 'memang apa! Kenapa mba Yeshi tidak memberitahu' ujar Vivi membatin.

" Mas Deni lagi gak bisa pulang, lagi ada kunjungan kantor, uti juga udah tua takut gak kuat jaga mama. Halo.. neng kamu masih disana kan?, Halo.." tanya Deni kembali kepada Vivi setelah sekian lama berbicara tapi tidak ada suara sautan dari Vivi.

" Ah... Iya mas masih, tentu saja aku akan pulang.." jawab Vivi dengan nada menahan air matanya.

" Oke mas pesenin kamu kereta ya, ni jadwalnya nanti siang sekitar jam 2 bisa?"

" Tentu itu waktu yang cukup untuk aku berkemas"

" Oke neng mas Deni tutup telepon nya ya, nanti kalo ada apa-apa jangan lupa telepon mas Deni, oke"

" Iya mas"

" Ya sudah ya... Assalamualaikum"

" Wa'aikumsalam"

Salam penutup diantara Vivi dan Deni. Vivi langsung menjatuhkan dirinya di tepi ranjang kamar. Vivi tak tau harus berbuat apa.

Setelah sekian lama tidak pulang, kini dirinya akan pulang bukan karena telah mendapatkan kerja, atau sukses merantau di negri orang yang selama ini dia janjikan.

Tapi karena berita buruk dari keluarganya, 'mama, menderita kista, kenapa...?' ujar Vivi sambil merengkuh dan mengeluarkan air matanya.

" Oke.. sekarang waktunya gercep gak perlu sakit nangis-nangis" ucap Vivi pada diri sendiri.

" Duh lupa ada kucing Ama tikus masih didepan lagi" lanjut Vivi. Dia lupa bahwa di apartemennya dia tidak sedang sendiri, tapi juga ada Fery dan Mumtaz.

Vivi langsung berlari keluar kamar dan menuju ke arah mereka, dari belakang sofa terlihat ada dua orang anak laki-laki yang saling diam tapi terdapat hawa perang diantara mereka.

THIS ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang