SEPULUH (TI)

27 4 3
                                    

Fery hanya menatapnya dingin tanpa rasa takut terhadap Mumtaz " jadi..... Jika kau menganggap ini adalah sebuah permainan, bisakah kau memainkannya dengan benar" ujar Fery dingin.

" Oh.. maksudmu aku curang"

" Iya" timpal Fery
Mereka hanya saling bertatapan beberapa saat.

" Ha... Kamu ni nggak enak, padahal aku baru bermain" ucap Mumtaz sambil menyenderkan dirinya pada kursi tesebut.

Fery menaikan alisnya, dia bingung kepada seniornya ini. Kadang-kadang bersikap dingin bahkan bisa dilihat ekspresi wajahnya menakutkan, kadang ceria, kadang seolah tak peduli. Sebenarnya ada apa?. ' ya sepertinya senior memang gila' ucap Fery membatin.

Kemudian Mumtaz berdiri dari kursinya, dan beranjak pergi. " Baiklah terimakasih makanannya" ucap Mumtaz sebelum pergi.

" Hei!, Senior aku belum selesai bicara, lagipula kau tidak menjawab pertanyaan ku" ucap Fery ikut berdiri dan berjalan menuju Mumtaz.
" SENIOR!!, SENIOR!!" teriak Fery sambil terus sedikit berlari menyamakan dengan posisi Mumtaz.

Seakan Mumtaz tak mendengarkan teriakan dari Mumtaz. Hingga saat Fery sampai sejajar dengan Mumtaz tapi terus berjalan karena Mumtaz tidak berhenti, meski dipanggil namanya berkali-kali.

Kemudian Fery memegang pundak Mumtaz dengan gerakan seperti menahan. "Sen-" sebelum selesai memanggil Mumtaz, Mumtaz justru berbalik dan menarik baju Fery.

" Dengar.... Aku tidak tau apa maksudnya itu ha?!, Pergilah, jika kau ingin aku curang aku akan melakukannya. Tapi ingat aku tak akan melepaskan Vivi dengan mudah apalagi saat aku tau orangnya itu kamu!" Ujar Mumtaz sambil terus Manarik baju Fery. Setelah selesai berbicara Mumtaz langsung melepaskan baju Fery.

Setelah perlakuan Mumtaz tadi, Fery hanya diam.
Melihat perlakuan Mumtaz Fery sedikit bergidik ngeri, ternyata benar ada orang yang seperti Mumtaz juga. ' mungkin memang dia benar-benar gila' ucap Fery batin sambil melihat kepergian Mumtaz.
_____________________________
_______________________

Malam hari Vivi sudah sampai di stasiun, langsung saja dia memanggil ojek disana dan pulang kerumah. Suasanya sungguh nyaman, Vivi menikmati malam hari dan angin yang terus menerpa mukanya.

Hingga kini dia memasuki sebuah desa, keadaannya lebih sepi dibandingkan suasanya jalanan kota.

Kini sampailah Vivi di jalan kecil menuju rumahnya, membayar ojek dan mengucapkan terimakasih. Setelah ojek pergi Vivi bersiap berjalan menuju ke rumahnya.

" Ndu Vivi..." Terdengar suara khas orang tua yang memanggilnya, sontak Vivi langsung menoleh ke arah sumber suara. Benar saja terdapat nenek tua yang mengenakan mukena putih tapi warnanya sudah kusam sedang berjalan menuju kearahnya.

"Uti...." Gumam Vivi sambil tersenyum.

" Ndu... Kenapa baru pulang, uti kangen" ujar nenek tua tersebut sambil memeluk dan mencium mukanya secara terus-menerus.

" I..iya, baru sempet" ucapku singkat.

" Mau kerumah ya" tanya uti.

" Iya.." jawabku singkat.

" Kunci rumah Vivi ada di uti, soalnya gak ada siapa-siapa dirumah jadinya uti bawa pulang. Ayo ndu ambil dulu" ujar uti sambil menarik tangan Vivi untuk mengikutinya.

Rumah Vivi dengan rumah neneknya memang terpisah, meski tidak terlalu jauh. Setelah sampai di rumah neneknya Vivi langsung pergi pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah Vivi membuka pintu dan tadi di kunci dan melihat sekeliling. Pertama disambut nya ruang tamu dengan 4 kursi panjang yang di jejer memanjang serta 3 meja.

Suasana yang sama seperti dulu saat dia pergi dari rumah ini, persisi sama sekali. 'tentu aku baru meninggalkan rumah ini 2 tahun bukan bertahun-tahun' batin Vivi.

Setelah beberapa saat Vivi melihat-lihat langsung saja dia menuju ke kamarnya. Dilihatnya sebuah tempat tidur ukuran mini miliknya yang hanya muat untuk satu orang saja, meja belajar dengan beberapa buku cerita yang tersusun rapi meski sedikit debu karena jarang ada yang membacanya, serta Mading cita-cita dimana terdapat beberapa gambar atau foto yang sudah memudar, yang dulu pernah Vivi buat untuk menyemangati dirinya sendiri.

Melihat kamarnya yang cukup bersih dan rapi, Vivi yakin mamanya pasti sangat merawat tempat ini meski tidak ada yang menempati nya. Vivi kemudian duduk di samping tempat tidurnya dan mulai merebahkan dirinya sendiri. Vivi sadar betapa dia merindukan kamarnya tersebut. Kemudian Vivi mulai memejamkan matanya dan mulai memasuki alam tidurnya.
________________________________
_______________________

Vivi mulai menggeliat dalam tidurnya, saat Vivi dengar suara ketukan pintu kamar yang sangat kencang. Vivi pun mulai duduk di tepi tempat tidurnya dan masih berusaha mengumpulkan nyawanya. Saat dirasa cukup Vivi berdiri dengan lungkai berjalan dan membuka pintu kamarnya, hingga..

TAK.......
Sebuah jitakan keras mendarat di dahinya, hingga Vivi yang masih setengah sadar reflek tertunduk dan memegangi dahinya tersebut.

"Aauuuhhhhh......" Rengkuh Vivi sambil berjongkok dan terus mengusap-usap dahinya.

" Makanya kalo mau tidur tu jangan lupa pintu rumah dikunci!!" Ucap seorang laki-laki yang tadi menjitak Vivi dengan marah.

Vivi mendongakkan kepalanya, yang dia liat adalah Rendy sepupunya sendiri. Rendy adalah sepupunya, lebih tua darinya hanya satu tahun tapi Vivi lebih suka memanggilnya dengan nama saja tanpa embel-embel Kaka atau mas.

" Tau!! Nanti kalo ada nyuri barang gimana!!" Lanjut Rendy masih dengan nada marah.

" Huemmmm disini mana aja yang mau nyuri ren" jawab Vivi yang masih sikap jongkok dan mengusap dahinya.

" Kamu ini!! Mentang-mentang dah lama di kota bilangnya sembarangan, ngajak berantem" ujar Rendy.

" Dah.. lah gak usah ngedrama" jawab Vivi sambil berdiri dari sikap jongkok nya tadi dan berdiri di hadapan Rendy, ya... Meskipun dia tau dia sangat pendek saat berada dihadapan seorang laki-laki.

" Drama-drama kamu kira aku aktor!, dah Vi gak usah bantah lagi nyok kita jogging" pinta Rendy sambil menampilkan gerakan berlari ditempat.

" Kamu gak liat apa ren, ini tu masih malem matahari aja cahayanya belum nampak, dingin juga , pokoknya gak" jawab Vivi sambil menunjuk ke arah luar rumah.

" Liat Vi ini sudah jam Eman kurang tiga puluh menit, berarti udah pagi-pagi" ucap Rendy sambil memperlihatkan pergelangan tangannya dimana terdapat jam bertengger disana.

Vivi hanya menatap jam tersebut datar "mana ada tulisan enamnya tu liat cuma ada angka 05.30 bukanya 06 kurang 30, kamu gak bisa baca" ucap Vivi datar.

Rendy justru semakin bingung dengan ucapan Vivi, dia terus memperhatikan jam yang ada di tangannya.

" Dah.. lah mending Vivi siap-siap buat jenguk mama aja" ucap Vivi ketus kepada Rendy dan bersiap menutup pintu kamarnya. Tapi sebelum Vivi menutup pintu Rendy justru menekan dahi Vivi dengan jari telunjuknya, dan mulai mendekatkan mukanya.

" Ah... Ren....?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
ANNYEONG MINA-SAI, OGENKI DESUKA..
CAMBEK HIMIDA...UUUUUUUUUU......

ME UP LAGI NI....
MAAF YA BUAT ALURNYA GAK GAK JELAS, POKOKNYA AKU MINTA MAAF BUAT SEMUANYA.....

YA DAH LAH... JANGAN LUPA KLIK VOTE, KIRIMKAN PESAN DAN KESAN KALIAN MELALUI KRITIK DAN SARAN DI KOLOM KOMENTAR......

SEE NEXT PART READERS 🤗🤗🤗🤗

LOVE YOU ALL 🥰🥰🥰🥰

THIS ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang