part 18 ✓

13 10 0
                                    

Silent reader jauh-jauh lah :)
Kalau ada typo atau ada yg salah tolong kasih tahu ya. Enjoy reading the story.

--------------------------------------------------------------------------------

Sayup-sayup cahaya matahari menerobos ke celah gorden yang belum di buka. Aktivitas di luar sana seakan tidak ada henti-hentinya. Berbeda dengan dua insan yang masih larut dalam tidurnya terbaring di tempat yang berbeda.

Fatya mengerjapkan matanya menyesuaikan dengan cahaya yang baru di lihatnya. Matanya yang buram mulai membaik setelah beberapa detik. Dia melihat seseorang sedang tertidur menghadap ke senderan sofa di depannya.

Tak lama sosok itu terbangun dari tidurnya. Mengucek mata nya sambil membenarkan posisi duduknya menghadap Fatya. Dia tersenyum manis setelah sadar dia diperhatikan sedari tadi.

Aksa mulai membereskan ruangan itu. Dia sempatkan untuk membersihkan diri dan berganti pakaian yang semalam ibunya bawa. Fatya juga berlalu ke kamar mandi hanya untuk seka dan menuntaskan hasrat ingin ke kamar mandinya.

"Kau sudah siap untuk pergi sekarang?" Tanya Aksa yang sudah berdiri dan akan mempersiapkan kepulangan Fatya pagi ini.

"Ya aku sudah siap untuk pergi."

"Aku keluar sebentar, mau mengurus administrasi mu dulu." Ucap Aksa lalu dia keluar dari ruangan tersebut.

Fatya berpikir apa yang harus dia lakukan sementara aksa pergi dari ruangan ini. Dia sudah siap, ruangan sudah bersih. Fatya memutuskan untuk duduk di sofa yang semalam Aksa tiduri.

Rasanya Fatya kembali gugup akan menemui kedua orang tua Aksa. Meskipun dia sudah mengingat kembali semua ingatannya, tapi tetap saja, dia masih gugup. Karena sekarang dia menemui orang tua Aksa bukan sebagai anak-anak lagi. Tapi sebagai gadis yang sedang dekat dengan anaknya. Jika mereka jadi menikah artinya kedua orang tua aksa akan menjadi mertuanya. Maka dari itu dia gugup sekarang.

Aksa sudah kembali dari bagaian administrasi rumah sakit. Mereka mulai bersiap siap untuk pergi dari ruangan tersebut.

Mobil yang mereka tunggangi akhirnya sampai di sebuah gedung di kota tersebut. Gedung itu tinggi seperti gedung kantor ayahnya Fatya.

Mereka masuk ke gedung itu dan langsung naik ke rooftop gedung itu. Fatya berfikir mungkin orang tuanya Aksa ada di sana. Tapi sayang dia hanya melihat sebuah helikopter yang terlihat siap untuk mengudara.

Dua orang yang berbadan tinggi tegap dengan seragam hitamnya mengangguk saat aksa bilang siap. Mereka membukakan pintu helikopter itu dan fatya di tuntun untuk ikut masuk ke dalam helikopternya.

Setelah mereka duduk di dalam. Fatya di arahkan aksa untuk menggunakan sabuk pengaman dan headset agar bisa meredam deru mesin helikopter yang sangat keras.

Fatya takut karena ini terlalu dekat dengan jendela. Dia memang beberapa kali naik pesawat tapi dia tidak mau dekat jendela karena dia takut ketinggian.

Aksa yang melihat Fatya tegang sekarang, hingga terlihat peluh mengucur di wajahnya. Aksa menyeka keringat itu. Dia memegang ke dua tangan Fatya agar dia bisa tenang.

"Tenanglah semua akan baik-baik saja. Kau tidak perlu takut, lagi pula aku ada disini. Kalau kau bisa melihat ke jendela sana. Di sana ada pemandangan yang cantik. Secantik dirimu fatya." Aksa tersenyum pada Fatya.

Aksa mengacungkan jempol saat sang pilot menolehkan ke belakang. Deru mesin mulai terdengar lambat laun helikopter itu mulai mengudara. Fatya menutup matanya, tangannya gemetar dalam genggaman Aksa.

Aksa merasakan betapa tegangnya Fatya saat ini. Lalu dia berbisik di telinga Fatya "tenanglah, lihat keluar itu sangat indah. Percayalah padaku" ucap Aksa.

Bentang Senja (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang