8 - SERENDIPITY
"Ayah itu sebenarnya jago matematika. Tetapi karena terlalu narsis, aku jadi tidak suka diajari olehnya." Selesai mengerjakan lima soal yang setengah jam lalu diberikan, Jui kemudian mengangkat kepalanya untuk menatap sang tutor. "Bagaimana dengan Unnie?"
"Nde?" Sarang yang semula mencuri-curi pandang pada Sena, kontan segera membuang fokusnya kembali pada Jui. "K-kenapa?"
Jui mencebik. "Sepertinya Unnie tidak fokus. Lupakan saja."
Dengan tawa keringnya, Sarang kemudian memeriksa jawaban Jui. Rambut panjangnya yang lebih sering dibiarkan terurai, jatuh menutupi meja lipat yang membatasi dirinya dan Jui hingga helai-helainya menyapu kulit tangan Jui. Membuat gadis berpipi tembam itu terpana selama sepersekian detik.
"Lembut sekali..." decaknya kagum.
"Hah?"
"Rambutmu..."
"Eh? Oh, sori."
"It's okay, Unnie." Kemudian, diraihnya rambut Sarang yang menutupi bahu tanpa permisi. Merasakan lembut dan tebalnya mahkota tersebut. "Whoa... aku iri. Apa sebelum menjadi tutor matematika, kau adalah bintang iklan sampo?"
"Pffth..." Sarang melipat bibirnya geli. Menggeleng pelan. "Tentu saja tidak. Memangnya wajahku pantas masuk televisi?"
"Ck." Jui kembali mencebik. "Dibandingkan dengan si Nenek Sihir itu, kau jauh jauh jauh lebih pantas, Unnie."
"Nenek Sihir?"
"Cho Hyun-Ji. Makhluk paling menyebalkan di muka bumi yang sialnya harus tinggal di rumah ini."
Kali ini, Sarang tertawa lepas. "Sepertinya benar kata ibumu. Kalian adalah sepasang kakak-adik yang saling membenci."
"Bagiamana aku tidak membenci? Dia itu sok cantik, penuh gaya, dan bossy. Hah... Ibu saja kalah menyeramkannya dibanding dia."
"Tapi dia memang cantik, kok."
"Unnie sudah bertemu dengannya?" Jui mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Bukankah dia masih menginap di rumah kakek?"
"Aku melihat dari sana." Sarang menunjuk sebuah foto keluarga berukuran besar yang menghiasi ruang duduk. Potret yang membuatnya terpaku kala pertama kali menjejakkan kaki di rumah ini. Potret yang... membuatnya iri, karena dua orang dewasa di sana begitu sangat mirip dengan orang-orang terdekatnya.
"Oh itu..." Jui mengangguk-angguk malas.
"Kau juga cantik," hibur Sarang kemudian. Bibirnya tersenyum simpul.
Namun, Jui membalasnya dengan decakan. "Unnie jangan seperti ayah lah. Aku sadar diri, kok. Cho Hyun-Ji memang seperti dewi di rumah ini."
Sarang kembali merasa tergelitik. "Serius. Kau memiliki kulit yang lebih putih dibandingkan yang lain. Kau terlihat bersih, meskipun... belum mandi."
Mendengar kalimat terakhir Sarang, Jui kontan mendelik. Mencium secara bergantian ketiak kiri dan kanannya. "Bau, ya?"
"Jadi, aku benar kalau kau belum mandi?"
Jui menyengir kering. "Ini hari Sabtu."
Sarang mengangguk-angguk paham. "Seperti yang sudah diberitahu oleh ibumu. Kau malas mandi."
"Mwoya?" Jui mengeruhkan wajah. "Ibu sudah memberitahu apa saja padamu?"
"Semuanya."
Mengembuskan napasnya lesu, Jui menggurutu dalam hati. "Selalu saja begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
life after you | ✔️
General FictionStaring : Cho Kyuhyun x Lee Sena Dulu, mereka dikenal sebagai keluarga yang paling bahagia. Menyecap canda - tawa bersama, serta berbagi sedih ala kadarnya. Namun kala duka datang dan mengacaukan segala, bisakah mereka dan bahagia tetap ada? ❤ Bahas...