Sejak kejadian di kafe itu Sofie berubah menjadi seseorang yang benar - benar pendiam. Dia menjadi sosok yang lebh dingin dari dirinya yang dulu. Bahkan Sofie seperti tidak mengenal dirinya yang sekarang.
Hampir sama dengan Sofie, Seva pun sepertinya kini mewarisi sifat sahabatnya oh maksudku mantan sahabatnya. Tapi mungkin itu hanya berlaku kepada Sofie. Karena Nampaknya Seva masih ramah pada siapapun kecuali kepada Sofie.
Bel pulang sudah terdengar sejak lima menit yang lalu. Namun Sofie masih tertahan di belakang sekolah bersama Erlia.
"Katakan apa urusanmu" Ucap Sofie datar dengan sedikit kesal. Tentu saja kesal. Erlia tiba - tiba menyeretnya ke belakang sekolah ketika dia akan pulang tadi.
"Hehh.... Kau pasti tahu apa tujuanku membawamu kesini. Jangan berpura - pura bodoh" Ucap Erlia sambil tersenyum kecil.
"Oh... Inikah gadis yang terkenal dengan keluguannya itu? Kau menggunakan topengmu dengan sangat baik. Tapi sayangnya aku tidak tertipu." Ucap Sofie tidak kalah sinis.
Tiba - tiba ponsel Erlia bordering dia langsung mengangkatnya dan me-loudspeaker-nya.
"Kau dimana Er? Aku sudah menunggumu di parkiran dari tadi"
"Oh maaf Seva... aku tidak sempat memberitahumu. Tadi aku tiba - tiba diajak pergi oleh Sofie. Kau pergilah duluan aku masih berbicara dengan Sofie." Erlia memutuskan sambungan secara sepihak.
Dahi Sofie berkerut "Kau bermaksud memfitnah ku sekarang? Hehh... benar - benar rendahan"
*PLAKKK
Sofie tidak sempat menghindar. Sekarang pipinya memerah akibat tamparan dari Erlia. "Berani - beraninya kau mengatakanku rendahan. Kau, kau harus sadar bahwa kau lebih rendah dariku. Kau mencintai laki - laki yang sudah memiliki kekasih. Memalukan." Ucap Erlia sambil tertawa sinis.
"Aku lebih dulu mengenalnya jika kau lupa." Geram Sofie. Suaranya kentara dengan emosi yang coba dia tahan mati - matian.
"Yah mungkin kau lebih dulu mengenalnya, tapi sekarang dia adalah milikku" Ucap Erlia penuh penekanan di akhir kalimatnya.
"Jangan pernah dekati Seva lagi. Jika aku sampai mendapati kalian berdua, aku tidak akan segan - segan padamu. Camkan itu" Erlia mengakhiri kalimatnya dengan menunjuk wajah Sofie lalu melenggang pergi dari tempatnya. Meninggalkan Sofie yang masih terdiam entah apa yang dipikirkannya.
--
Sudah lebih dari lima menit Seva menunggu Erlia di parkiran sekolah. Terlalu bosan, Seva memilih untuk menelponnya.
"Kau dimana Er? Aku sudah menunggumu di parkiran dari tadi"
"Oh maaf Seva... aku tidak sempat memberitahumu. Tadi aku tiba - tiba diajak pergi oleh Sofie. Kau pergilah duluan aku masih berbicara dengan Sofie." Erlia memutuskan sambungan secara sepihak.
Dahi Seva berkerut menatap ponselnya. "Kenapa Sofie ingin berbicara dengan Erlia? Ah biarkanlah... urusan wanita mungkin." Seva mengendikkan bahu acuh lalu berjalan memasuki mobilnya dan menjalankan mesin itu menjauhi sekolah.
--
Sofie baru saja turun dari Bus nya dan hendak berjalan ke komplek perumahannya namun suatu keramaian mengalihkan perhatiannya.
Sofie yang mulanya acuh entah kenapa sekarang menjadi sangat penasaran. Segera dia berjalan menuju keramaian itu dan betapa terkejutnya dia ketika melihat Erlia yang tergeletak tak berdaya bersimbah darah disana.
Dengan segera dia bertanya "Permisi, dia adalah teman saya. Apakah sudah ada yang menghubungi ambulance?" Serempak mereka semua menggeleng.
Dengan sigap Sofie mengambil ponselnya dan menghubungi ambulance. "Kenapa kalian begitu bodoh?" Bentak Sofie cemas dan tersirat nada khawatir di kalimatnya.
"Ada apa ini?" Tiba - tiba seorang anak muda seumuran Sofie masuk ke kerumunan itu, Sofie terlihat sedikit lega "Erik baguslah kau disini. Cepat bantu aku membawa Erlia Ke rumah sakit."
Tidak lama kemudian Ambulance datang dan dengan segera mereka membawa Erlia menuju ke Rumah Sakit.
--
Sampai di rumah sakit Erlia segera dibawa ke UGD dan Sofie serta Erik hanya bisa menunggu diluar.
"Sofie, maaf aku tidak bisa menemanimu menunggu Erlia disini. Aku ada urusan keluarga" Ucap Erik tidak enak hati.
"Oh Tidak apa apa. Maaf juga karena aku tiba - tiba meminta mu ikut mengantar Erlia kesini tanpa meminta persetujuanmu." Sofie juga merasa sedikit bersalah dengan temannya itu.
"Ah tak apa. Aku tahu kau sedang dalam keadaan panik tadi. Kalau begitu aku pergi dulu ya..." Erik tersenyum tulus lalu melenggang pergi.
Sofie seakan baru ingat sesuatu, dia segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Hallo Sev" Sapa Sofie, entah kenapa dia merasa gugup sekarang.
"Ada apa?" Sahut Seva dingin.
"Erlia baru saja kecelakaan ka-
"Apa? Bagaimana bisa? Sekarang dimana dia?" Seva memotong perkataan Sofie. Terdengar sekali bahwa dia sedang panik sekarang.
"Datanglah ke Rumah Sakit XXX sekarang." Tanpa berkata apa - apa lagi Seva langsung memutuskan sambungan sepihak. Sofie hanya tersenyum miris. Erlia memang segalanya bagi Seva. Seharusnya aku sedari dulu tidak penah berharap lebih.
Lebih cepat dari yang sofie kira, kini seva sudah sampai di Rumah sakit tempat Erlia dirawat. Dan kini Seva tengah menuju kearahnya setengah berlari. Sofie menatap kedatangan Seva
Namun tiba - tiba,
*PLAKKK
Itu terlalu cepat, Sofie tidak bisa mencerna apa yang terjadi.
Kenapa Seva menamparnya dan sekarang menatapnya penuh dengan emosi.
"Seva..." Sofie berucap lirih.
"Kau benar - benar wanita tidak tahu malu. Bisa - bisanya kau mencelakai Erlia hanya karena kau cemburu padanya." Sofie bingung, tentu saja. Kenapa Seva datang - datang menamparnya dan memaki - makinya seperti ini. Dia bahkan tidak tahu kesalahan apa yang telah dibuatnya.
"Tapi Seva... apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti sama sekali."
Seva malah tertawa sinis. "Hehh... Jangan berpura - pura bodoh. Kau yang mengajaknya pergi dan mencelakainya kan. Aku tahu kau adalah orang terakhir yang bersamanya. Kau tidak perlu mengelak." Ucap Seva dengan penuh emosi.
"tapi Seva aku ti-
"Ah sudahlah tentu saja kau akan terus memberi alasan. Aku tahu cara berpikir orang licik sepertimu." Kening Sofie berkerut merasakan sakit di dadanya.
"Seva kata - katamu sudah keterlaluan" Sofie berusaha menahan airmata yang akan segera keluar.
"Keterlaluan? Keterlaluan katamu? Mana yang lebih keterlaluan dibandingkan mencelakai seseorang hanya karena rasa cemburu hah? MANA YANG LEBIH KETERLALUAN?" Seva membentak Sofie keras.
Sofie menunduk Airmata itu lolos begitu saja tanpa bisa dibendung.
"Sia - sia waktuku selama ini untuk menjalin persahabatan denganmu. Ternyata kau adalah orang yang salah. Aku salah berhubungan dengan gadis rendahan sepertimu! Enyah dari pandanganku sekarang! Mati saja kau sana." Seva benar - benar kalap. Rasa khawatir dan marah bercampur menjadi satu di otaknya, dia tidak bisa berpikir dengan baik sekarang.
Sofie menatap lamat - lamat mata Seva. Bisa dilihatnya kilatan penuh amarah di mata itu. Penuh rasa benci. "Baik. Jika itu yang kau inginkan aku akan pergi. Setelah ini aku harap kau tidak menghancurkan satu hati lagi." Sofie pergi dengan hati yang sudah diremukkan oleh pemiliknya sendiri. Airmata terus merembes keluar tanpa mau berhenti. Sementara Seva, segera pergi menuju kamar Erlia.
TBC...
Bentar lagi END. yeyyyy
KAMU SEDANG MEMBACA
La Douleur Exquise (END)
Short StoryRead if you interested "Maafkan aku yang sudah menjatuhkan hatiku padamu walau aku tahu itu salah. Aku hanya tidak bisa menahan rasa ini." °•|•° "Jadi kau memanfaatkanku hanya untuk membalaskan dendammu? Heh.. ternyata a...