Sofie baru saja akan keluar dari kelasnya tapi tiba – tiba tangannya dicekal oleh seseorang, refleks dia memutar badan dan menemukan orang yang benar – benar dihindarinya tengah memegang pergelangan tangannya. Seva sebagai pelaku utama hanya nyengir tanpa rasa bersalah
"Sof... boleh aku minta bantuan?" sofie menatap Seva dengan tatapan bertanya. Terlalu malas untuk mengeluarkan suaranya.
"Sore ini aku ingin berkencan dengan Erlia." Seva menjeda ucapannya " Lalu? Apa pengaruhnya untukku?" Jawab Sofie dingin.
"Ish.. jangan dingin gitu. Boleh aku minta tolong?" Seva kembali mengulang pertanyaannya. "Tergantung" Sahut Sofie singkat. Seva hanya bisa menghela nafas pelan menghadapi sahabatnya yang satu ini.
"Ayah Erlia tidak mengijinkanku mengjak Erlia berkencan jika hanya ada kami berdua" Sofie mulai mengerti dengan alur yang dikatakan Seva, dan dia tahu dia akan membenci akhirnya. Sofie menaikkan satu alisnya menungu lanjutan dari perkataan Seva.
"Kau mau menjadi orang ketiga tidak?" Sofie menaikkan dua alisnya tanda terkejut. Seva yang sadar dengan perkataannya buru – buru mengoreksinya "Maksudku mau tidak kamu membantuku menemani kami agar Ayahnya Erlia mengijinkan kami berkencan."
"Kau itu bodoh atau lugu? Kau ingin aku menjadi nyamuk di acara kencan kalian begitu?" Sofie tidak habis pikir dengan perkataan laki – laki ini.
"Bukan begitu. Ayolah... bantu aku. Kali iniiii saja. Ok? Ok Ok.... Ya ya.... Ayolah." Seva menunjukkan wajah memelasnya dan menguncang – guncangkan tangan Sofie.
"Baiklah – baiklah. Hentikan ekspresi wajah memelasmu itu sekarang. Aku akan segera muntah." Ucap Sofie dengan ekspresi datarnya. Langsung saja Seva tersenyum senang.
"Benarkah? UUUH... Kau memang sahabat terbaikku" Tanpa sadar Seva memeluk erat Sofie. Membuat Sofie membeku seketika. Haruskah aku berkorban seperti ini dulu baru kau mau memelukku?
"Kalau begitu aku pergi dulu ya. Aku mau mengabari kekasihku. Nanti tunggu saja ya. Aku akan menelpon mu saat kita sudah berangkat." Ucap Seva setelah melepaskan pelukannya dan langsung pergi begitu saja tanpa menyadari bahwa dia telah meretakkan sesuatu yang begitu rapuh. Perasaan seseorang.
Sekali lagi airmata itu lolos begitu saja tanpa bisa dibendung lagi bahkan kali ini lebih deras dari sebelumnya. Seperti inikah rasanya ketika perasaan di batasi oleh status yang hanya sekedar sahabat? Tanpa bisa di lewati karena dia sudah ada yang memiliki.
Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Seperti yang tidak diharapkan oleh pemiliknya, ponsel Sofie bordering menandakan ada panggilan masuk. Dengan berat hati Sofie mengangkatnya.
"Hallo"
"Hallo Sof, kami sudah ada di depan rumah mu kau sudah siap kan? Ayo turun"
"Eum.... Aku sudah siap. Tunggu sebentar"
Sofie segera turun. Dan dilihatlah Seva yang melambai – lambaikan tangannya dari mobil dan disampingnya, seseorang yang tidak diharapkan ada oleh Sofie, sedang duduk manis sambil tersenyum kearahnya. Dengan terpaksa Sofie membalas senyuman itu.
"Terimakasih ya sudah mau membantu kami berkencan" Ucap Erlia ketika Sofie sudah duduk di kursi belakang mobil.
"Eum" Sofie hanya bergumam dan mengambil ponselnya untuk dia mainkan.
Di sepanjang perjalanan mereka benar – benar asik berdua tanpa menghiraukan Sofie yang ada di belakang mereka. Sofie tersenyum miris. Mengetahui nasibnya yang hanya sebagai Sahabat tidak lebih. Dia mentertawai dirinya sendiri yang dengan tidak pantasnya merasa cemburu pada orang yang bukan miliknya. Heh.... Serendah itukah dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Douleur Exquise (END)
NouvellesRead if you interested "Maafkan aku yang sudah menjatuhkan hatiku padamu walau aku tahu itu salah. Aku hanya tidak bisa menahan rasa ini." °•|•° "Jadi kau memanfaatkanku hanya untuk membalaskan dendammu? Heh.. ternyata a...