Bagian 35

103 6 5
                                    

Happy reading, readers💕
-

"Apapun itu akan ada masanya untuk berubah. Sekalipun kita tak menginginkannya untuk berubah" - Diba.

🐣

Sebenarnya hari ini ada latihan vocal untuk band yang akan dilombakan, namun ia sangat malas pergi ke sekolah. Karena hari ini hari Minggu, seharusnya tidak ada kegiatan disekolah. Hari ini papanya kembali mengurus perusahaan yang dirintisnya kembali dari nol. Ia izin pada Bara dengan alasan ikut mengantarkan papanya ke bandara. Entah mengapa kemarin Lisya menyetujui ajakan Bara untuk gabung di grup band, namun Lisya belum membalas pesan-pesan Diba.

Lagi-lagi hujan membasahi bumi, sesampainya dari bandara, Diba membuka diary kecilnya.

Hujan, lagi
Ada beberapa orang bilang, harusnya kita seperti hujan
Berkali-kali jatuh, namun masih tetap bangkit
Harusnya kita seperti hujan, meski sering membuat orang jatuh sakit, namun hujan juga membawa kebahagiaan tersendiri

Aku memang menyukai hujan, namun aku tidak ingin hujan selalu membasahi bumi
Meski ia membahagiakan, namun ada kalanya ia mengecewakan beberapa orang
A

h, membicarakan hujan aku jadi teringat tentangnya
Seseorang yang membuatku bahagia, namun ia juga memberiku luka–kecewa
Pernah terpisah beberapa waktu, hingga akhirnya semesta menyatukam kita kembali
Entah akan jadi apa selanjutnya, saat ini aku bersyukur karena semesta masih merestui aku dengannya

Mungkin semesta lelah melihatku layaknya orang yang tak punya semangat untuk hidup
Semesta merasa bosan melihat manusia yang lemah seperti aku
Lemah hanya perihal cinta dan lara
Mungkin benar kata orang, harusnya kita seperti hujan
Bangkit, meski jatuh berkali-kali
Bangkit, ketika kecewa datang melukai
Sayangnya aku tidak sekuat itu,
Ah, wanita lemah
Selalu ingin dimengerti tanpa mau mengerti
Sekejam itukah diriku? Apakah semesta suka pada manusia sepertiku?
Aku tau, seharusnya aku bisa lebih menghargai kehadiran temanku, kehadiran seseorang yang membuat hidupku berwarna kembali

Terimakasih semesta, lagi-lagi kau membantu manusia lemah sepertiku
Semoga tak ada lagi luka yang menyakiti
Tak ada lagi hati yang patah kembali
Atas izin semesta, semua abadi–

Diba menutup buku kecilnya. Tak tau lagi akan menulis apa. Hujan mulai mereda, rasanya ingin sekali pergi keluar untuk sekedar menenangkan hati dan pikiran. Namun ia tak mungkin mengajak kakaknya yang super sibuk itu.

Diba memutuskan untuk pergi sendiri, namun saat hendak keluar rumah, tiba-tiba saja Aga sudah didepan rumahnya.

"Mau keluar nona?" tanya Aga saat ia turun dari mobil.

"Apaan sih Ga. Datang tiba-tiba mulu"

"Karena gue tau lo pengen banget main"

"Kata siapa?"

"Kata hati gue" ucapnya santai.

Aga membukakan pintu untuk Diba. Layaknya tuan putri gaes :)

Hening. Karena Aga merasa sepi, ia sedikit menjaili Diba.

"Seandainya suatu saat gue berubah, gimana?" pertanyaan Aga membuat Diba mengalihkan pandangannya.

"Apapun itu akan ada masanya untuk berubah. Sekalipun kita tak menginginkannya untuk berubah"

"Kenapa begitu?" nada bicara Aga mulai serius.

"Ya bukannya semua orang juga akan berubah? Dan kita nggak tau pasti apa yang buat mereka berubah. Entah perubahan itu menjadikan lebih baik atau sebaliknya. Kalaupun suatu saat dari kita akan ada berubah ya nggakpapa, mungkin memang sudah takdir semesta" jawab Diba.

"Ga, gue nggak maksain kita buat tetep ada sampai kapanpun. Gue nggak maksa lo untuk selalu ada buat gue, dimanapun, kapanpun. Akan ada waktunya kita jalanin hidup masing-masing, entah saat kita kuliah nanti ataupun saat kita udah kerja. Gue udah cukup belajar dari masalalu, berharap berlebihan itu nggak baik. Kalaupun suatu saat lo berubah atau lo bosen dengan hubungan ini, lo boleh pergi. Kemanapun, asalkan itu buat lo bahagia" lanjut Diba.

"Gue nggak akan ninggalin lo Dib"

"Padahal di dunia ini nggak ada yang abadi Ga. Pasti ada diantara kita yang akan pergi terlebih dahulu"

"Kalaupun suatu saat gue berubah karena suatu hal, apa lo masih nerima gue?" tanya Aga lalu menepikan mobilnya.

"Dalam suatu hubungan itu nggak hanya perihal rasa kasih dan sayang. Saling menerima juga perlu, apalagi perihal kepercayaan. Saat gue nerima lo, saat itu juga gue harus nerima lo apa adanya. Ya meskipun lo berubah, kalau berubahnya lebih jelek gue bantu lo  buat jadi lebih jelek" jawab Diba lalu tertawa.

"Lo nerima gue apa adanya? Dari hati?"

"Hm. Percuma nggak sih kita nerima pasangan tapi setengah-setengah? Tau nggak apa yang buat kecewa selain kebohongan?" tanya Diba. Aga hanya menatap lekat Diba, menandakan ia ingin Diba segera melanjutkan ucapannya.

"Saat kita nggak setulus hati nerima seseorang. Misal lo ngebebasin gue, padahal di hati, lo nggak terima perlakuan gue. Dan ketika suatu saat lo lelah dengan sikap gue, lo pergi begitu aja, lo bilang kalau lo nggak suka sama sikap gue yang nggak pernah berubah. Padahal sebelum itu lo bilang nerima gue apa adanya dan cukup jadi diri gue sendiri kan? Mungkin bagi orang lain itu terlalu berlebihan. Tapi nggak buat sebagian orang yang benar-benar tulus dengan sebuah hubungan" lanjut Diba.

"Lalu, apa lagi yang bisa buat orang lain kecewa?"

"Perilaku kita. Kadang kita nggak sadar apa yang kita lakuin nyakitin orang lain atau enggak. Yang menurut gue biasa aja, belum tentu menurut lo biasa aja kan? Dan satu lagi, terkadang kita minta orang lain buat berubah, tapi kita nggak intropeksi diri kita sendiri" jawab Diba.

"Lo juga berubah Dib. Udah berani bicara lo-gue sekarang" ucap Aga lalu tertawa.

"Semalem gue latihan biar terbiasa" jawab Diba lalu mengalihkan pandangan.

"Btw kata-kata lo tadi keknya sekalian curhat ya?"

"Emang. Biar lo peka sama keadaan"

"Kurang peka gimana coba, lo mau pergi nggak kasih tau gue, tapi gue udah stay didepan rumah lo"

"Berasa punya bodyguard" ucap Diba lalu tertawa. Aga tak membalas ucapan Diba. Ia hanya tersenyum simpul melihat Diba tertawa, jarang sekali Diba tertawa saat dengannya.

☘️☘️☘️

"Lisya"

"Arka? Kok lo ada disini?"

"Gue yang harusnya tanya, lo ngapain disini sendirian"

"Ngerjain tugas, tadi rame kok tapi udah pada pulang"

"Oh yaudah, gue duluan ya. Hati-hati" ucap Arka lalu pergi meninggalkan Lisya yang masih menatap Arka.

'Bahkan sekarang, kita sama-sama menjaga jarak. Haha, kita yang semakin jauh, atau memang semesta yang tidak mengizinkan kita bersama?' batin Lisya.

'Ucapan Vero benar. Ia harus lebih menghargai apa yang ia miliki sekarang. Sebaik apapun rencananya, Tuhan tetap menjadi penentunya. Dan nggak seharusnya ia menentang ketetapan-Nya. Sudah tak ada yang bisa diperbaiki, mungkin Arka juga sudah melupakannya'.

***
Terkadang kita terlalu mementingkan ego, memaksa orang lain menjadi apa yang kita inginkan. Padahal diri kita sendiri belum tentu lebih baik dari dirinya.

Oke maaf kalau part ini pendek :)
Semoga kalian suka ya :)
Tunggu part selanjutnya💕

Btw di part ini banyak sesi curhat dari author ya😹
Tinggalkan jejak kalian😉

A.G.A [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang