Happy reading, readers 💕
-"Yang sepenuh hati kita jaga, terkadang malah pergi tanpa diduga. Tak apa, Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk kita."
🍒
Diba menjalani kembali rutinitasnya sebagai pelajar. Mungkin ia terlalu bersemangat, matahari belum terlalu nampak, namun Diba sudah berada di sekolah. Ia sengaja berangkat lebih pagi sebelum Aga datang menjemputnya. Namun sayang sekali, rupanya Aga tahu niat buruknya hingga di bangkunya ia menemui Aga sedang bermain ponsel.
"Tumben pagi, tapi duluan gue. Abang gojeknya ga berani ngebut ya?"
"Apaan sih Ga, nggak jelas deh. Sana ke kelas, ini bukan kelas kamu" ucap Diba.
"Males, belum ada temen. Ayo" Aga bangkit lalu menarik Diba untuk mengikutinya. Diba tidak mau, namun tetap saja tenaga Aga lebih kuat daripadanya. Akhirnya Diba memilih untuk mengekori Aga. Dan benar saja, Aga mengajaknya ke taman belakang sekolah.
"Kenapa kesini? Tumben bukan rooftop" tanya Diba lalu membersihkan bangku yang ada disana.
"Males ke rooftop. Disini aja"
Beberapa saat hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Aga yang sibuk dengan ponselnya dan Diba yang memainkan kakinya dengan angin. Diba merasa bosan, sangat sangat bosan. Ia hendak bangkit dan pergi dari sana, namun Aga menahannya.
"Diba bosen, Aga. Ayo ke kelas aja" rengek Diba.
"Bel masuk udah bunyi 20 menit yang lalu, lo mau dihukum?" tanya Aga dengan menaikkan sebelah alisnya.
"WHAT?! Kok Diba nggak denger sih?"
"Lo daritadi nglamun nggak jelas"
"Siapa suruh cuekin Diba. Ngajak bolos tapi nggak diajakin ngobrol" sewot Diba.
"Seandainya kita nggak bisa bersama dalam ikatan yang lebih serius, lo marah?"
Sontak Diba menatap Aga, mengapa Aga tiba-tiba bertanya seperti itu pada dirinya? Apa ia benar-benar ingin menuruti perkataan Diba yang ingin menjauh? Bukankah kemarin Aga bilang untuk lebih dewasa menghadapi sebuah masalah? Diba belum menjawab, ia menunggu Aga melanjutkan ucapannya.
"Kadang gue mikir, kenapa Tuhan selalu buat rencana yang rumit buat gue. Orang yang gue sayang lagi-lagi sulit untuk digapai. Jangankan orang, semua harapan yang udah gue coba perjuangkan rasanya nggak akannada artinya lagi." Aga menghela nafas kasar. Ia menjeda ucapannya.
"Apa gue terlalu banyak dosa, hingga takdir yang gue dapat selalu berbalik dengan apa yang gue inginkan? Apa gue seburuk itu dimata Tuhan?"
"Jawab pertanyaan gue Dib" tanya Aga, ia menatap Diba lekat.
"Diba nggak tahu harus jawab apa. Tapi kalaupun kita nggak bisa lanjut, Diba nggak maksa. Mungkin Tuhan punya rencana yang lebih indah untuk kita." nada bicara Diba turun satu oktaf.
"Diba nggak akan maksain hubungan ini terus berlanjut, Ga. Kadang yang sepenuhnya kita jaga, malah pergi tanpa diduga. Tak apa, Tuhan lebih tahu yang terbaik untuk kita." ucap Diba meyakinkan.
Aga memeluk gadisnya erat. Bagaimana mungkin ia bisa melepaskan gadis sehebat Diba? Pertahanannya runtuh, ia benar-benar terlihat lemah dihadapan Diba. Ingin sekali Aga menghentikan waktu agar ia bisa terus bersama Adiba, gadisnya.
"Kok nangis?" tanya Diba dengan nada meledek. Aga yang tadinya memeluk Diba, sontak melepasnya.
"Siapa yang nangis sih" elak Aga.
"Ngeles aja kaya bajaj"
"Wajahnya imut kalo habis nangis." tawa Diba pecah. Aga membiarkan gadisnya tertawa. Dalam hati, ia merutuki dirinya sendiri kenapa ia bisa menangis dihadapan gadisnya.
Diba sendiri tak bisa menahan tawanya. Entah mengapa wajah Aga terlihat imut, dengan hidung yang merah dan mata yang berkaca-kaca.
"Udah belum nangisnya? Ini udah istirahat pertama lo. Diba udah lama bolos pelajarannya"
"Ikut aku ya? Bolos sehari aja" ucap Aga dengan tatapan memelas.
"Ihh, Diba kan udah sering nurutin Aga buat bolos jam pelajaran. Sekali-sekali lah turutin Diba buat masuk jam pelajaran." Diba tak menghiraukan tatapan melelas Aga.
Bukan Aga jika tak bisa membujuk Diba untuk ikut dengannya. Ada saja akal dari Aga untuk membuat rencana bolosnya berjalan mulus. Aga mengajak Diba kesebuah rumah pohon ditepi danau yang letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah. Namun tempat ini tersembunyi dari hiruk pikuk ramainya kota. Berbeda dengan sebuah bukit dipenghujung kota yang memang sering dijadikan tempat wisata.
"Keren! Kok Aga bisa tahu tempat sebagus ini?" tanya Diba antusias. Kini ia sedang duduk dipinggir danau, dengan sesekali memotret pemandangan disana.
"Suka?" tanya Aga yang terus menatap Diba.
"Banget! Keren!"
"Diba" panggil Aga pelan. Diba menoleh, Aga masih menatapnya lekat. Alis Diba bertaut. Bingung dengan tatapan Aga.
"Kenapa? Kok tatapannya gitu" tanya Diba yang mulai merasa risih ditatap seperti itu.
"Kalaupun kita udah nggak bisa bersama, tetap ingat tempat ini. Tempat ini yang jadi saksi kalau rasa kita sama-sama besar. Iya, sebaik-baiknya rencana kita, Tuhan tetap jadi penentunya," Aga menjeda ucapannya.
"Rasa sayang ini nggak akan habis untuk Adiba. Kita hanya menjalankan peran masing-masing. Dib, sejauh apapun kita berjarak, sejauh apapun semesta memisahkan kita, nyatanya perasaan ini terlalu besar untuk dihilangkan. Gue nggak tau, apa gue bisa nerima kenyataan ini, begitupun lo." sambung Aga.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Kakak sama papa lo yang bakal kasih tahu, Dib" ucap Aga. Nada bicara Aga berubah menjadi dingin.
"Kenapa mereka?"
"Karena mereka yang membuat kita tak bisa bersama." jawabnya penuh penekanan. Aga sendiri merasa kecewa pada Deva, mengapa ia menyetujui kemauan papanya. Padahal ia tahu kemauan papanya itu merenggangkan hubungan Aga dan Adiba.
Diba yang merasa Aga berubah, memilih untuk diam. Lebih baik ia tanyakan sendiri pada Kak Deva. Diba hanya bisa membuat Aga melupakan masalahnya sejenak dengan mengajaknya bermain air di tepi danau. Sesekali Diba mengajak Aga mengabadikan moment ini. Entahlah, firasat Diba memang tidak enak, namun sebisa mungkin ia menutupinya dari Aga.
"Diba, janji sama gue. Jangan pernah menjauh dari gue, apapun yang terjadi." Aga bingung, karena Diba tak kunjung menjawab, ia masih menatap Aga dengan ragu. Namun seketika senyumnya mengembang.
"Iya, Diba janji. Aga juga ya" ucapnya lalu mengaitkan jari kelingkingnya dengan Aga.
'Tak apa jika semesta tak menjadikan kita sepasang yang saling. Setidaknya kita masih bersama dalam satu ikatan, meski berbeda dan terasa menyakitkan. Aku mencintamu, Adiba' batin Aga.
***
Akhirnya bisa up lagi :)
Jadi gimana?
Mendekati ending nih, happy ending or sad ending? 🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
A.G.A [Selesai]
Teen FictionAku pernah mencintai dengan sangat, lalu takdir memberi cobaan hebat, dan akhirnya kau membalas ku dengan luka yang menyayat~ SELAMAT MEMBACA SEMUA 🌈 VOTEMENT KALIAN ADALAH SEMANGATKU ❤