Die In Love

12 1 0
                                    

Dengan sangat santai bersenandung di depan cermin kamar mandi. Membasuh wajahnya hingga menempelkan berbagai krim dan bedak pada wajahnya. Tidak lupa lip balm ia gunakan pada bibirnya.

Itu memang kebiasaan Nova, selalu berdandan agar terlihat cantik di mata kaum Adam. Merasa sudah siap, ia masukkan perlengkapan make up nya kedalam tas yang ia bawa. Ia berbalik dan entah apa dan tangan siapa menikam juga membungkam mulutnya hingga ia tak sadarkan diri.

🗡🗡🗡

Matanya perlahan terbuka. Gelap dan lembab yang ia rasakan. Sangat terasa baginya tangan dan kaki terikat oleh kursi yang ia duduki. Dengan usaha keras ia ingin melepaskan ikatan tersebut, namun hasilnya nihil.

"Lepaskan aku!!" Teriaknya.

Berteriak pun percuma. Tak ada satupun orang disana. Ruangannya begitu gelap dan hanya ada satu kursi yaitu kursi yang Nova duduki saat ini.

"Tolong!!" Teriaknya.

Suara pintu kayu begitu melengking di telinga. Caya dari luar sangat menyilaukan mata hingga mata Nova menyipit. Suara sepatu dengan hak tinggi sangat terdengar kuat memasuki ruangan dan kembali menutup pintu kayu itu.

Langkahnya begitu menawan dengan sedikit tertutup dress hitam panjangnya. Hanya sedikit aksen emas di lengan dan bagian bawah dress. Gelang ditangannya bergemerincing mengisi ruangan itu. Rambutnya yang tergerai rapih tidak menyulutkan gayanya. Sulit dikenali dengan cadar berbahan kain yang menutupi hidung hingga menjalar ke dada dan menutupi lehernya.

"Siapa kau?" Tanya Nova.

"Welcome! Aku harap tidak ada yang mengganggu tidurmu." Jawab wanita bercadar itu.

Merasa belum puas dengan jawabannya, Novaa kembali bertanya. "Siapa kau?" Kali ini dengan suara yang lantang.

"Oh, come on. Kau tidak mengenalku?" Tanya wanita itu dengan suara yang tidak terlalu jelas karena tertutup kain.

"K..k..kau wanita itu?" Tanya Nova dengan suara gagap akibat rasa takut.

"Bagus jika kau masih ingat." Jawabnya.

"Sudah lebih dari seminggu aku tidak bermain dengan kalian bertiga. Saat ini aku akan bermain denganmu." Lanjutnya.

"Tidak, aku tidak ingin bermain apapun." Jawab Nova yang sudah mulai berkeringat dingin.

"Ayolah, kau sudah memulai permainannya dengan Ashika. Maka aku yang akan mengakhirinya."

"Itu bukanlah kesalahanku. Alika yang melakukannya. Aku hanya diam. Kau lihat kan?" Tanya Nova.

Diam menyelimuti. Membuat suasana menjadi begitu tegang.

Senyum terlihat dari raut wajah wanita itu. Namun entah senyum manis atau sinis. "Tapi siapa yang memberikan sebatang kayu pada Alika?!" Tanya wanita itu dengan emosi.

"Bukan aku." Jawab Nova yang mulai meneteskan satu air matanya.

"Jawab dengan jujur!!" Wanita itu mengeluarkan sebilah pisau yang membuat jiwa Nova ketakutan.

"Kau ingin tetap hidup, kan?" Tanya wanita itu sedikit menyentuhkan pisau itu ke pipi Nova.

"Ya, aku yang memberikannya." Jawab Nova.

Die In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang