24 Kabar dia

6 0 0
                                    

"Lalu apa rencana mu setelah ini?."
Tanya Oma Eni yang berada di kamarku.

Aku sudah menceritakan semuanya pada Oma Eni, dia sangat sedih mendengarnya.

"Aku belum tahu Oma, aku akan membicarakan ini lagi setelah sidang skripsi ku selesai setidaknya sampai aku wisuda."

"Baiklah semua keputusan ada ditangan mu, Oma juga ingin memberi tahu kabar tentang Dianna dokter bilang kanker Dianna sudah menyebar ke otak dan dokter memprediksi umur Dianna hanya tinggal dua bulan lagi."
Oma Eni menangis tersedu-sedu mengatakannya.

"Ya Tuhan, kalau begitu aku harus pulang Oma aku ingin menemani kak Dianna."

"Iya, Oma akan ikut bersamamu."

Aku menceritakan semua yang yang terjadi, tentang aku, kak Dianna dan Satria tentang cinta segitiga kami. Rasanya sedih sekali mendengar kak Dianna terserang penyakit berbahaya itu bahkan sudah stadium akhir dan sudah menyebar ke otak pula. Belum lagi dia harus melewati semua itu tanpa ada aku di sampingnya, kakakku pasti sangat menderita. Di saat yang bersamaan aku malah bersenang-senang disini bersama Satria yang tidak lain adalah kekasih kakakku, aku merasa kalau aku adalah adik paling buruk di dunia. Aku tidak sanggup jika harus kehilangan kak Dianna, aku akan hancur karena dia adalah segalanya bagiku, haruskah aku menyerahkan Satria yang sangat aku cintai, kak Dianna pernah bilang padaku kalau dia tidak akan menikah jika bukan dengan Satria, selama ini aku selalu mengalah untuk kak Dianna apa untuk hal ini aku harus mengalah juga, dulu aku juga berjanji akan mempertemukan mereka tapi bukan begini caranya ya Tuhan.

Mungkin aku akan kembali ke Jakarta tapi sebelum itu aku akan bicara dengan Satria, aku akan menemuinya. Kemarin dia sudah kembali ke markas dan sudah mulai bekerja lagi, jadi aku harus menemuinya ke markas.

"Kamu mau kemana bii?."
Mario datang tiba-tiba saat aku sedang memakai sepatu bersiap untuk pergi bersama mang Diman ke markas tni untuk menemui Satria.

"Aku mau keluar sebentar."

"Aku antar ya?."

"Ehh tidak perlu Mario, aku bersama mang Diman jadi jangan khawatir karena dia sudah biasa menemani ku."

"Kau menyindirku ya karena selama ini aku tidak ada untukmu?."
Wajah Mario menjadi sangat bersalah tapi dia masih menampakan senyumnya, jujur aku rindu Mario.

"Tidak sama sekali Mario, aku tidak bermaksud begitu, sudah dulu ya aku harus pergi."
Keadaan jadi benar-benar canggung, aku berada di dekat Mario tapi kenapa aku merasa sangat jauh dari nya.

"Baiklah kalau begitu hati-hati."

Mario belum pulang sejak kemarin katanya dia ingin menemaniku tapi itu sudah terlambat Mario karena aku sudah jatuh cinta pada orang lain. Bahkan aku merasa canggung saat bicara hanya berdua dengan Mario tidak seperti dulu kini segalanya telah berubah, mungkin karena aku dan Mario berpisah cukup lama jadi perasaanku padanya tidak begitu kuat. Aku sudah mencintai Satria hanya Satria.

Kini dia kelihatan tampan sekali memakai seragam lorengnya, tersenyum menghampiriku yang sedang menunggu nya.

"Kau merindukanku?."
Dia datang lalu  mencium tangan ku seolah tanganku adalah  benda paling berharga bagi nya.

"Tentu saja, bagaimana bisa aku tidak merindukanmu."
Jawabku tersenyum seakan sedang tidak ada masalah apapun saat ini.

"Ada apa kau kemari?."
Tanyanya sambil mengajakku duduk di pinggir lapangan apel, tempat biasa kami berbincang dulu saat aku mengerjakan skripsi.

"Ya karena aku rindu kamu."
Aku mencubit kecil pipinya.

"Itu saja?."

"Sekalian ingin pamit."
lanjutku.

Endless Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang