Entah karena trauma atau apa, Kelas 7-D, yang biasanya paling ribut kini malah jadi lebih anteng. Datang-datang langsung buka buku, rajin amat, dah. Author aja ga serajin itu :(
Tapi, kedamaian itu tentunya tidak bertahan lama. Karena tak sampai 1 jam otak-otak biadab mereka sudah kembali pada fungsinya yang sebenarnya.
Yang memulainya adalah Joe, si Ketua Kelas. Entah apa yang dipikirkannya, ia berjalan mendekati meja guru dan mengambil penghapus papan tulis. Ia lalu memanggil Dianne, yang notabene-nya kuat, untuk bantu angkat kursi.
"Taroh mana?" tanya Dianne.
"Sini, depan pintu." Dan Dianne pun meletakkannya sesuai tempat yang ditunjuk Joe.
"Lu ngapain, sih? Tumben amat," kata Dianne heran.
"Liat aja ntar," jawab Joe dengan seringai lebar, menandakan kalau apa yang mereka lakukan adalah hal yang nggak beres. "Intinya, lu bakal jadi partner in crime gue."
Dianne langsung mengernyitkan alisnya. "Nggak, nggak. Gamau. Lu kalo bikin gara-gara jangan ngajakin gua, dong."
Joe langsung merangkul pundak Dianne. "Sshhttt ... kan, lu yang bantu angkat kursi. Nyante aja lah, ntar gue traktir es krim."
"So, I refuse," jawab Dianne. Joe kalah telak.
"WHY?!"
"Gua maunya pentol."
"Yaudah, ntar gua beliin pentol," kata Joe pasrah.
"25 biji ye."
"Iyedah!"
Akhirnya, Joe pun naik ke kursi. Dengan cekatan ia menggeser pintu masuk karena emang pintu geser, menjepit penghapus papan tulis di antara kedua bilah pintu, dan kemudian turun dari kursi dengan muka sok innocent. Teman-teman yang melihatnya juga sama sok innocent-nya dengan dia, kecuali Dianne.
'Lu kalo bukan gegara pentol ga bakal gua bantu, njir,' batin Dianne sedikit geram.
Tak lama kemudian, bel masuk sekaligus tanda jam pertama berbunyi. Mereka berdua bergegas kembali ke tempatnya masing-masing. Joe dengan Johan dan Dianne dengan Victor.
"Tinggal nunggu si Harold masuk, awokawokaowk," gumam Victor biadab.
"Dasar anak nggak ada akhlak," komentar Dianne, tapi dia ketawa juga.
Beberapa menit berlalu, dan Pak Harold tak kunjung datang. Tapi mereka tetap sabar dan menunggu, sambil mabar atau bikin video tiq toq.
Dan saat yang mereka nantikan pun tiba, sodara-sodara!
Greekk-- PLUK!!!
Misi berhasil. Tapi, tidak ada satupun dari mereka yang berani tertawa.
'Duh, malah Bu Myniad yang masuk,' batin Chico.
'Wah, salah sudah,' timpal Joe dalam hati. Entah kenapa bisa, tapi mereka mungkin telepati.
'Lu, sih, banyak tingkah,' timpal Johan juga.
'Udahlah, ya. Gua ga ikutan,' batin Dianne pura-pura nggak tahu.
'WOI, LU GA BISA GITU DONG!!!' jerit Joe dalam hati membalas telepati teman-temannya.
Rongho Myniad, guru BK kelas 7 tahun itu, kini di atas kepalanya telah terbaring indah sebuah penghapus papan tulis. Efek percikan debu kapur itu memberikan kesan ombre pada rambutnya, tapi keterusan sampe muka dan bajunya juga :v
"Siapa yang bikin kreatipitas kayak gini?" tanya Bu Myniad dengan senyum sumringah. Joe si goblok langsung aja percaya sama senyuman kek gitu. Dianya ikutan senyum juga, dong.
"Saya bu!" Dan dia mengangkat tangan dengan semangat. "Tapi, saya nggak nyampe. Jadi, dibantuin juga sama Dianne."
'SI GOBLOK MALAH DIKASIH TAU SEMUANYA!!!!' batin sekelasan, geram dan heran.
Dianne yang mendengar namanya masuk dalam cerita Joe hanya pasrah. 'Gua lupa klo si Joe gobloknya ga ketulungan.' Dan sekarang ia menyesal telah menyia-nyiakan tenaganya untuk HuBar (Hukum Bareng).
"Kalian ini benar-benar kreatip, ya! Ibu salut sama kalian!" puji Bu Myniad. "Sekarang, saya mau kasih kalian hadiah."
"Hadiah apa, Bu?!" pekik Joe kesenangan, sementara teman-temannya sudah merasakan hawa tidak enak.
Dan berakhirlah mereka dengan lari keliling lapangan 7 kali. Meanwhile, lapangan sekolah mereka hampir setengahnya halaman Kerajaan Inggris.
Dari jauh, Bu Myniad mengamati mereka sekelasan dengan senyum yang lebih sumringah.
"Makan, tuh, hadiah. Awokawokawokawok."
Makanya, jangan nge-prank guru.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sadness: Bla Bla Bla Junior High School
HumorSebuah cerita Spin-off dari cerita utama The Sadness, The Sadness: Fake Person, dan The Sadness: Kind Person. ------------------------------ Di Kota London, hiduplah seorang anak yang baru lulus SD. Ia dan teman-temannya akan mulai memasuki jenjang...