Part 7

4.9K 536 32
                                    

Wisnu hanya duduk di teras rumah Noe. Noe sendiri duduk di sofa ruang tamu sembari terdiam meratapi nasibnya dan perutnya yang lapar. Wisnu memejamkan mata sejenak lalu menoleh ke jendela rumah Noe yang tertutup hordeng bunga-bunga.

"Maafin, Om, ya?" ucap Wisnu. Noe hanya diam dengan kaki di tekuk.

"Mau Om bawakan makanan untuk Noe?" tanya Wisnu lagi yang lama tak mendapat jawaban Noe. Wisnu nampak khawatir karena sedari tadi Noe tak menjawab pertanyaannya. Ia pun bangun dari duduknya dan mencoba membuka pintu rumah Noe.

Wisnu tersentak saat mendapati Noe tertidur di sofa dengan kaki di tekuk. Ia pun dengan cepat mengecek suhu tubuh Noe lewat keningnya. Hufh syukurlah tak apa. Sembari di usap Wisnu meminta maaf pada Noe.

"Maafin Om ya, Om nggak bisa jaga kamu dan Om selalu kalah sama istri Om sampai-sampai buat kamu kelaparan begini. Diam di sini, Om mau beli makan buat kamu ya." Wisnu bangun dan meninggalkan Noe sendiri di sofa. Begitu Wisnu keluar rumah Noe bangun dan mengunci pintu rumahnya lalu masuk ke dalam kamar setelah meneguk segelas air putih untuk menenangkan cacing perutnya.

Wisnu yang telah membeli sebungkus nasi dengan lauk tempe orek dan telur dadar nampak cemas karena Noe telah mengunci pintu rumahnya. Ia tahu Noe kelaparan dan merasa tak enak jika Wisnu harus membelikannya makanan. Wisnu kembali duduk di teras rumah Noe.

"Noe, buka pintunya, Om udah bawa makanan nih buat Noe," seru Wisnu berharap Noe akan mendengar dan membuka pintu. Tapi percuma karena Noe benar-benar telah tertidur dan tak akan membuka pintu untuk Wisnu. Karena sudah semakin malam, Wisnu pun beranjak dari sana dan masuk ke dalam rumahnya sendiri.

Ia menaruh makanan untuk Noe di dapur dan pergi ke kamarnya. Ia melihat Santi nampak berbaring dengan buku novel di tangannya. Wisnu mengabaikan istrinya itu dan langsung tidur.

"Nggak usah terlalu baik sama orang, nanti orang itu ketergantungan sama kita, kalau udah ketergantungan yang repot siapa? Mending kalau kita nggak di manfaatin, lagian kaya banyak duit aja sok bantu kasih makan orang lain." Wisnu mencoba tak mendengarkan kalimat itu dari bibir istrinya dan memilih untuk memejamkan mata.

Kalau ia mau egois Wisnu bisa saja marah pada sang istri karena kalimatnya yang buruk itu. Tapi tidak, Wisnu lelah bertengkar dengan Santi.

"Kamu denger nggak sih aku ngomong?" tanya Santi kesal dan Wisnu tetap mempertahankan posisi tidurnya. Santi melempar buku novelnya dan mengguncang tubuh Wisnu.

"Kamu bersikap kaya gini sama aku hanya karena bocah ingusan itu?!" bentak Santi kesal. Wisnu yang sudah berusaha menahan dirinya tak tahan lagi. Ia bangun dan menatap Santi tajam sampai Santi sendiri tersentak kaget.

"Kamu calon Ibu, San, tidak bisakah kamu memiliki hati sedikit saja. Apa salah Noe sampai kamu sebenci itu dengannya?? Apa salahnya!!" bentak Wisnu yang sedari tadi menahan emosi dan tak sanggup menahannya lagi. Santi terdiam kaget karena baru ini mendengar Wisnu semarah ini.

"Wisnu ...."

"Aku nggak sangka kamu seperti ini, San. Kamu dulu pacarku yang manis, kamu yang anggun, mana Santi ku yang dulu!!!" Wisnu bangun dan hendak pergi dari kamar.

"Kamu yang buat aku berubah, Nu." Wisnu terdiam di tempatnya saat mendengar itu dari bibir Santi. Wisnu menoleh dan melihat Santi menunduk sedih.

"San, kalau yang kamu bahas adalah malam itu, aku sudah berapa kali minta maaf sama kamu. Itu keadaan, aku khilaf dan niatku adalah menghangatkan kamu yang kedinginan, toh kamu juga tidak berontak saat itu."

"Aku tidak berontak karena kondisi ku yang lemah."

"Mau sampai kapan sih kamu bahas ini? Aku sudah bertanggung jawab dengan apa yang aku perbuat padamu, toh aku menyayangi mu, mencintaimu, tapi kenapa kamu seperti ini?"

Aku sayang, Om (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang