part 8

6.7K 218 7
                                    

[POV Laras]

Saat tiba di depan rumah nya aku meminta izin untuk ke kamar mandinya karna aku sudah tak tahan menahan tawa ku melihat wajah nya.

"Mbak Amira, saya boleh numpang  ke kamar mandi mbak ya, sudah tak tahan. Takut ngompol di jalan, hehe."

"Oh iya, Mbak, masuk saja."

Aku langsung terkikik puas saat masuk ke kamar mandinya. Melihat wajahnya memerah yang menunjukkan bahwa dia menahan emosi atas perkataanku tadi. Rasakan! Itu baru permulaan, Nirmala!

Setelah selesai buang air kecil, aku tak sengaja mendengarkan Nirmala yang tengah mengoceh seorang diri. Aku mendengarkan ocehannya dengan seksama. Suaranya memang samar, bicaranya pelan, tapi masih bisa kudengar karena jarak yang cukup dekat.

"Kurang ajar Mbak Laras! Beraninya dia ngata-ngatain aku bodoh, nenek sihir, pelakor. Ih! Memang ya, dia belum kapok juga. Kenapa sih kemarin itu bukan dia saja yang mati? Kenapa harus anaknya? Kenapa harus anaknya yang memakan bolu beracun itu?"

Duaaarrr! Bagai disambar petir. aku terdiam dan termangu mendengar ocehannya itu. Jadi, wanita berhati busuk ini yang telah membunuh anakku? Air mataku luruh, wanita ini benar-benar kejam dan biadab! Putriku tak bersalah. Mengapa dia tega membunuh putriku?
Segera kuseka air mataku, lalu menghampirinya.

"Mbak Amira!"

"Eh? M-Mbak Laras sejak kapan di sini?"

"Baru kok, saya baru selesai. Kalau begitu saya pulang dulu ya, terima kasih tumpangannya. Daahh, Mbak Amira."

Pandanganku lurus, pikiranku kacau. Kenapa aku baru tahu sekarang? Ya, memang salahku. Saat dokter meminta izin untuk melakukan otopsi, aku malah mengatakan bahwa hal itu tak perlu dilakukan. Aku berpikir bahwa sebab keracunannya Nisa diakibatkan jajan sembarangan. Saat itu aku juga sedang linglung, memikirkan bahwa bagaimana pun hasil otopsinya, Nisa tetap tak bisa kembali.

"Dasar Iblis Betina!"

Sepanjang jalan aku menggerutu sendiri. Air mata terus turun. Marah, kesal, benci, murka, dendam, saat ini tengah menguasai diriku. Mas Arfan yang melihat keadaanku seperti itu, langsung terlihat panik.

"Dek, kamu kenapa? Kenapa menangis?"

Kutatap ia dengan penuh kebencian. Demi lelaki mata keranjang ini wanita iblis itu menghancurkan berlianku, mematahkan hati seorang Ibu.

"Aku membencimu, Mas! Akan kuhabisi Iblis Betinamu itu!!!" aku berteriak marah. Dengan suara lantang aku memakinya yang bingung. Kuremas bahu suamiku.

"Andai kamu tak bermain gila dengannya, kita tak akan kehilangan Nisa mas! Dia yang telah membunuh putriku, Mas!! Dia pembunuh!!! Wanita jahannam itu telah menghabisi anak  yang tak berdosa! Ini semua karenamu, Mas!! Kamu adalah biang dari segala masalah ini!! Apa yang kamu pikirkan tentang perasaanku, Mas? Tanya!!! Tanya bagaimana perasaan seorang Ibu yang kehilangan putrinya akibat nafsu suaminya sendiri!! Kalian! Kalian berdua memang iblis bertopeng manusia!! Aku yang mengandung Nisa, melahirkannya, menyusuinya, membesarkannya dengan susah payah, Mas! Kemiskinan ini membuat aku menjadi ibu yang gagal untuk anakku. Anakku tak bisa sebahagia anak seusianya. Setahun sekali aku memberinya makanan enak, itu pun hanya sekedar opor ayam dan ketupat tanpa membeli baju baru. Di hari-hari lain, aku hanya mampu menyuguhkan telur dadar atau tahu tempe, bahkan dia juga rela hanya memakan nasi dan garam, Mas. Ini balasanmu untuk putriku yang juga rela susah demi mengerti keadaan kita? Nisa masih kecil, dia masih polos, kenapa wanitamu itu tega mengirimkan putriku pada Allah secepat ini?  Oh, atau, atau jangan-jangan kamu juga bersekongkol dengannya untuk membunuh putriku, Mas? Jujur!! Iya 'kan? Jawab aku, Mas!"

Tetangga BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang