part 10

6.9K 212 1
                                    

Haiiii assalamualaikum 💕
Aku mau terimakasih untuk 1k readers, aku ga nyangka kalo cerita ini bisa tembus segini wkwkkw lebay yaak 😅
Oke deh lanjut baca yaaa..
Enjooyyy 🤗

------

[POV NIRMALA]

Ku lihat Mas Arfan datang padaku dengan tergesa-gesa. Tumben sekali dia berani datang ke rumahku secara terbuka seperti ini.

"Mas kenapa? Masuk Mas, nanti ada yang lihat." ia masih mencoba mengatur nafas.

"Kamu baik-baik saja, Nirmala?" Tanya nya dengan cemas kepada ku.

"Seperti yang kamu lihat, aku baik Mas. Memangnya kenapa? Kamu kok seperti orang kesetanan?"

"Apa Laras sudah tahu siapa kamu?"

"Aku rasa sih belum, Mas. Dia masih membahas tentang Nirmala padaku tadi. Bahkan dia menjelek-jelekkan aku. Masa aku dibilang nenek sihir lah, wanita bodoh lah, pelakor lah, banyak deh. 'Kan aku sebel, Mas." Adu ku kepada Mas Arfan. Aku harus mencoba lebih keras agar Mas Arfan mau segera menceraikan wanita buluk itu dan segera menikahiku.

"Sayang, kamu harus lebih berhati-hati ya. Aku takut rahasia kita terbongkar. Jika Laras tahu kamu adalah Nirmala, dia pasti akan marah besar." What?? Apa barusan Mas Arfan mencoba meremehkan ku??

"Aku nggak takut Mas sama dia."

"Aku yang takut kamu kenapa-kenapa. Laras sedang hamil, kamu juga harus paham itu.

"Iya-iya, Mas."

Seketika aku terbelalak melihat Mbak Laras yang sudah berdiri di belakang Mas Arfan. Sejak kapan dia di sana?

"Oh iya, tadi Lar-"

Sebelum Mas Arfan melanjutkan kalimatnya, aku terlebih dahulu memberikan kode padanya agar berbalik. Ia juga ikut terkejut saat berbalik. Untungnya Mbak Laras tak mendengar obrolan kami. Tetapi aku harus mencari alasan agar Mbak Laras tak curiga mengapa suaminya ada bersamaku. Dia pun mengusir Mas Arfan.
Aku yang kala itu ingin ke pasar, dicegat olehnya. Mbak Laras ingin ikut ke pasar, mau tak mau aku harus menuruti kemauannya. Sebelum pergi, dia sempat izin untuk memakai kamar mandiku.

Kami pergi ke pasar berdua. Orang-orang mungkin melihat kami ibarat permata dan batu. Yang satu cantik berkilau, yang satu lusuh tak enak dipandang. Atau mungkin orang berfikir jika aku sedang berjalan dengan pembantu.

Aku mulai memilih sayuran. Mbak Laras juga ikut memilih. Saat ia akan membayar belanjaannya, aku sempat terperangah karena ia mengeluarkan uang besar seratus ribu rupiah. Ah, itu pasti uangku yang diberikan Mas Arfan untuknya.

Setelah kami selesai berbelanja, kami langsung pulang. Saat hampir sampai di rumah, tiba-tiba Mbak Laras menjatuhkan belanjaannya, wajahnya terlihat shock. Kenapa lagi wanita ini? Saat aku tahu alasannya, aku pun ikut shock. Bukan hanya belanjaanku yang jatuh, tubuhku juga ikut ambruk berlutut di tanah. Rumahku bersampul merah. Kepulan asap hitam memenuhi langit. Aku kelu, yang kupikirkan adalah harta yang ada di dalamnya.

Aku berlari ingin menerobos melawan kobaran api, memyelamatkan hartaku. Tapi warga-warga ini malah menghadangku. Aku meraung seperti orang gila. Mbak Laras datang untuk menenangkan, sementara pikiranku berkata dia yang telah membakar rumahku. Aku menuduhnya, dia malah balik marah. Ya, dia ada benarnya. Bagaimana mungkin dia membakar rumahku? Kami baru saja pulang dari pasar. Si miskin ini juga tak mungkin mampu membayar orang suruhan. Habis sudah hartaku. Bagaimana nasibku ke depannya? Ibu sudah tak mau lagi menerima aku. Mengingat kejadian sebelum aku pindah kemari.

#Flashbackon

"Bu, aku ingin pindah rumah. Maksudku, ingin membeli rumah sendiri."

"Apa yang salah dengan rumah ini, Mala? Kenapa tiba-tiba kamu ingin membeli rumah baru? Kamu akan tinggal sendirian?" Kulihat ibu menghawatirkan anak nya jika tinggal sendirian.

"Aku akan menikah, Bu." Ucapku kepada ibu.

"Menikah? Dengan siapa? Orangtuanya memiliki bisnis apa? Sederajat dengan kita 'kan?" Ibu sangat terlihat bahagia mendengar jika aku akan menikah, tapi apakah ibu akan menerimanya.

"Mas Arfan-"

"Apa???  Sudah gila kamu, Mala! Lelaki itu sangat miskin! Ibu tak mau memiliki menantu yang miskin, bagaimana dengan hidupmu, Mala?" Benar dugaanku, jika ibu tidak akan menerimanya.

"Aku mencintainya, Bu."

"Cinta? Apa kamu sanggup makan nasi garam setiap hari demi cinta? Nirmala, kamu itu terlahir sebagai orang terpandang. Pintar sedikit kamu, orang miskin kok dicintai? Jangan hanya mencari yang modal tampang! Duit itu perlu, Mala. Cari yang berdompet tebal, bukan miskin seperti Arfan. Ya ampun Mala, pusing kepala Ibu."

"Bu, aku mohon restui aku dengan Mas Arfan. Hanya dia satu-satunya pria yang aku cinta."

"Jangan bodoh kamu, Mala! Lelaki kaya masih banyak di luar sana. Kalau perlu pergilah ke kota, akan kamu jumpai lelaki kaya yang tampan. Apa yang mau kamu harapkan dari Arfan? Arfan itu miskin Nirmala, miskin! Ibu saja meludah setelah melihat dia."

"Mala akan tetap pada pendirian Mala, Bu. Mala ingin pindah dari sini dan memulai hidup baru dengan Mas Arfan!" Ucapku menantang ibu.

"Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusan kamu. Dasar anak keras kepala. Susah payah Ibu merawatmu dari kecil, setelah dewasa malah susah diatur. Ibu akan memberikan pegangan untuk kamu. Semua perhiasan yang telah kami berikan untukmu, bawalah pergi. Bawa uang-uang yang sudah Ibu berikan padamu. Tapi, dengar satu hal Mala, jika kamu mengalami kesulitan, jangan pernah menghubungi Ibu atau Ayah lagi. Jangan pernah kembali menginjakkan kaki ke rumah ini lagi! Ibu tak sudi merestuimu dengan pria miskin seperti Arfan!! Ingat Mala, Ibu sudah berbaik hati memberimu pegangan uang. Tapi setelah pegangan itu habis, jangan pernah berharap Ibu akan memberikan sepeserpun lagi. Ibu tak akan menerimamu di rumah ini lagi, pergi kamu Mala!!?"

#flashbackoff

Kini semuanya hancur berantakan. Rumah dan semua hartaku, semuanya habis tak bersisa.
Sisa uang di dompetku hanya tinggal dua ratus tiga puluh ribu rupiah. Semua emas yang kupakai sudah kulepas dan kusimpan dalam lemari sebelum berangkat ke pasar. Malang sekali nasibku ini.
Mataku mencari keberadaan Mbak Laras di sekitar, tapi tak terlihat. Dia sudah hilang. Pasti dia sedang berpesta ria merayakan kehancuranku.

Mataku tertuju pada Mas Arfan yang sudah berpeluh keringat membasahi tubuhnya. Betapa baiknya kekasihku ini, dia pasti ikut cemas akan kemalangan yang menimpaku saat ini. Aku menghampirinya yang sedang sibuk menyiram api, kuraih lengannya dan kupeluk dia dengan segenap jiwa. Aku tak perduli pada mata warga yang melihat keberanian ku, tak perduli pada gosip yang akan tersebar.

"Nirmala, di sini banyak orang. Jangan seperti ini, jika Laras melihat, dia bisa-"

"Aku tak perduli, Mas. Aku hanya membutuhkanmu. Aku mohon jangan tinggalkan aku setelah kejadian ini."

Prok prok prok

Tepuk tangan seseorang membuatku bergetar. Wajah Mas Arfan juga pucat. Mbak Laras berdiri di belakang kami dengan seorang wanita tua.

"Mbak Amira, dia suamiku. Atas dasar apa kamu memeluk suamiku?"

"Mbak, tolong dengarkan penjelasanku. Ini salah paham. Tadi aku tersandung batu, jadi suamimu menolongku."

"Tidak ada batu di sini, Mbak Amira." Ucap salah satu ibu-ibu yang sudah bergerombol.

"Bohong tuh, Mbak. Dia hanya berdrama, omong kosong. Perempuan itu memeluk Mas Arfan secara tiba-tiba, Mas Arfan juga membalas pelukannya, tidak ada acara tersandung." celetukan Mbak Darmi yang tanpa diundang itu semakin membuat mulutku membisu.

"Ayo pulang, Mas. Nirmalamu itu sudah miskin. Ini adalah azab kecil untukmu Nirmala! Nikmatilah ujian ini, sebagaimana aku menikmati ujian yang dikirimkan padaku lewat dirimu."

Seketika penuturan Mbak Laras membuat kepalaku terasa berat. Mataku berkunang-kunang. Dalam pandangan kabur, masih bisa kulihat Mbak Laras menampar wajah Mas Arfan dan menariknya pulang, diikuti oleh wanita tua di belakangnya. Setelah itu, gelap!

TBC~~

SEE YOUUU 👋

Tetangga BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang