9. SAUDARA TIRI

232 19 1
                                    

#NWR #PERWITA #ROMANCE #FIKSI #REBORN

"Mala, apakah tak ada minatmu sama sekali untuk berbisnis?"
"Ma, aku tuh pengennya kawin dengan Aksa, jadi nyonya besar seperti Mama."
"Tapi Aksa menolakmu. Adakah lelaki kaya lain yang mau?"
"Nggak tahu. Selama ini aku hanya fokus ke Aksa."
"Mama pikir ... karena kau suka dugem, mintalah ke Basuki untuk mengelola salah satu bar di hotel, jadikan tempat dugem yang fenomenal."
"Ide yang bagus, Ma."
*

Dirgantara ragu, tapi Perwita meyakinkannya, "Kumala perlu diberi kesempatan, Pa. Kalau tidak berhasil, dari awal kita kan sudah bisa memperkirakan berapa uang yang terbuang sia-sia."
Basuki diam-diam setuju dengan pendapat Perwita.

"Wita!"
"Ya?"
"Yuk, makan siang bareng."
Basuki mengajaknya ke Bon Ami di Jl. Dr. Sutomo.
"Makasih ya."
"Makasih untuk apa?"
"Mendukung rencana Kumala. Kalau aku yang mengatakannya, pasti ditolak. Maaf aku sempat menyekapmu untuk merebut jabatan Direktur Pemasaran, sekarang kuakui aku memang kalah darimu."
"Tidak Bas, aku menang karena aku lebih tua tiga bulan darimu hahaha ... kalau sebaliknya, pasti kau yang menang."
Mereka tertawa bersama dengan akrab.

Duduk berhadapan, Basuki memandang Perwita, hatinya berdetak, ada debar halus yang tak biasa. Ia menepisnya jauh-jauh, ini kakak tirinya!
Susah payah ia menahan gejolak hatinya, tawa Perwita yang renyah, senyum yang menawan, bibir mungilnya yang mengundang kecupan. Aaahhh ....
*

Suatu sore Perwita sudah mau pulang, ia melihat lampu kantor ayahnya masih menyala.
"Papa kok belum pulang?"
"Malas bertemu dengan ibumu."
"Mau menginap di apartmenku?"
Jadilah mereka ke Mal Galaxy untuk membeli baju yang akan dipakai ke kantor besok, makan di food court, lalu meluncur ke Gunawangsa MERR.
Dirgantara heran Perwita menolak membeli apapun, belum butuh, katanya. Sungguh berbeda dengan Kumala, belum ditawari pasti sudah meminta ini itu.

Apartemen Perwita one bedroom, gadis itu mengalah, akan tidur di sofa.
"Tidurlah dengan Papa, Wita, ranjangnya cukup lebar untuk berdua."
Paginya ia memasak nasi goreng.
"Ini nasi goreng terenak yang pernah kumakan."
"Ah, Papa lebay."
"Loh bener, mungkin karena kau memasaknya penuh cinta."

Dari sesekali akhirnya keseringan Dirgantara tidak pulang ke rumah. Sebenarnya itu hal biasa, ia sering pergi sidak ke hotel-hotelnya. Yang berbeda, ia tak menyiapkan pakaian ganti, dan banyak pakaian baru yang stylenya berbeda dengan pakaian-pakaiannya, ada sentuhan peremajaan. Sukesih curiga.

Kebetulan ada tamu bisnis yang harus ditemui sampai larut malam, Dirgantara mengajaknya menginap di hotel saja. Ada butik di hotelnya, mereka membeli pakaian ganti untuk Perwita.
Kali ini Sukesih menguntit Dirgantara, ia bertekat melabrak perempuan yang menggoda suaminya. Sudah lama tak bertemu, dan Perwita yang dulu berambut panjang memotong pendek rambutnya, sekarang memakai make up, sang ibu tiri tidak mengenalinya.
Setelah mereka masuk kamar, seperempat jam kemudian Sukesih menggedor kamar itu. Dirgantara membukanya, hanya memakai boxer dan kaos dalam, "Sukesih?"
"Mana perempuan penggoda itu?" ia menerobos masuk.
"Tunggu!"
Perempuan yang marah tak bisa dicegah, ia menjambak rambut Perwita.
"Aduh! Mama?"
"Wita?"
Keduanya kaget.
"Jadi selama ini, kalau Papa tidak pulang, ia menginap denganmu?"
Perwita mengiyakan.
"Kau buka kamar lagi, aku mau menginap di sini."
*

Paginya Dirgantara menunggu Perwita turun sarapan, tapi gadis itu tidak muncul. Ditanyakannya nomor kamarnya di reception, tak ada tamu bernama Perwita.
"Wita? Dimana kau?" ditelponnya dengan kuatir.
Perwita tertawa.
"Saya bertemu Basuki, ia mengantarku pulang ke apartemen."
Dirgantara lega, Sukesih cemberut. Sampai pagi ia didiamkan suaminya, dan pagi ini ia menelpon, Basuki menginap di apartemen Perwita.
*

Sudah lewat tengah malam, tampaknya Basuki capai. Perwita menawarkan menginap, tidur di sofa.
Paginya Perwita memasakkan fettuccine aglio olio untuk sarapan.
"Kau pintar masak, kenapa tidak ikut Master Chef."
"Ouw tidak! Pengetahuan dasarku masih kurang, tak mungkin menang."
Perwita tersenyum, dulu Arlisah punya kantin untuk mahasiswa dekat kampus UI Depok.

Hari itu Sabtu, mereka tidak ngantor, Perwita meminjamkan pakaian Dirgantara.
"Punya pacarmu?"
"Orang yang kucintai." Perwita tersenyum misterius, membuat Basuki cemburu, menduganya Aksa.
Nonton TV bersama, mereka mengobrolkan banyak hal. Kemudian Aksa datang, dengan penuh pengertian Basuki pulang.

"Sepagi ini dia sudah di sini?"
"Dia menginap."
"Tidur denganmu?"
"Tentu tidak, ia tidur di sofa."
"Baguslah! Akan kubunuh setiap lelaki yang berani menjamahmu. Kau milikku, Perwita."
Aksa menciumnya penuh nafsu, dan mereka pindah ke kamar melampiaskan hasrat terpendam.
*

"Basuki jatuh hati padamu, Wita."
"Ah, ngaco." Perwita memeluknya.
"Aku melihatnya merasa terganggu dengan kedatanganku, dan sinar matanya saat memandangmu, berbeda dengan dulu."
"Ya, ia mencintaiku, aku kan kakak tirinya."
"Bodoh!" Aksa mencubit hidungnya, "itu sorot mata lelaki penuh hasrat."
"Kalau tak percaya, godalah dia. Saat ia menjamahmu, aku akan datang membunuhnya!"
"Ih, serem."
*

Basuki pulang ke rumah, uring-uringan. Kumala yang ingin mendiskusikan renovasi bar diabaikannya, masuk ke kamar membanting pintu.
Sukesih menyusulnya.
Basuki tidur menelungkup sambil memukul-mukul kasur.
"Ada apa, Bas? Ayo ceritakan kepada Mama."
Pemuda itu membalikkan badan.
"Ma, aku jatuh cinta kepada Perwita. Bagaimana mungkin?"
"Hah?"
Sukesih masih tidak suka kepada Perwita, tapi melihat luka di mata Basuki ia ikut sedih. Haruskah dibongkarnya rahasia itu?
*

Basuki mepet Perwita terus, setiap hari ada saja alasannya mengajak diskusi, terutama tentang renovasi bar Kumala.
Aksa selalu datang mengajak makan siang, tak ada kesempatan untuknya.

Dirgantara menawarkan membeli apartemen yang lebih dekat ke kantor, Perwita menolak.
"Papa ingin tinggal bersamamu, apartemenmu kekecilan."
"Ooo kalau itu lain cerita Pa." Perwita tertawa.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, Perwita memilih Midtown Residence, tapi ia tak melepas yang di Gunawangsa MERR. Sesekali ia kencan dengan Aksa di situ.

"Pindah?"
"Ya, Bas. Papa sering menginap, lama-lama tak nyaman seranjang dengan Papa."
"Takut incest?" Basuki tertawa.
"Ya, nggaklah." Perwita memukul pundak Basuki.
"Kalau mau incest, ya denganmu, yang muda," kata Perwita bercanda.
"Aku mau, Wita, kapan?"
"Apanya kapan?"
"Incest."
"Kau gila."
Perwita memukul Basuki, pemuda itu lari menghindar, gadis itu mengejar. Sampai suatu kali kakinya terantuk sesuatu, ia berteriak, Basuki membalikkan badan, tapi tubuh Perwita menimpanya, mereka jatuh di lantai, Basuki telentang, Perwita menelungkup di atasnya. Wajah mereka begitu dekat.
Basuki tak mau membuang kesempatan, diciumnya bibir mungil itu lembut.
Perwita kaget, cepat melepaskan diri.
"Kau gila," omelnya.
"Kan mau incest." Basuki nyengir.

bersambung

Surabaya, 15 April 2020
#NWR

PERWITA bangkit dari kematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang