7. Beginning of destruction

16 2 0
                                    

Pagi ini tidak cerah ataupun hujan tetapi sejuk, pagi yang seperti ini banyak di sukai oleh manusia bahkan bisa membuat semangat manusia meningkat. Arthur pagi pagi sekali sudah berangkat ke sekolahnya, membuat Tasha geram karena ia di tinggal olehnya.

Pimmm

Suara klakson mobil terdengar di depan rumahnya, Tasha dan Rani sang ibunda saling menatap, kemudian Tasha beranjak untuk keluar melihat siapa yang datang di pagi ini. Bisa saja sang Abang balik lagi untuk menjemputnya.

Setelah pintu terbuka ia nampak aneh dengan mobil di depan rumahnya, itu bukan mobil milik Abangnya. Lalu siapa dia? Atau mungkin pemilik mobil itu teman ibundanya, ah! Itu bisa jadi.

"Tasha"  Panggil seseorang keluar dari mobilnya, sungguh Tasha membelalakan matanya melihat pemandangan di depannya. Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa dia ada disini? Bahkan tau rumahnya?

"Sorry, gue nggak ngabarin elo dulu soalnya gue juga di kabarin mendadak oleh Kak Arthur. Dia bilang gue suruh jemput elo, dan dia juga shareloc rumah lo"

Ghasa, orang yang datang untuk menjemput Tasha, karena melihat ekspresi Tasha yang memiliki banyak pertanyaan ia pun ber inisiatif untuk menjelaskan sebelum dia bertanya. Tetapi Tasha masih tak bergeming melihat Ghasa yang datang untuk menjemputnya, bagaimana ini? Bagaimana jika Ghaitsaa melihatnya bersama Ghasa.

"Lho, siapa ini?"

Tasha di kejutkan oleh kedatangan ibundanya, ia memasuki rumahnya untuk mengambil tas yang sudah ia siapkan di sofa. Bahkan pertanyaan ibundanya belum ia jawab, sungguh tidak sopan anak itu.

"Ghasa tante, saya di suruh kak Arthur untuk jemput Tasha"

"Oh kaya gitu, ya sudah kamu bawa mobilnya hati-hati"

"Baik tante"

"Ya sudah bun, aku berangkat ya. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"

Tasha kembali dengan menggendong tasnya kemudian ia langsung berpamitan supaya tidak terlambat, begitu juga dengan Ghasa. Setelah mereka mencium punggung tangan Rani, Tasha memasuki mobil terlebih dahulu tanpa menunggu sang pemilik mobil, hadeuh-,buru-buru amat.

Di perjalanan nampak hening karena Tasha yang sedang beradu antara ego dan hati kecilnya, ia sungguh takut jika Ghaitsaa melihat dirinya bersama Ghasa. Apa yang akan ia jelaskan nanti? Jika ia bilang ke Ghasa sama saja dirinya membuat malu sahabatnya. Yaampun, ini sungguh rumit. Pikirannya kalang kabut sekarang.

Sepertinya Ghasa melihat kecemasan di wajah Tasha, Ghasa ingin sekali bertanya untuk memecahkan keheningan tetapi ia takut jika pertanyaan tak di jawab, atau bahkan ia di marahi olehnya. Astaga! Bukankah dia laki-laki? Untuk apa dia takut akan hal itu, bodoh!.

Tidak! Dia bukan Artha yang gengsinya setinggi langit, tetapi dia juga bukan Eza yang playboy nya setinggi langit. Cukup ia menjadi diri sendiri, setelah di pikir matang-matang ia akan bertanya kepada Tasha, soal jawaban yang akan di berikan itu masalah nanti.

"Sha, lo baik-baik aja?"

"Emang gue keliatan nggak baik?"

"Bukan gitu, tapi lo keliatan cemas. Lagi mikirin apa emang?"

"Ghaitsaa, eh.. itu si Ghaitsaa kan daftar calon Ketos juga, jadi gue mikirin itu"

"Oh! Yakin cuma itu?"

"Iya, yakin kok!"

Susana kembali hening seperti semula, tetapi wajah Tasha masih sama seperti tadi. Ghasa yakin ini ada sesuatu, ah, sudahlah! Ini urusannya untuk apa dia pensaran. Tetapi jika suasana terus seperti ini, sungguh sangat tidak baik. Seakan-akan mereka dua manusia yang tidak saling mengenal.

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang