12. Tasha&Artha

4 1 0
                                    

Masih dengan hari yang sama yaitu Sabtu, terlihat 2 orang berbeda gender tengah duduk di sofa ruang tamu. Mereka nampak diam sejak 10 menit yang lalu, saat pria itu baru datang hanya mengucapkan kata 'hai' saja. Setelah itu tak ada perbincangan sama sekali, sedangkan si gadis masih menahan rasa canggung serta menetralkan jantungnya yang sedang brdebar-debar bak bas speakers.

Artha dan Tasha dua orang berbeda gender yang sedang di rumah milik Tasha, bahkan sudah ada cemilan serta minuman yang di sediakan oleh Rani ibundanya.

"Ada apa?"

Siapakah yang bertanya? Pastilah Tasha, sedangkan Artha sedang mencoba menahan gengsinya sejak tadi. Astaga? Apakah Artha tidak malu? Dengan seorang wanita ia malah gengsi, bahkan wanitanya dulu yang bertanya. Hilangkan egomu Tha! Sepertinya pria itu kurang berpengalaman jika berbincang dengan  seoorang hadis.

"Gue mau tanya sesuatu ke elo, tapi lo jawab yang jujur? Apapun yang gue tanya ini"

"Apa?"

"Apa lo suka sama gue?"

Deg! Pria sialan! Apa yang akan Tasha jawab sebagai seorang wanita? Cih! Pria macam apa dia ini, jika begini namanya mempermalukan kuadrat Tasha sebagai wanita. Bahkan sekarang Tasha bungkan karena terkejut dengan pertanyaan Artha, ia bingung sekarang. Lihat saja! Pria itu malah menatapnya, membuat gadis itu sedikit menunduk.

"Jawab aja, gue nggak akan marah toh buat apa marah, malah gue seneng kalo lo jujur"

Gaya bicaranya yang setinggi langit hingga ia tak berkaca dulu saat berucap, Artha sendiri saja sulit untuk jujur kepada sahabatnya dan dia malah menceramahi gadis ini untuk jujur. Namun, Tasha masih bungkam tak mampu menjawab.

"I-iya"

Tasha menjawab dengan menunduk, sebenarnya Tasha berpikir, apakah dia sedang bertanya untuk menjadikannya kekasih? Artha tersenyum mendengar penuturan Tasha, kejujuran memang membuat seeorang lega meskipun kejujuran itu sulit bahkan pahit.

"Gue suka kejujuran elo, tapi maaf! Gue nggak bisa balas perasaan lo, tapi lo tenang aja, akan ada pria lain yang lebih baik untuk elo. Dia sayang sama elo, gue harap lo juga bisa sayang sama dia"

Sungguh pernyataan Artha membuatnya sesak, ingin sekali ia berteriak dan menangis. Tetapi tak mungkin ia melakukan hal itu di depan Artha, sudah cukup kemarin ia menangis di hadapan Ghasa bahkan di pelukannya. Sebenarnya Artha tidak tega untuk menyakiti wanita, tertapi demi sebuah persahabatan ia harus jujur bukan?

"Terus, lo tanya kaya gitu buat apa?"

Sebenarnya Tasha sedikit kesal karena Artha bertanya yang membuatnya begitu malu, kenapa pria ini bertanya seolah-olah tak ada beban! Harusnya dia memikirkan perasaan Tasha yang sekarang hancur.

"Gue pengin lo sama Ghaitsaa kembali seperti dulu, jangan pertaruhkan persahabatan elo demi gue ataupun Ghasa"

"Gue nggak mempertaruhkan itu demi elo ataupun Ghasa, gue hanya nggak suka aja cara Ghaitsaa yang seperti itu. Dia tau gue suka sama elo, tapi dia malah deketin elo tanpa rasa bersalah!"

Nah loh kan! Tasha sekarang malah kesal, bahkan dia marah kepada Artha. Sikapnya cukup membuat Artha juga tersulut emosi, dia kesini untuk berucap baik-baik bukan untuk membuatnya kesal, tetapi kenapa malah seperti ini?

"Tunggu! Nggak seharusnya elo nyalahin Ghaitsaa, sebelum elo berucap seperti itu, harusnya elo juga ngaca dulu. Lo juga tau kan jika Ghaitsaa suka sama Ghasa? Tapi lo juga deketin dia! Sama bukan!"

Loh! Kenapa Artha tak terima mendengar penuturan Tasha, itukan kebenaran! Tasha semakin kesal karena sikap Artha yang tak terima padanya.

"Ya udah lo boleh pergi sekarang!"

Artha terkejut dengan pengusirannya, ia tak melakukan apapun, terapi kenapa gadis ini malah mengusirnya. Artha langsung beranjak pergi dari rumah Tasha, tanpa berucap apapun. Sungguh Tasha tak habis pikir dengan pria itu, bagaimana bisa ia tak berperasaan seperti itu.

Kini Tasha menangis di kamaranya, untung saja sang Abang sedang berada di sekolah jadi ia tak tau masalah yang menimpa adiknya. Rani sang ibunda mengetahui semuanya, bahkan sekarang ia merasa iba dengan putri bungsunya. Namun apa yang akan ia lakukan, toh itu masalah putrinya, jadi putrinya lah yang menyelesaikan sendiri.

Tok tok tok

Terdengar suara pintu kamar yang entah di ketuk oleh siapa, dengan cepat Tasha menghapus air matanya supaya tak seorang pun tahu jika dirinya sedang mangis karena pria bodoh itu. Ia beranjak untuk membukan pintu yang entah siapa yang mengetoknya.

"Ada apa bun?"

Ternyata sang ibunda yang datang ke kamarnya, bundanya masih di ambang pintu dan dia malah bertanya dulu sebelum menyuruhnya masuk. Hadeuh-, anak macam apa dia itu.

"Bundanya masuk dulu dong"

"Yaudah ayo bun"

Kini ibu dan anak itu sudah duduk di tepi ranjang milik Tasha, Rani memeluk putrinya untuk memberi ketenagan kepadanya. Ia tahu jika putrinya sedang dalam masalah yang sulit, bagaimana pun juga dia adalah putri satu-satunya.

"Mending kamu jalan-jalan aja buat nenangin diri, bawa mobil sendiri aja"

"Boleh bun?"

"Boleh, asal hati-hati"

Dengan antusias ia langsung beranjak untuk mengambil kunci mobilnya yang sudah lama sekali tidak ia gunakan sendiri, Rani juga langsung pergi dari kamar putrinya untuk membiarkan dia bersiap.

☆☆☆

Kini gadis itu sudah berada di taman untuk berjalan-jalan seperti yang bundanya sarankan, beginilah nasib jomblo! Kemana-mana selalu sendiri tak ada yang menemani, kek lagu.

Ia duduk di bangku dekat pohon untuk memandang danau yang indah, bahkan ada juga yang sedang naik perahu berdua, tetapi seperti ada yang janggal. Bukankah mereka itu Ghasa dan Ghaitsaa, untuk apa mereka berduaan? Bukankah Ghaitsaa bersama Artha? Lalu, apa itu maksudnya?

Tasha memandang dengan mata yang nanar, namun seperti ada api di dalamnya. Bagimana bisa gadis itu serakah? Dasar plin plan! Katanya akan bersama Artha tetapi malah bersama Ghasa juga, cih-, cewe pecinta pria! Tasha selalu mengumpat dalam hatinya.

Artha membelanya tapi yang di bela malah menduakannya, cih-, munafik! Bagaimana bisa dia tidak berfikir! Gadis macam apa kau Ghaitsaa? Ternyata ini sifat tersembunyi elo selama ini!

"Hh-, ternyata elo sama aja kaya Rebecca, bahkan lebih parah dari dia"

Gumam Tasha di kesendiriannya dengan menatap ke arah Ghasa dan Ghaitsaa, sekarang ia benar-benar tak habis pikir dengan Ghaitsaa. Dia memotret mereka kemudian di kirim ke grup mereka agar ia tahu dan juga Ellen sadar jika sahabatnya tak sebaik yang ia kira.

Ia tersenyum miring ke arah ponselnya kemudian ke arah mereka berdua yang nampak mesra, bukan ia cemburu pada Ghasa hanya saja ia tak suka jika nanti Artha tahu pasti mereka berdua akan bermasalah.

Kini Tasha beranjak pergi dari tempat itu, ia kira datang ke taman akan membuatnya nyaman dan tenang tetapi malah ternyata moodnya makin hancur.

Sekarang Tasha sudah berada di mobilnya, ia akan pulang saja tidur siang, daripada ia harus melihat hal-hal yang tak jelas seperti itu malah membuatnya semakin jengah untuk keluar. Bukankah lebih enak tidur di rumah menikmati udara yang ada di rumah meskipun menggunakan AC tapi itu lebih dingin, dari pada disini dingin tidak panas iya!

Di perjalanan ia bersenandung kecil untuk menghibur dirinya sendiri, Tasha memikirkan bagaimana akan menjalani hidup seperti biasa. Bahkan sekarang saja ia melihat Ghaitsaa membuatnya begitu kesal dengan sikapnya yang seperti itu, begitu serakahnya dia!

Bersamboeng...

Bagaimana ya dengan persahabatan mereka nantinya? Akankah di antara mereka akan mengalah untuk seseorang? Ataukah mereka akan tetap kekeuh dengan pendirian mereka? Lihat saja kelanjutan ceritanya🤗

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang