10. honesty

9 2 0
                                    

Senja yang indah membuat suasana menjadi segar, Ellen di rumahnya masih sedikit kesal dengan saudara kembarnya di tambah masalah kedua sahabatnya yang entah akan bagaimana nantinya. Lihat saja! Dia sudah seperti orang tolol, sungguh ia tak bisa memendam masalahnya sendiri, ia sangat membutuhkan tempat curhat untuk menenangkan pikirannya.

Yang ada di otaknya sekarang hanya ada Eza, meskipun sang kakak tidak suka tetapi tak bisa di pungkiri memang hanya Eza yang saat ini mengerti akan keadaannya. Bahkan di sekolah tadi pria itu mencarinya dan menemaninya di kelas hingga masuk bahkan sampai pulang, malang sekali nasibnya sekarang.

Ellen tak mau ambil pusing langsung saja ia menghubungi Eza, soal Leon biarkan saja nantinya juga akan ada kebohongan untuknya. Salah siapa jadi saudara tetapi tak mendukung dirinya.

"Hallo, Za"

'Hallo, ada apa?'

"Bisa ketemu?"

'Bisa, dimana?'

"Di lapangan basket deket taman"

'Oke'

Setelah bercakap-cakap kini ia berganti pakaian untuk pergi bermain basket, itu alibi yang akan ia lontarkan kepada Leon dan Mamanya nanti.

Tap tap tap

Suara langkah kaki terdengar di telinga 2 manusia yang notabenanya adalah Ibu dan Anak, mereka menengok ke arah orang yang sedang menuruni anak tanggan dengan santai. Ellen mencoba biasa dan beraikap tenang untuk mendapat lontaran pertanyaan yang akan dia terima dari Leon dan juga Merry Mamanya.

"Kamu mau kemana dek?"

"Main basket mah"

"Sama siapa?"

"Sendiri, aku pengin nenangin diri. Hari ini begitu banyak masalah yang aku hadapi, boleh kan mah?"

"Ya sudah, hati-hati. Leon antar adik kamu!"

"Nggak usah mah, aku sendiri aja. Lagi males sama dia!"

"Kalian lagi bermasalah?"

"Ya udah mah aku berangkat, Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"

Kini Ellen pergi dengan senang meskipun hatinya sedang gundah, ia merindukan kedua sahabatnya yang begitu saling menyayangi. Sayangnya semua itu hanya angan-angan belaka yang hanya di ekspetasi bukan realita, ia melajukam mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Jika saja kedua sahabatnya tidak seperti ini pasti sekarang mereka sedang curhat dan ngehibah, bahkan group chatnya sekarang sudak sangat sepi bak kuburan.

Tak perlu terlalu lama di perjalanan karena sore seperti ini belum terlalu macet, kini Ellen sudah sampai di tempat yang ia janjikan dengan Eza. Sepertinya pria itu sudah datang, gadis itu menebaknya karena sudah ada sebuah mobil yang tak asing baginya.

"Ada apa?"

Dengan tiba-tiba pria itu bertanya yang cukup membuatnya terkejut, jika hari sudah malam ia bertanya mengejutkan sudah habis dia di tangan Ellen.

"Lo udah lama?"

"Belum"

Ellen hanya menganggukan kepalanya, kemudian pantatnya ia dudukan di kursi samping Eza. Ia tak tahu harus cerita dari mana, begitu banyak masalah yang ia hadapi hari ini hingga ia sulit untuk berfikir jernih. Untung saja beaok hari sabtu, ia perlu me-refresh-kan otaknya 2 hari kedepan.

"Gue bingung mau cerita dari mana?"

Ellen berucap dengan menundukan kepalanya, Eza melihat hal itu merasa iba, sepertinya gadis ini begitu banyak masalah hingga ia tak tau cara menceritakannya. Eza mencoba memberi ketenangan kepadanya dengan menggenggan tangannya, bukan hanya ketenangan yang ia berikan tetapi juga kepercayaan diri.

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang