33. back together

4 0 0
                                    

'Mau sampai kapan lo terus memejamkan mata'

Setiap tetes air mata selalu membasahi pipi milik Ellen, sudah beberapa minggu ini ia menjadi gadis yang lebih diam dan hanya menangis. Apalagi setelah ia tahu tentang alasan Leon membenci Eza, bahkan Eza sendiri yang menceritakannya lewat surat. Meskipun tidak secara langsung, setidaknya dia tahu jika pria itu hanya takut 'kesedihan'.

Bahkan Ellen masih menggenggam surat yang baru selesai ia baca, ia masih tak habis pikir! Bagaimana pria semacam Eza begitu lemah, pria yang selalu membuat suasana menjadi ceria ternyata menyimpan banyak sekali luka.

"Len, gue masuk kamar elo ya!" Teriak Leon dari luar.

Namun Ellen tak menjawab teriakan Leon, hingga pria itu langsung masuk ke dalam. Ellen sengaja tidak mengunci kamarnya, ia tidak mau membuat ibu dan saudaranya khawatir.

Leon yang melihat saudara kembarnya menangis sungguh sangat sakit, ini yang tak ingin Leon lihat. Namanya saudara kembar pasfi seperti itu, jika salah satu ada yang sakita pasti yang satunya merasakan, itu yang sekarang terjadi pada Leon. Ia merasa sakit di dadanya melihat Ellen menangis sepanjang waktu.

"Lo tau Le, ada sebuah alasan di balik Eza meninggalkan wanita yang elo dan dia cintai dulu" tutur Ellen dengan mengusap air matanya, membuat Leon menatapnya tak percaya.

"Ll-lo tau darimana?" Tanya Leon tak percaya.

Ellen langsung menyodorkan surat yang ia genggam sejak tadi, ia ingin saudara kembarnya tidak membenci Eza lagi. Ia ingin saudara kembarnya sadar jika Eza bukanlah pria brengsek seperti apa yang ia pikirkan. Ia ingin menangkis semua pikiran buruk Leon tentang Eza, pria yang ia cintai dan yang mencintainya.

Dengan rasa penasaran Leon membaca setiap kata yang Eza tulis, ia membacanya dengan seksama. Sampai di akhir kalimat Eza mengusap rambutnya dengan kasar, serta menarik nafasnya dalam.

Leon langsung berhambur kedalam pelukan Ellen, membuat gadis itu terjengit kaget. Tetapi ia tahu jika Leon sangat menyesal telah begitu membenci Eza, pasti dia juga menyadari atas kelakuannya. Mengingat hal itu ada rasa senang tersensiri di hati Ellen, ia senang karena saudara kembarnya sudah tak membenci Eza lagi.

Namun, jike kembali mengingat pria itu! Bagaimana kedepannya? Apakah ia akan kembali melihat senyum, canda dan tawanya seperti dulu? Apakah akan terus melihatnya terpejam? Ellen kembali meneteskan air matanya.

"Gue minta maaf sama lo, gara gara gue elo nggak bisa bareng sama Eza dulu. Maafin gue yang dengan bodohnya malah membuat elo sakit. Maaf karena gue egois, maaf karena gue, elo harus sembunyi sembunyi buat ketemuan sama dia, maafi-"

"Sssttt! Udah deh! Nggak usah minta maaf terus, yang udah berlalu ya udah, sekarang jalani aja alurnya. Buat apa menyesal kalo nggak akan bisa di ubah lagi, udah cukup ya Leon, menyesalnya" potong Ellen karena lelah mendengar permintaan maaf dari Leon.

"Tapi kan-"

"Udah ya! Gue nggak apa apa, gue tau kok maksud elo baik" Ellen memotong kembali kata kata Leon, dengan di akhiri senyuman manisnya.

"ELLEN!!"

Sebuah terikan mampu membuat Ellen dan Leon menengok ke arah pintu yang memperlihatkan 2 gadis cantik sedang tersenyum ke arah mereka. Kemudian 2 gadis cntik itu melangkah mendekati kembar bersaudara itu.

"Lagi bahas apaan nih? Kok kalian mewek gitu?" Ceplos Tasha membuat Leon gelagapan dan sontak menghapus air matanya, bahkan mampu membuat 3 gadis itu tersenyum.

"Udah deh Le, kita udah liat kok air mata elo. Mending lo keluar aja sana!" Kali ini Ghaitsaa ikut berbicara, bahkan langsung mengusirnya, yang membuat Leon mendengus kesal.

Pria itu langsung beranjak dari duduknya untuk pergi menjauh dari mereka, apalagi Leon yang sudah terlanjur malu karena terlihat ha is menangis. Begitulah laki laki! Jika kepergok sedang menangis oleh perempuan pasti akan malu, padahal itu haknya untuk apa malu, hadeuh!

Belum juga di suruh untuk duduk oleh pemilik rumah, namun kedua gadis itu langsung duduk saja di tepi ranjang untuk menjajarkan tubuh mereka.

"Lo kenapa sama Leon?"

Tasha! Gadis yang memiliki rasa penasaran yang tinggi, sudah bertanya tapi kalo belum di jawab dwngan benar, gadis itu akan terus bertanya.

"Nih" Ellen menyodorkan suartnya.

Ghaitsaa yang juga penasaran langsung mendekat ke arah Tasha untuk ikut membaca surat yang Ellen berikan, mereka cukup terkejut dengan apa yang mereka baca.

"Siapa gadisnya?" Tanya Ghaitsaa, membuat Ellen mengangkat bahunya yang menandakan dia tidak mengetahuinya.

"Kalian tau?" Tanya Ellen tiba tiba, membuat Tasha dan Ghaitsaa menggelengkan kepaalanya. "Waktu sparing minggu lalu, ada cowo yang deketin gue" Ellen menghentikan ucapannya.

"Siapa?" Tanya Tasha dan Ghaitsaa bersamaan.

"Namanya Ezra, dia dari sekolah Galaxy. Kayanya dia kapten, soalnya pas briving gue ketemu dia"

"Oo, gue tau! Dia juga ketua Osis, gue pernah ketemu dia pas olimpiade, karena dia kenalan sama Ghasa. Terus kenapa dia deketin elo tiba tiba?" Tanya Ghaitsaa setelah ia bercerita.

"Gue kan habis briving langsung ke taman deket lapangan, gue mau menyendiri kan karena masalah kalian. Gue tuh lagi mikir gimana caranya buat kalian akur, eh tiba tiba dia dateng dengan SKSD nya. Bahkan ngajak kenalan lagi, ya setelah dia minta kenalan sama gue, terus gue jawab kan! Setelah itu gue usir sia deh" jelasnya membuat Tasha dan Ghaitsaa menggeleng karena kelakuan sahabatnya itu.

"Setelah elo usir, dia langsung pergi gitu?" Tanya Tasha dan di balas anggukan oleh Ellen.

Mereka semua tertawa karena cerita Ellen, mereka tertawa seperti tak memiliki beban dalan hidup mereka. Memang Tasha dan Ghaitsaa berniat untuk menghibur sahabatnya yang sedang terpuruk dalam kesedihan.

Mereka merasa bersalah pada Ellen, karena di saat Ellen membutuhkan dukungan dan teman curhat, mereka malah menambah masalah yang membuat Ellen harus berfikir seorang diri.

Tasha dan Ghaitsaa hanya ingin menguatkan Ellen, mereka ingin selalu ada di sampingnya. Membuatnya tertawa bahagia lagi seperti dulu, meskipun suatu hari nanti mereka entah akan mendapat kabar bahagia atau malah sebaliknya.

Bahkan susah seminggu ini mereka tak mendapat kabar dari Eza, pria itu sudah terlalu lama memejamkan matanya. Bahkan terbaring tak berdaya di dalam ruang ICU, begitu banyak alat yang membantunya untuk tetap bertahan hidup.

Bahkan Ellen tak meninggalkan 1 haripun untuk tidak menjenguk Eza, meskipun sekedar melihat dari balik pintu. Atau ia hanya bercerita bersama ibunda Eza.

Hari ini pun Ellen sudah menjenguk Eza, Ellen tak melihat tanda tanda jika pria itu bergerak ataupun membuka mata. Meskipun begitu, ia tak akan lelah untuk menjenguknya setiap hari, namun karena Ellen juga mempunyai keluarga, ia harus pulang untuk membantu Mamanya atau melihat tugas tugas lainnya.

.
.
.
Bersamboeng. . .

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang