Sore ini cuaca tampak mendung dan tak lama rintik hujan mulai berjatuhan menyentuh bumi. Aku menggosok telapak tanganku supaya sedikit hangat. Bel pulang sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu dan disinilah aku, syila, vika dan seline berada, di depan lorong sekolah menunggu hujan reda. Seperti yang sudah ku katakan tadi jika sore ini sepulang sekolah kita akan menuju coffe yang sering kita kunjungi
"kalian gak ada yang bawa bekel ya? Gue laper" ucap vika sambil memegang perutnya.
"sabar napa vik, bentar lagi juga kita ke coffe" jawab syila
"hujannya awet ini mah sampek besok juga belum tentu berhenti."
Memang hujan yang tidak terlalu deras biasanya lebih lama berhenti ketimbang hujan yang deras. Untuk kesekian kalinya juga aku mendesah memikirikan apa yang akan terjadi nanti jika vika dan seline mengetahui kebenaran diriku
"terus gimana? Masa mau nerobos hujan" jawab syila.
Mereka masih saja berdebat mengenai hujan yang tak kunjung reda. Aku memilih bungkam, menata keberanian untuk mengatakan kebenaran diriku. Bagaimana jika mereka meninggalkanku? Bagaimana jika mereka membenciku? Fikiran itu terus saja berkecamuk memenuhi sudut kepalaku sampai sedikit pening rasanya. Sampai ku rasakan tepukan lirih di pundakku dan mendapati syila dengan senyum manisnya
"kenapa? Masih mikirin yang tadi?" aku menggeleng takut jika saja vika dan seline mendengar pembicaraanku dan syila tapi terlambat, mereka sudah lebih dulu menyela
"mikiran apa si?" itu dia si kepo seline. Mendekatkan wajahnya kepadaku seolah meminta penjelasan
"sarti kepo deh" ucap syila membuat seline mencebikkan bibirnya kesal
"nama gue seline kalau lo lupa. Dasar inem" balas seline tak kalah sengit. Aku melirik vika yang sedang mencari sesuatu di dalam tasnya tak peduli dengan dua perempuan yang sudah nyaman dengan sesi debatnya
"nyari apa vik?" tanyaku pada vika. Dia menoleh lalu menunjukan kunci mobil di tangannya.
"nerobos yuk! Ke parkiran doang basah dikit gak papa lah. Ketimbang nginep di sini" jawab vika membuat perdebatan seline dan syila terhenti.
"kuyy!!"lalu secara bersamaan mereka menjawab dengan kompaknya. Ah dasar kalian
Kita menerobos hujan sampai ke parkiran membuat baju yang kita kenakan sedikit basah. Lalu dengan segera kita masuk ke dalam mobil dan menuju coffe.
Sampai di coffe kita langsung ke tempat biasanya yang sering kita tempati. Memesan beberapa makanan dan juga minuman
Aku sengaja tidak langsung menceritakan semuanya, biarkan mereka menikmati makanannya dulu. Sepertinya mereka benar-benar lapar
Selesai makan aku berdehem pelan lalu menengok ke arah syila yang dibalas dengan anggukan olehnya
"emm--aku mau ngomong sesuatu sama kalian" ucapku membuat vika dan seline menatapku.
"ngomong apa ra?" tanya seline.
"tapi kalian janji jangan marah ya?" ucapku memohon membuat mereka mengernyitkan dahinya
"to the point deh ra bikin bingung deh" jawab vika
"janji dulu baru aku mau ngomong"
"iya udah janji" jawab mereka
"jadi sebenernya aku--bukan orang yang gak punya. Aku juga masuk ke sekolah Garuda bukan dari jalur beasiswa" ucapku dengan cepat. Membuat kerutan di dahi mereka semakin dalam
"jadi maksudnya kamu anak orang kaya gitu? Dan kamu juga masuk ke sekolah bukan karena beasiswa?" tanya vika yang kubalas anggukan
Lalu mengalirlah seluruh rahasia yang selama ini aku tutupi. Ku angkat kepalaku yang menunduk untuk melihat wajah mereka. Kecewa itu lah yang menggambarkan raut wajah mereka saat ini
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKA
Teen Fictionbrukk "ma..maaf kak aku nggak sengaja" aku benar-benar merutuki diriku yang sangat memalukan ini. Di hari pertamaku masuk di sekolah ini sebagai murid baru, aku sudah melakukan kesalahan! ingatkan aku bahwa ini masih sangat pagi untuk seorang Kinara...