dokumen #1 : universe

1.3K 234 133
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

itu adalah komplek rumah mereka, ya! rumah mereka saling berhadapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

itu adalah komplek rumah mereka, ya! rumah mereka saling berhadapan. tapi, untuk bentuk rumah dan detailnya, jangan dijadikan patokan. sebab, kalian bebas berimajinasi sendiri mengenai tempat singgah yang nyaman. selamat membaca, kawan-kawan!<3

**

"Ih! Kok kalian abisin sih?!"

Gema kericuhan di dalam kamar luas milik Ri betul-betul mengusik telinga. Suara benda-benda terlempar serta gelak mersik membarengi seruan Al yang terdengar murka.

Gam menjulurkan indera perasanya sementara Ri terkakah-kakah hingga berguling-guling pada permadani renik miliknya.

"Itu kan sate telur puyuh yang aku beli sendiri ke burjo!"

Al tidak tahu lagi bagaimana menghadapi keusilan mereka berdua. Hanya jiwitan yang bisa ia beri pada mereka.

"Udah, Al, nanti kan bisa beli lagi." Suara Ve yang lembut menenteramkan pun tak mangkus bagi Al.

"Iya tuh, bisa beli lagi, Al- aduh!"

Ri mencoba tuk membela dirinya sendiri, namun nahas, jiwitan Al malah berimbuh keras.

"Res, buruan tarik singa betina ini, kandangin!" seru Gam, meminta pertolongan pada Ares.

Netra milik Al menyalang, membuat atmosfer semakin sesak meski sudah mereka gali oksigen dengan kuat. "Kurang asem kamu!"

Ares mendekat dan melepaskan jari Al dari paha Gam dan Ri. Ia tersenyum meski dalam hatinya keirian membentari. Ia menggeser pemudi berikma sebahu itu untuk bersila berdampingan dengannya meski tak sampai subuh hari. Hastanya mengelus-elus rikma halus milik yang lebih muda kendatipun melahirkan debar anomali.

"Besok aku beliin pas pulang kelas siang. Udah ya, baikan."

Dijanjikan begitu oleh Ares, Al serta-merta mengangguk, lamun wajahnya masih nampak keki.

"Aku beliin chatime deh." Gam menawarkan sebagai permintaan maaf. Biarpun pasti akan diulangi lagi dengan dalih khilaf.

"Dua!"

Mereka berempat tergelak. Tabiat yang paling muda memang terkadang abstrak bahkan seperti kanak-kanak. Padahal usianya sudah sembilan belas sesuai almanak.

Gawai milik Ares berbunyi. Tanda masuk notifikasi. Ternyata teman satu fakultasnya yang mengingatkan akan rapat organisasi. Maka Ares segera pamit undur diri.

"Aku ada rapat, nih. Duluan ya." Hastanya menepuk kepala Al pelan sebelum beranjak.

Akhirnya semuanya ikut berdiri.

"Oh iya, ternyata udah jam sepuluh. Mendingan kita pulang juga." ajak Ve pada yang Al dan Gam.

"Rapat apaan, Res, jam segini? Persiapan ngepet?"

Al menendang tungkai Ri main-main. "Kalo ngomong dijaga ya."

Ri membela diri, "dih, orang cuma bercanda."

"Udah, udah."

Ve menghentikan adu mulut mereka sebelum semakin parah. Karena bisa-bisa terjadi pertumpahan darah.

"Biasa, KMFK emang suka gak tau waktu."

Semuanya kecuali Ri keluar.

Tanpa disadari, Al membuntuti Ares sampai depan rumahnya. Pancaran matanya inosen layaknya anak anjing yang ditinggal oleh majikannya.

"Loh, ngapain, Al?"

Ares kebingungan ketika mendapati Al di belakangnya dengan sorot mata lugu. Rona merah di pipinya akibat dinginnya angin malam membuatnya terlihat manis seperti gulali di pasar malam yang Ares beli malam lalu.

"Mau ikut." jawabnya polos.

"Hah? Jangan dong. Udah malem, Al." Ares mencoba memberi pengertian.

Tapi memang, kepala Al sekeras batu kali. "Emang kenapa? Kan sama Ares." Rautnya sangat menggemaskan, membuat jantung Ares lagi-lagi melahirkan debar anomali.

Tahu-tahu Gam muncul dan spontan melingkarkan hastanya pada pinggang milik Al, menyeretnya untuk pulang.

"Bobo, udah malem." lalu melambaikan tangannya pada Ares. "Hati-hati naik motornya, Res!"

Nyatanya, hati memang nggak bisa
dibohongi. Sekuat apapun mencoba pasti jatuh juga. Aku ingin memungut kepingan ‎ hatiku ‎ yang berserakan ‎ dalam kepungan tanda tanya bernama cinta. ‎ Semesta, tolong terus bahagiakan ‎ dia, ya. []

harmoni.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang