dokumen #5 : cassiopeia

426 120 29
                                    

hargai cerita saya, meski masih jauh dari kata sempurna.
selamat membaca^^

**

"Kamu kelihatan stress banget, Ri, tumben?"

Tawa yang terlontar dari piguranya hanya menjadikannya semakin nampak bercelah. Kenyataan begitu menampar sampai-sampai rasanya ia hilang arah. Tersesat dalam labirin paling rumit dan mencari jalan keluar hingga terengah-engah. Ri hanya tak ingin berpisah.

"Ra, suka sama sahabat sendiri ternyata susah banget ya? Banyak hal yang harus dirahasiakan supaya persahabatan tetap berjalan. Tapi harus begini sampai kapan?"

Ri tidak tahu, mengapa hatinya harus berlabuh pada sosok cantik sahabatnya yang selalu bersama ia sedari kecil? Padahal jika dibandingkan dengan Mora, sahabatnya itu tidak ada apa-apanya. Mora yang dewasa jelas berbeda dengan sahabatnya yang masih kekanak-kanakan. Entah itu Al atau Ve, yang pasti mereka berdua sama saja masih seperti anak kecil.

Tetapi dibandingkan dirinya, Ares-lah yang lebih membutuhkan sosok seperti Mora. Nyatanya, Ares bukanlah sosok malaikat tanpa sayap yang harus terus-terusan tersenyum lebar. Ares hanya berusaha menata perasaannya tanpa banyak bicara. Sayangnya, Ri menangkap gelagat itu pada diri Ares. Lantas, ia berpikir berkali-kali lagi untuk tidak menambahi beban di hati Ares.

"Kamu sayang kan sama Ares? Jujur aja, Ra. Biar aku bisa ambil tindakan yang bener."

Sambil memandangi sosok Ri yang sibuk menahan air mata, Mora mengangguk dan berkata 'iya' dalam hati.

Di mata Ri, Mora adalah sosok yang ideal untuk Ares. "Syukurlah. Aku sedikit lega sekarang. Tolong banget ya, bantu aku dan yang lainnya jagain Ares?"

"Sejujurnya aku gak tahu Ares itu kenapa, tapi apa Ares berkenan kalo mulai sekarang aku bakal sering-sering ada di sekitar dia?"

"Ares bukan tipe orang yang kayak gitu, Ra." Lagipula, ini saling menguntungkan kita berdua.

Siapa yang tahu soal hati? Hidup bersama bertahun-tahun lamanya tidak menjamin itu semua terjadi. Hati ialah sesuatu yang selalu dihindari, sementara topeng ialah hal yang dijumpai setiap hari.

*

"Abang mau makan apa? Al masakin sekarang, loh."

Senyum merekah yang seringkali mereka lihat kini nampak kembali. Setelah mendengar adiknya terbaring di rumah sakit, Abang jadi murung sampai-sampai Bunda kewalahan ketika menghadapi. Dan sepertinya kehadiran sosok Al dan Gam tidak buruk tetapi malah meramaikan hati.

"Telor! Telor mau. Diceplok. Kecap kasih," jawabnya dengan bertepuk tangan.

Al dan Gam sontak tersenyum. Melihat Abang begitu ceria sangat menghangatkan hati mereka berdua.

"Al bikinin ya, Abang main dulu di sini sama Gam, okay?"

"Okay!"

Setelahnya, Al pamit pergi ke dapur untuk membuatkan telur ceplok permintaan abang. Sementara Gam duduk di karpet depan TV bersama Abang, menonton serial kartun kesayangan Abang.

"Gama jahat kamu. Jahat."

Gam terkejut mendengar Abang berbicara seperti itu padanya. Beberapa bulan belakangan ia memang tidak pernah bertemu Abang lagi karena sibuk kuliah dan magang. Namun kini celotehan Abang benar-benar mengagetkannya.

"Jahat gimana, Bang? Gama jahatin Abang ya? Maafin Gama ya, Bang." Meski tak tahu apapun, Gam berusaha memaklumi dan tetap meminta maaf pada Abang. Barangkali hal itu mampu menentramkan hatinya.

"Aduh!"

Mengejutkannya lagi, kini Abang melempar figure iron man milik Ares yang tangannya sudah putus sebelah itu pada Gam. Sorot mata Abang nampak marah padanya. Padahal Gam berani bersumpah kalau ia tidak merasa berbuat salah pada Abang belakangan.

"Jauh Al! Gama jauh Al! Gama sakit Ares kecil! Ares kecil nangis. Gama jahat Ares kecil!"

Gam tertegun. Meski bicaranya tidak jelas, Gam memahami maksud perkataan Abang. Dan Gam tahu betul kalau Abang tidak pernah berbohong pada siapapun.

"Kenapa Gama harus jauhin Al, Bang? Gama nyakitin Ares? Kenapa Gama nyakitin Ares, Bang? Gama gak tahu," ujarnya linglung. Suaranya parau. Serak. Tercekik. Berusaha menangkap apa yang dimaksud oleh Abang hanya membuatnya bingung dan kalut.

Abang melipat bibirnya kesal ketika Gam tak juga mengerti maksudnya. "Ares kecil nangis, sedih. Ares kecil cemburu. Gak boleh diambil Al, gak boleh."

Yang bisa Gam lakukan hanya tersenyum. Kemudian berusaha menenangkan Abang supaya tidak marah lagi padanya. "Gak ada yang mau ambil Al, Abang. Gama gak ambil Al. Abang jangan kuatir ya."

Abang mengangguk. "Jangan sakit-sakit Ares kecil lagi. Soalnya Ares kecil masih kecil, harus disayangin," ucapnya tersendat.

"Ares udah gede, Abaaaaang." Tahu-tahu Al muncul membawa sepiring telur ceplok dengan kecap manis sesuai keinginan Abang. Ia duduk di sebelah Abang dan menaruh piring pada meja.

Abang bertepuk tangan senang ketika matanya menangkap sepiring telur ceplok kesukaannya sudah siap disantap. Kemudian menyantapnya tanpa memperdulikan dua anak manusia yang tengah menatapnya.

"Kamu denger, Al?"

Tatapan Al beralih pada Gam yang bertanya. "Denger apa?"

Gam pun melakukannya. Mempertemukan kedua bola mata mereka pada satu garis lurus yang sama. "Omongan Abang."

"Yang Ares masih kecil harus disayang? Aku dengernya cuma itu sih. Emang Abang ngomong apa aja?"

Mendengarnya, Gam tersenyum. Merasa bersalah. "Ya kayak gitu, diulang-ulang aja sampe kamu dateng."

Al hanya ber-oh saja. Dan itu membuat Gam semakin merasa bersalah. Menatapnya dari panjang bulu matanya sedikit takut-takut.

Jadi, sebenarnya siapa yang mencintai siapa? Semesta, tolong segera beri jawabnya. []

harmoni.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang