dokumen #7 : gemini

365 88 17
                                    

jangan lupa vote dan comment♡♡
happy reading—!

**

Langit Yogyakarta Minggu pagi ini mendung. Berbeda dengan Ri yang wajahnya terlihat secerah mentari. Dia sedang lari pagi berdua saja bersama Ve. Biasanya mereka selalu berlima, sudah menjadi hal yang rutin dilakukan bersama. Namun, Gam tidak ikut karena ada family gathering di rumah pamannya. Sementara Al memilih untuk menemani Ares di rumah.

Peluh sudah mengucur di tubuh mereka berdua. Lantas keduanya berhenti dan duduk di bawah pohon rindang untuk sekedar meluruskan kaki dan mengatur nafas mereka kembali. Padahal pagi ini tidak terlalu panas, namun tetap saja keduanya bermandikan keringat setelah berlari kecil selama satu jam lamanya.

"Capek banget ya, Ve?"

Ve mengusap peluh di pelipis menggunakan punggung tangannya. "Aduh, iya lah, Ri, pake nanya lagi."

Balasan itu justru menimbulkan senyuman lebar di bibir seorang Rigel. "Apa salahnya nanya?"

"Ya gak ada sih. Tapi kan nyebelin!" Bibirnya berdecak kala suara tawa Ri menggema di telinganya.

Sejujurnya banyak hal yang ingin Ri tanyakan dan sampaikan pada Ve, namun ia tak memiliki secuil pun keberanian untuk merealisasikannya.

Memang mereka berlima sama saja; suka memendam.

"Kamu kenapa sih kemarin sampe ribut sama Al? Biasanya kamu gak pernah nanggepin bocil itu, Ve." Akhirnya keluar sudah pertanyaan yang sedari tadi ia tahan-tahan.

"Aku kesel, dia tiba-tiba belain Ares."

"Emang kenapa? Kamu cemburu?" Ri bahkan  tak menyangka pertanyaan barusan akan keluar dari mulutnya.

Namun belum sempat ia mendapat jawaban, Ve tiba-tiba mengeluh perutnya keroncongan, efek belum sarapan. "Laper banget, Riiiiii."

"Ya udah, cari sarapan, yuk? Mau bubur ayam Mas Bejo apa cari yang lain?" Tawar Ri sesaat setelah ia berdiri.

Ve pun mengulurkan tangannya yang disambut hangat oleh telapak tangan Ri. "Lontong sayur aja."

Mereka berdua pun berjalan berdampingan menyisir area pasar Beringharjo untuk menemukan pedagang lontong sayur langganan mereka.

Keduanya bergurau dan tertawa-tawa sambil sesekali Ve mencubit lengan Ri yang menjengkelkan dan suka iseng padanya. Meski begitu, Ri tetap tertawa, menikmati momentum yang sangat menyenangkan baginya.

Akhirnya Ve menarik lengan Ri setelah matanya menemukan pedagang lontong sayur langganannya. Perutnya sudah terus berbunyi, sehingga ia memesan semangkuk lontong sayur beserta kerupuk dan segera duduk di kursi plastik yang masih kosong. Ia memakan makanannya dengan lahap, kentara sekali betapa laparnya dia.

"Kamu gak mau?"

Lantas Ri menggeleng. "Aku udah sarapan di rumah pagi-pagi banget."

Ve pun hanya mengangguk dan melanjutkan makannya dengan tenang. Sementara Ri tengah sibuk mengatur detak jantungnya yang sedari tadi menggila.

*

"Kok temen-temen kamu gak ada satupun yang jenguk sih? Si itu juga yang waktu itu jemput Ve buat ke rumah sakit."

Mulutnya sibuk mengunyah makanan siap saji yang baru saja datang diantarkan oleh kurir. Sementara Ares terlihat tenang di atas kasur, duduk menyandar pada kepala ranjang dengan kacamata bertengger di hidung bangirnya serta komik di tangannya.

"Nggak aku bolehin."

"Lah, kenapa? Bagus dong kalo mereka dateng jengukin kamu."

"Bagus apanya? Yang ada tuh aku semakin ngerepotin banyak orang."

Dengan cepat Al melemparkan kaos kakinya pada Ares. "Ngerepotin? Woalah, rene-rene, tak tapuk en nggo sendal jepit." (Walah, sini-sini, kupukul pakai sandal jepit kamu.)

Ares refleks menyembunyikan dirinya di balik selimut. "Jangan macem-macem kamu, Al."

Al mencibir, "idih, apaan sih pake sembunyi segala."

"Iya lah, takut aku, nanti beneran ditimpuk pake sendalmu."

"Ih, enggak kok. Lagian salahmu sendiri lah, ngomong kok gak difilter."

Pelan-pelan Ares menampakkan dirinya kembali.

"Beneran kok, aku takut ngerepotin banyak orang, Al. Aku gak mau jadi manusia yang begitu."

Embusan napas Al terdengar jengah. Mungkin ia kesal dengan sikap Ares yang terlalu baik dan memikirkan banyak orang daripada dirinya sendiri.

"Terus kenapa kamu bolehin si Mora Mora itu dateng ke sini jengukin kamu? Katanya gak mau ngerepotin."

Ares tersenyum tipis merasakan kekesalan dalam nada bicara Al. Sejujurnya, Ares hanya ingin Al yang ada di dalam hidupnya, namun lagi-lagi ia tidak bisa. Ares benci sesuatu yang bernama cinta dan selamanya akan begitu.

"Al, menurut kamu, aku lebih cocok sama Ve atau sama Mora?"

Pertanyaan iseng Ares ini menimbulkan banyak perasaan aneh dalam diri Al. Entahlah mengapa dan untuk apa.

Al mempercepat proses mengunyahnya dan segera menjawab, "terserah kamu."

Ia pikir jawabannya akan cukup bagi Ares. Namun, nyatanya Ares kembali bertanya, "Aku lebih cocok sama Ve atau sama Mora?"

"Kenapa kamu tanya sama aku?"

Bahkan suara kekehan Ares di situasi seperti ini masih terdengar menyenangkan di telinganya. Al benci kenyataan bahwa ia memang sudah terlalu jatuh.

"Karena kamu sahabat aku."

"Ri sama Gam juga sahabat kamu."

Ares mengangguk. Kemudian ia beranjak untuk meletakkan komiknya di laci meja belajarnya. "Aku juga nanyain mereka hal yang sama."

Bohong.

"Oh... Ya, kamu sukanya sama siapa? Sama Ve atau sama Mora?"

Sama kamu.

Sayangnya Ares tidak seberani itu untuk mengatakannya kepada Al secara langsung. Padahal harusnya ia paham bahwasanya segala hal yang terlalu lama dipendam hanya akan berujung penyesalan.

"Aku gak tahu aku suka sama siapa, Al. Tapi, menurut kamu aku lebih cocok sama siapa? Ve atau Mora?" Ares masih bersikeras menanyakan ha yangl sama. Jawaban Al benar-benar penting menurutnya.

Al diam saja dan lekas membereskan bekas wadah makanannya yang sudah kosong. Ia berdiri dengan sangsi dan menatap Ares penuh kegamangan. "Terserah kamu aja, kan kamu yang mau jalanin. Aku mau ambil minum dulu." Kemudian ia keluar dan menghilang dari balik pintu kamar Ares.

Aku bertanya-tanya mengapa kita hanya mencari orang yang sempurna, bukan menjadi orang yang sempurna. []

harmoni.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang