9| Ah

29 4 5
                                    

9| Ah

Amer.ta
1. a kl tidak dapat mati
2. a kl abadi(tidak terlupakan)

_

Getting married, start a family
Watch your husband with his son

Death bed
Powfu, beabadoobee

_

Jamuan perkenalan atau sebuah kencan, Eire tidak bisa membedakan keduanya sekarang. Hari minggu ini baru baginya. Makan siang bersama lelaki yang baru dikenalnya beberapa hari belakangan. Di tempat yang juga 'baru' baginya.

Biasanya dia tidak pernah pergi dengan siapapun, kecuali dengan Lucax, Gentra ataupun keduanya sekaligus. Lebih parahnya, dia lebih sering makan sendiri.

Aksa sudah mengetahui siapa dia—mungkin tidak benar-benar tahu. Sejak hari itu, Eire tidak bertemu dengannya. Atau mungkin dia jelas menghindar dari Aksa. Hingga hari ini, Eire merasa harus meluruskan semuanya.

"Es teh satu, itu dulu sekarang." anggap saja gadis itu norak, tapi dia bingung. Tidak ada buku menu atau apapun yang menjelaskan makanan disini.

"Manis teh?"

"Iya,"

"Padahal tetehnya udah manis," dia tertawa. "Ditunggu ya, Teh." gadis itu berjalan ke dapur setelah mencatatnya.

Lima menit berlalu cepat, Es teh manis pesanannya sudah datang. Tapi batang hidung lelaki itu tak kunjung terlihat. Eire sedikit gelisah, pertama kalinya dia gelisah karena lelaki asing. Mungkin hormon, tapi tetap saja rasanya aneh.

Setelah menghela nafas, Eire meraih ponselnya. Membuka pesan, tapi tidak ada yang masuk dari sang pujangga itu.

"Sorry, lama ya?"

-Panasea-

"Tergantung lo disudut pandang mana, tuan Aksa. Kalau lo lihat berdasarkan ibu-ibu di kasir yang menatap gue hanya pesan es teh manis selama setengah jam, gue rasa jawabannya iya."

Aksa menggaruk tenguknya, dengan kata lain dia sangat terlambat. Merasa tak enak hati pada gadis di hadapannya. Padahal dia sendiri yang menentukan tempat ini, tapi dia malah telat.

"Gue minta maaf,"

"It's okay, itu lebih baik dari pada di batalin." dia meraih es teh yang mungkin manis miliknya. Es batunya nampak meleleh karena terlalu lama, Aksa meringis bersalah.

"Gue pesenin lagi," dia melambai. Gadis itu datang menghampiri, orang yang sama.

Eire rasa, tempat makan ini cuma punya tiga pegawai. Satu gadis itu, seorang bapak didapur yang keluar sekali-kali dan ibu-ibu berbadan subur dikasir. Tapi jelas bisa melayani seluruh pelanggan yang lumayan ramai.

"Es teh sama soto nya, dua." aksa mengeluarkan dua jarinya. "Sambelnya di pisah."

Beberapa saat setelah gadis itu pergi, aksa sadar. Dia bahkan tidak bertanya pada Eire. Dia langsung memesan tanpa bertanya lebih dulu. Itu terlalu kebiasaan, seharusnya Aksa tahu itu sudah bukan gadis yang sama.

"Eire lo suka soto kan? Maaf, kebiasaan—"

"Untungnya gue suka soto, gak masalah. Tapi lain kali, kalau bukan sama gue lebih baik ditanya dulu." dia mengibaskan tangannya, sambil tersenyum. "Bay the way, 'kebiasaan' itu artinya lo sering kesini?" gadis itu bertanya penasaran.

Aksa tersenyum kecil, "Udah lama sejak gue sering kesini."

"Something happen?"

Beberapa saat, mereka saling menatap. Saling bicara dalam pandang membuat semuanya ambigu. Eire jelas gak bisa telepati, begitu juga aksa.

PanaseaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang