Part 4

1.4K 275 13
                                    

Ayana melepaskan kesesakan di dadanya dengan cara menangis. Ia memeluk kakinya. Rasa rindu yang begitu besar menguap dalam sekejap. Pria itu tidak mengenalinya sedikit pun. Terutama dirinya sempat melihat cincin yang semat di jari kanannya. Sebuah cincin yang menyatakan jika Yusman telah menikah. Apa lagi yang Ayana harapkan kini? Tidak ada. Semuanya bagaikan mimpi buruk baginya.

"Om, aku merindukanmu. Tapi yang aku terima sekarang hanyalah luka." Padahal ia sangat ingin memeluk pria itu. "Sekarang aku harus gimana.. Hikss.. Hikss.. "

Di dalam kamar yang gelap Ayana meratapi nasibnya. Kenapa Tuhan belum memberikannya kebahagiaan sampai detik ini. Orang tuanya telah berpisah dan kini cinta pertamanya pun telah di rebut. Melihat kehidupannya yang begitu terjal membuatnya tidak ada lagi semangat hidup. Apa tujuannya kini? Air matanya tidak bisa berhenti. Hatinya hancur berkeping-keping. Sampai tidak terasa berganti hari.

Suara alarm tidak membangunkannya. Hingga lewat dari jam yang di stel. Namun suara ponsel yang meraung-raung meminta di angkat mengganggu tidurnya. Tangan Ayana meraba-raba ranjang mencari ponselnya. Matanya terasa berat, ia menyipit melihat layar ponselnya, nomor baru. Dahinya mengerut, Ayana tidak mengenalinya. Ia kembali bergelung selimut mengabaikan deringan ponsel tersebut. Terdengar bel apartemen berbunyi. Dan itu mengusiknya, ia menendang selimut hingga terjatuh. Padahal dirinya sudah bilang pada Yuki agar tidak mengganggunya.

Ayana berjalan dengan gontai. Gaun tidur seksi dan rambutnya yang berantakan. Ia memegang knop pintu lalu membukanya. "Aku bilang, aku mau sen... " ucapnya tercekat. Pupil matanya melebar. Yang berdiri di hadapannya kini bukanlah Yuki melainkan orang lain.

"Pagi," sapanya. Ayana masih berdiri mematung. Ia syok. "Maaf, menganggu. Ada yang ingin saya.. "

Brukkkk..

"Bicarakan.." lanjut Yusman bergumam. Ia pun tercengang dengan apa yang baru saja di lihatnya.

Ayana membanting pintu tersebut di depan Yusman. Tubuhnya menyender di pintu. "Kenapa dia ada disini?" Ayana memegang rambutnya lalu pandangannya turun ke bawah gaun yang di kenakannya. Lantas ia memekik kencang. Ayana buru-buru ke kamar mengambil sweater menutupi bagian dadanya, lalu menguncir rambut dengan asal. Dan juga kacamata. Yusman masih berada di depan pintu. Ia menggaruk kepalanya. Sebenarnya dirinya terkejut sekaligus malu dengan penampilan Ayana yang seksi. Dan ini pertama kalinya Yusman melihat Ayana tanpa mengenakan kacamata. Ada sesuatu yang aneh. Ia berpikir sejenak, mata itu terlihat tidak asing baginya.

Krekk..

Pintu kembali terbuka, Ayana menatap sebentar dibalik kacamatanya sebelum bicara. "Ada apa?"

Yusman berdehem. "Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan. Ini penting,"

Ayana melebarkan pintu. "Masuklah," ucapnya.

Yusman melangkahkan kakinya. Ayana ingin sekali memeluk punggung itu. Dan mengatakan jika dirinya adalah Ayana. Gadis yang menciumnya delapan tahun yang lalu. Tatapannya berubah sendu. Tapi kini sudah terlambat untuk mengatakannya.

"Apartemenmu bagus," puji Yusman.

"Makasih, silahkan duduk."

Pria itu duduk di sofa. Dan Ayana mengikutinya dengan jarak yang cukup jauh. Yusman terlihat melihatnya aneh,di dalam apartemen memakai kacamata hitam.

"Mataku masih sakit, jadi takut menular," ucap Ayana seolah tahu apa yang dipikirkan Yusman.

Pria itu melihatnya meskipun sekilas. Memang sembab dan memerah. Ia tidak tahu jika semalaman Ayana menangis karenanya bukan sakit mata. "Apa kamu serius mau mencabut kuasa hukum Pak Imam sebagai pengacaramu?"

I'm Still Here (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang