Prolog

4.2K 284 12
                                    

Gadis belia itu menunggu di depan kafe. Ia berdiri sambil memainkan batu dengan kakinya. Dirinya cukup bosan menunggu. Melihat hari sudah gelap ia memutuskan untuk pulang saja. Namun saat niatnya akan dilakukan. Ia mendengar seseorang memanggilnya.

"Ayana?" Sontak gadis tersebut mendongakkan kepalanya. Ia tertegun melihat siapa yang memanggilnya. Pria tinggi berparas tampan dengan memakai jas. "Betul kamu Ayana?"

"Eoh?"

"Saya Yusman, orang yang kamu hubungi tadi. Pengacara ibumu," terangnya.

Ayana sempat berpikir jika pengacara ibunya itu gendut, jelek dan berumur tapi ternyata bukan. Pria yang di hadapannya kini seperti pangeran. Jantungnya berdebar-debar saat Ayana mencoba melihat mata Yusman. Ia segera mengalihkannya takut jika pria itu mendengar suara jantungnya.

"Oh,"

"Kita masuk dulu. Maaf membuatmu menunggu lama. Tadi jalan macet," ucap Yusman merasa bersalah.

"Nggak apa-apa," gumam Ayana. Ia membuntuti Yusman masuk ke dalam kafe. Saat pria itu memilih meja. Ia segera menarik kursi untuk Ayana. Perlakuan manis itu membuat Ayana malu.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Yusman.

"Apa aja,"

"Udah makan?" Yusman melihat Ayana masih mengenakan seragam sekolahnya. Gadis itu menggeleng. "Pesan makanan juga kalau begitu." Ia segera memesankannya. Ayana mengamati Yusman yang sedang memilih dibuku menu, disampingnya pelayan sedang mencatat. Matanya enggan berkedip saat melihat pria itu. "Kamu makan dulu, baru kita bicara." Ayana hanya mengangguk.

Yusman memperhatikan gadis yang di depannya sedang menikmati makanannya. Meskipun terlihat malu-malu. Ayana gadis tomboi, mungkin tidak sesuai dengan namanya yang terdengar feminin. Tidak cantik melainkan manis. Gadis belia itu mempunyai kulit yang eksotis. Matanya bulat dan bulu matanya lentik. Sebelumnya ia mendapatkan pesan jika anak dari kliennya ingin bertemu untuk membicarakan perceraian ibunya. Yusman senang inilah yang ditunggu-tunggunya. Lidya memberikan nomor Yusman bukan nomor dirinya. Melihat piring gadis tersebut sudah tidak tersisa makanan Yusman mulai bicara.

"Ada apa kamu menghubungi saya?" tanyanya dengan ramah.

"Asisten Om, datang ke sekolahku. Dia minta aku untuk menjadi saksi di persidangan Mama dan Papa. Aku menolaknya," ucap Ayana seraya menunduk.

"Kenapa?"

"Aku nggak mau terlibat dengan perceraian mereka. Aku.." Ayana mengigit bibirnya terasa berat untuk melanjutkannya. "Akhirnya aku memutuskan untuk mau menjadi saksi. Aku udah nggak tahan. Jadi aku menghubungi Om."

"Apa yang terjadi?"

"Mama dipukuli kemarin malam. Dan Papa mengancam kalau menghubungi Polisi. Papa akan mengirimku keluar negeri dan sekolah asrama. Mama nggak mau, jadi diam aja selama ini. Tapi mereka berdua sama saja," ucapnya tersenyum sinis. Yusman mendengarkannya dengan seksama. "Aku tau gimana Mama. Di balik rasa sayangnya padaku ternyata ada sesuatu yang di sembunyikan."

"Apa itu?" Yusman penasaran.

"Mama berselingkuh," ucap Ayana dengan nada kebencian dan juga sedih. "Aku tau saat melihat mereka masuk ke sebuah hotel." Terbayang saat ia memergoki ibunya bersama seorang pria masuk ke dalam hotel sambil tertawa. Hancur ya pasti, seorang anak mengetahui langsung ibu yang telah melahirkannya sedang bermain api yaitu berselingkuh. Yusman tidak bisa berkata-kata lagi. "Mungkin mereka memang harus bercerai. Di rumah sudah seperti neraka bagiku. Mungkin dengan mereka berpisah hidupku akan tenang."

Yusman meminum kopinya. Menyesapnya sedikit demi sedikit seraya memikirkan setiap ucapan Ayana. Ia menaruh cangkirnya di atas meja. "Jadi kamu mau menjadi saksi Papamu yang melakukan KDRT atau Mamamu yang berselingkuh. Siapa yang mau kamu bela?" Terlalu rumit memang tapi Ayana harus memilih siapa yang akan di belanya, salah satu dari mereka. Siapa yang ingin dirinya selamatkan?

I'm Still Here (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang