Rae menelan ludah. Pandangan Sehun tetap mengikuti setiap tindakan kecil yang dilakukan oleh kekasihnya itu. Melihat Rae yang semakin gelisah, Sehun sebetulnya tidak ingin memaksanya namun di saat yang bersamaan Sehun tahu bahwa melepaskan semuanya akan berdampak baik bagi Rae.
Perlahan, Sehun menarik tangan kecil Rae ke dalam kedua genggamannya dan menggenggam dengan pelan membuat pandangan Rae tertuju pada satu titik itu.
"Aku bisa menunggu selama kau mau."
Rae menggigit bibir bawahnya. Matanya berkedip dengan cepat, mencegah air matanya yang sepertinya akan segera jatuh.
~o~o~o~
"Park Rae! Kita belum selesai bicara!"
Rae menghela napas panjang, kemudian dengan cepat membalikkan badannya menghadap kakak laki – lakinya yang memiliki ekspresi kesal yang hampir sama dengannya.
"Apa? Apalagi yang harus kita bicarakan?!" Rae menggelengkan kepalanya dengan kesal. "Semuanya sudah jelas, bukan?"
Chanyeol mengacak rambutnya sesaat. "Mereka hanya menyapaku! Apakah itu salah?"
"Kau gila, Park Chanyeol?!" Tak sadar, Rae sudah menaikkan nada bicaranya. "Apa kau tidak lihat kalau tadi mereka melewatiku begitu saja dan hanya melihat ke arahmu?"
"Bisa saja mereka tidak melihatmu dan tidak sengaja melewatimu." sanggah Chanyeol.
Rae mendengus kesal. Sudut bibirnya ditarik ke atas membentuk senyuman mengejek. "Oh, kurasa kalimat 'perempuan selalu benar' harus diganti dengan 'Park Chanyeol selalu benar'. Ya, itu terdengar lebih baik!"
Mendengar sarkasme yang sangat kental dalam nada bicara adiknya itu. Tak ayal membuat emosi Chanyeol semakin tersulut.
"Yah! Park Rae! Cukup!"
Rae terperanjat, namun Chanyeol tak cukup peka untuk melihat dampak yang ia berikan pada Rae.
"Kenapa kau berlebihan hanya karena masalah ini?! Tidak bisakah kau berpikir positif walaupun hanya sedikit saja?!"
Rasa nyeri yang pada bibir bawah Rae sudah tidak lagi ia rasakan walaupun sedari tadi ia menggigitnya tanpa sadar. Ia mencoba mengendalikan dirinya untuk tidak menangis. Setidaknya jangan di depan kakaknya itu.
"Berpikir positif katamu?" Rae berbicara di antara napasnya yang sudah tidak stabil. Jangan menangis, Rae-yah. Jaga suaramu. Tarik napas. "Itu sudah kulakukan sejak lama. Kau tahu sejak kapan? Sejak mereka selalu memuja dirimu dan menganggapku berbohong kalau aku adalah adikmu. Dan kalau kau menganggap aku berlebihan tentang masalah ini, kenapa kau tidak mencoba menjadi aku, Park Chanyeol!"
Chanyeol terdiam sesaat. Matanya tidak lepas dari sosok figur adiknya yang sudah diselimuti oleh emosi itu.
"Aku sudah benar – benar muak untuk berbicara, bahkan berada di dalam satu ruangan denganmu," ucap Rae dengan bibir yang bergetar. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan dirinya. Susah payah, Rae mencoba mengendalikan dirinya sebelum ia membuka mulutnya lagi. Matanya menatap Chanyeol tajam. "Lebih baik sekarang kau keluar dari kamar ini."
"Tapi masalah ini belum selesai!"
Rae membuang muka, "Ini sudah selesai untukku."
"Park Rae!"
"Baiklah! Kalau begitu aku saja yang keluar." Rae dengan cepat melangkahkan kakinya menuju pintu.
"Rae! Kalau kau berani melangkahkan kakimu keluar dari kamar ini, kita akan kembali ke Seoul sekarang juga!" ancam Chanyeol.
"Silahkan! Lakukan apa saja sesukamu! Aku tidak peduli lagi dengan ancamanmu. Waktu aku dan Sehun sedang ada masalah, kau juga mengatakan hal yang sama. Tidak bisakah setidaknya kalian—," namun Rae menggelengkan kepalanya dengan cepat. "—tidak, lebih tepatnya kau, menunda itu semua sampai kita kembali lagi ke Seoul? Kalau kau memang ingin segera pulang, lalu apa tujuanmu untuk ikut ke sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Boo Love
Fanfic"Just because someone looks happy, doesn't mean they are; Because even a white rose has a dark shadow."