part 6 Pertemuan pertama kami.

23 1 0
                                    


Ramdhan.

Saat mobil yang kunaiki berhenti di sebuah rumah mewah berlantai dua, jantungku serasa berhenti berdetak.
Apa Aku akan diterima di sini?.

Aku hanya Anak yatim piatu yang tak punya apa-apa, Aku tidak punya siapa-siapa di kota ini, selain Adik tercintaku Andi.

Ibuk dan Bapak meninggal karna kecelakaan saat lebaran, mereka hendak bersilaturahmi ke rumah saudara jauh.

Saat itu Aku masih berstatus sebagai santri di Pondok Pesantren An-nur, orang pesantren yang mengetahui itu dengan segala kerendahan hatinya, tetap mengizinkanku menlanjutkan pendidikanku.

Waktu itu Aku masih berumur 16thn, Aku bersujud di kaki Kyai Muchlis Syarif sebagai tanda terima kasihku yang sedalam-dalamnya.

Aku menangis terisak-isak di kaki beliau, Aku tak tahu harus bilang berapa banyak ucapan terima kasih pada beliau.

Aku masih ingat kata beliau.

"Bangun Nak, jangan seperti ini. Kamu harus kuat, Kamu ini Anak baik, Anak sholeh yang Allah titipkan di pesantren ini."

Beliau memegang kedua pundakku sambil berkaca-kaca.

"Saya mengizinkan Kamu tetap belajar dan meneruskan pendidikanmu disini. Tapi dengan satu syarat."

"Syarat a_ _apa pak Kyai?."

"Kamu harus mengganti namu menjadi Ramdhan mukhlis Syarif bukan Ramdhan lagi mau?."

"Kenapa bisa seperti itu Pak Kyai?."

"Karna Kamu akan Pak Kyai angkat sebagai Anak, bagaimana mau?."

Aku mengangguk pelan. Bagaimana Aku bisa menolak, Aku sudah kehilangan kedua orang tuaku dan sekarang Allah mengirim Pak Kyai untuk menjadi orang tua angkatku.

Pak Kyai memelukku erat menepuk-nepuk punggungku, airmataku tumpah membasahi kain surban Beliau.

Mulai dari saat itu Aku merasa tidak sendiri lagi, Aku merasa sangat bahagia. Aku bisa meneruskan pendidikanku dengan tenang.

Sedangkan Adikku sementara waktu diasuh oleh Ustadz Lukman Dia sahabat bapakku.

Itu membuatku tenang, Aku bisa fokus belajar di pesantren tanpa ada beban.

"Ramdhan ayo turun, jangan bengong."

Suara gus Bilal mengagetkanku, Aku segera sadar dari lamunanku.

Gus Bilal adalah putra dari Kyai Mukhlis. Dia sangat baik padaku, dan Dia mengangapku seperti Adik kandungnya sendiri.

Aku turun dari mobil dengan hati yang gelisah, Aku merasa tidak pantas rasanya datang kesini.

Saat semua rombongan turun dari mobil semua, hatiku makin gugup saja Pak Kyai menaiki mobil depan melambaikan tangan padaku untuk menghampiri Beliau.

Aku dan gus Bilal di mobil yang belakang Dia yang meminta dengan dua mobil. Aku bilang tidak usah karna takut membuat mereka kecewa, jika pada akhirnya Aku harus ditolak.

Sebelum Aku menghampiri Beliau gus Bilal padaku.

"Jangan terlalu tegang, nanti pesonamu bisa pudar."

Gus Bilal, bisa-bisanya Dia barcanda disaat seperti ini, apa Dia tidak tahu kalau Aku mulai keluar keringat dingin.

Aku masuk bersama rombongan cukup banyak diantaranya Pak Kyai dan Ibuk Nyai, 2 menantu, 3 putra, 2 cucu dan Adiku.

Aku disambut hangat di sana, semuanya sangat ramah dan sopan.

"Ini Faruq, putraku. Yang Aku ceritakan itu."

Aku langsung mencium tangan laki-laki paruh baya itu yang dipanggil Faruq oleh Pak Kyai.

"Iyaa.... kita lanjut ceritanya di dalam saja, ayo masuk."

Sambil menatapku Beliau menyuruh kami masuk. Aku tak tahu sebenarnya itu tatapan apa?. Antara suka atau sebaliknya.

Aku disambut ramah dan sopan, karpet mewah terbentang lebar di ruang tamu yang sangat luas dan mewah.

Diatasnya sudah tersaji dengan rapi makanan yang sangat menggugah selera, buah-buahan, minuman sudah tertata dengan sangat rapi.

Disaat semuanya asik berbicara dengan sangat akrab, Aku hanya mengangguk-mengangguk saja tanpa tahu alur ceritanya.

"Hey kau kenapa?." Gus Bilal menyenggolku.

"Kau pasti bingung ya, mana wanita yang Kau lamar kan?."

Jujur Aku memang bingung, Aku melamar seorang gadis yang tak kuketahui, Aku coba mencari tapi Aku bingung yang mana?.

Semuanya terlihat masih muda dan mereka duduk berdampingan, Aku menatap satu persatu tapi saat Aku sampai di paling ujung, Aku mendapat kedipan mata dari seseorang.

Aku langsung menunduk, apa dia? Dia masih kecil bahkan rasanya lebih muda dari Adikku.

Saat kulihat lagi Dia senyum-senyum malu padaku.

Ya Allah apa benar-benar Dia?.

"Calon istrimu yang pakai baju biru, bukan yang kecil tadi."

"Benarkah?."

"Iyya cepet liat."

Kami berbisik pelan karna takut, kedengaran yang lain.

Saat Aku lihat Dia, Ya Allah apa benar Dia?. Aku tak henti,hentinya mengucap syukur dalam hatiku.

Gadis yang menunduk sedari tadi, ternyata Dia yang kulamar. Ya Robb ... apa engkau tidak salah memberikan Dia padaku.

Gadis yang bersembunyi dibalik cadarnya itu adalah calon istriku, Dia sangat anggun menggunakan gamis warna biru langit kesukaanku. Dengan panduan warna abu-abu muda yang mempermanis gadis itu.

Cadarnya warna abu-abu senada dengan warna kerudungnya. Dia terus menunduk sepanjang pembicaraan keluarga ini.

Dia malu atau tidak ingin menatapku?.

"Baiklah karna keluarga Kyai Muchlis telah menyampaikan niat baiknya, untuk melamar salah satu putri saya, maka dari itu Sang laki-laki harus tahu, bagaimana rupa calon istrinya."

Kemudian seorang ibu menyuruh Gadis itu untuk melepas cadarnya tapi ...

"Mohon maaf sebelumnya, kepada keluarga besar Faruq yang terhormat, rasanya saya tidak pantas. Untuk melihat wajah yang memang akan menjadi istri saya. Tapi saya minta biarkan saya melihat setelah lamaran saya diterima atau setelah saya sah menjadi suaminya."

Semua orang fokus dengan ucapanku, hingga kaget saat mendengar kalimat terakhirku.

Begitupun Gadis itu, Dia menatapku sekejap dan menunduk lagi.

Ya Allah.... Mata indah itu, membuat hatiku bergetar.

Semua menyetujuinya, bahkan mereka akan memutuskan lamaranku yang awalnya tiga hari menjadi 24 jam saja.

Setelah berpamit pulang, ketika Aku hendak memasuki mobil.

"Nak Ramdhan tunggu."

Suara itu berasal dan Pak Faruq yang menghampiriku.

"Jangan panggil Saya Pak, tapi Abi karna semua Anak dan Menantu Saya memanggil dengan sebutan itu."

Matanya berkaca-kaca ketika mengatakan itu, begitupun Aku. Apa ini tanda kalau lamaranku akan diterima?

"Iya Abi"

Seketika Abi langsung memelukku erat dan berkata.

"Abi, bangga padamu Nak."

Aku tak tahu maksud perkataan itu. Tapi ini pasti memiliki arti yang tak ku ketahui.

Selama Aku di dalam mobil, Aku masih bertanya-tanya kenapa Pak Faruq dengan begitu mudah menyuruhku memanggilnya Abi.

Bersambung.

Thanks buat yang udah baca dan tetap jadi pembaca setiaku yaa.

Jangan kesehatan yaa, buat semuanya.
Ingat selalu cuci tangan yaa.
#dirumahajadulu.

AIR MATA PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang