part 7

28 2 0
                                    

Resah.

Saat sampai di rumah Pak Kyai, jujur Aku tak bisa tenang, hatiku resah apa Gadis itu akan menolakku atau sebaliknya.

Hanya itu yang Aku pikirkan, Aku mondar-mandir di kamar seperti setrikaan saja.

"Kenapa Kau sangat gelisah Ramdhan?."

Aku tak perlu menjawab pertanyaan itu, pasti Gus Bilal tahu kalau Aku resah karna menunggu jawaban keluarga Gadis itu.

"Apa perkataan Pak Faruq itu kurang jelas?."

"Iya, Aku tahu kalau Pak Faruq sepertinya setuju, tapi bagaimana dengan Gadis itu? Apa Dia akan setuju juga?."

"Kau harus tenang, Gadis itu pasti setuju."

Dari mana Gus Bilal tahu kalau Gadis itu akan setuju, bahkan Kita tak pernah bertemu sebelumnya.

Sebenarnya bukan keinginanku untuk melamar Gadis itu, tapi ini atas saran dari Pak Kyai. Beliau yang menyuruhku karna menurut beliau umurku sudah pantas untuk memiliki Seorang istri.

Aku hanya menurut saja, lagipula tak ada satu alasanpun untuk Aku menolak itu.
Kata Beliau Ayah Gadis itu adalah teman waktu Mereka di pesantren dulu.

"Dari mana Gus Bilal tahu?."

"Dari cara Mereka menyambut Kita, Kita disambut seolah Kita adalah Keluarga Mereka sendiri. Bahkan acara tadi tidak seperti lamaran yang biasanya canggung tpi tadi Kita seperti dua keluarga yang sudah lama tak bertemu. Apa Kau tak merasakanya?."

Aku hanya mengangguk pelan, sambil menerka-nerka satu demi satu perkataan Gus Bilal tadi.

Dan semuanya memang benar, tapi Aku tak berharap banyak karna Aku takut kecewa nantinya.

"Kau dan Gadis itu, juga terlihat sangat serasi. Dari baju yang Kalian pakai."

"Itu karna Masalah warna saja yang sama."

Sangkalku jujur, Aku sangat berharap Gadis itu akan menerimaku.

"Kau boleh bilang begitu, tapi ini mungkin pertanda kalau kalian jodoh."

"Aku juga berharap begitu Gus."

"Kau harus optimis, Gadis itu akan menerimamu. Keluarganya saja sudah terlihat setuju, apalagi Gadis itu."

Gus Bilal menyemangatiku sambil menepuk pundakku, berdiri menuju pintu.

"Ohh ya, Mereka akan menjawab besok pagi setelah Azan Subuh. Kata Abah."

Aku sedikit terkejut, berarti waktu itu adalah beberapa jam lagi. Aku sudah tidak sabar.

Aku lempar badanku ke tempat tidur, rasanya ini sangat melelahkan. Memang menunggu adalah paling melelahkan apalagi yang ditunggu adalah hal yang tak pasti.

Aku mencoba memejamkan mata tapi tak bisa hati dan pikiranku tidak sinkron malam ini, Aku memilih keluar kamar dan pergi ke halaman rumah yang sudah sepi.

Biasanya banyak santri yang berlalu lalang tapi tidak dengan malam ini, sepertinya semuanya sudah tidur.

Aku membuka ponsel mengecek Grup WhatsApp Al-Banjari An-Nur, ada banyak sekali pesan dan banyak juga yang mengucapkan selamat padaku.

Banyak juga yang mendoakan Aku agar Aku diterima, Aku mengucap Aminn dalam hatiku, semoga Doa kalian diijabah.

Di Grup juga ada yang curhat Dia bilang
*Sedih banget deh, istrinya meninggal karna dibunuh padahal Dia lagi hamil* Diakhir dengan emotikon menangis.

Padahal yang Dia juga curhatin hanya sebuah film saja, Dia juga mengirimkan lagu disana. Beserta foto para pemainnya.
Totalitas tanpa batas Anak ini.

AIR MATA PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang