part 12

3 1 0
                                    

Saat ini hatiku sedang tidak karuan rasa gugup, tegang dan takut bercampur menjadi satu, sampai membuat perutku sedikit mulas.

Tanganku yang dipenuhi hena mengeluarkan keringat dingin. Aku tak menyangka hari ini akan benar-benar tiba sekarang.

Aku duduk ditemani Mama dan Ibu mertuaku, sambil menunggu Ijab qobul selesai.

Hatiku berdebar kencang saat Ramdhan membacakan surat Ar-Rahman dengan sangat indah nan merdu. Hatiku bergetar sampai Aku tak sadar airmataku jatuh.

Aku menangis bahagia karna lelaki pilihan Abi itu membacakan surat Ar-Rahman sebagai mahar yang Aku minta.

Semua doa-doa dipanjatkan untuk Kami berdua, para tamu menadahkan tangannya dan menunduk khusyuk mendoakan yang terbaik untuk Kami.

Tanganku gemetar, airmataku tak henti-hentinya berjatuhan di balik cadarku ini. Aku tak pernah membayangkan sebelumnya di acara sakral ini Aku begitu bahagia.

"Akhirnya Kalian sah juga Nak, ayo maju ke depan untuk tukar cincin."

Ibu mertuaku berdiri dan menuntunku untuk menuju tempat tukar cincin.

Dia berdiri di sana dengan tegap dan tak lupa tersenyum menatapku, Dia begitu gagah dengan jas putihnya, Dia terlihat begitu tampan hari ini.

Wajahnya berseri-seri Dia terlihat begitu bahagia, hingga tak luntur senyumnya.
Dia tidak terlihat gugup, lain halnya denganku, Aku begitu gugup hari ini.

Setelah Kami selesai saling bertukar cincin tak lupa Aku cium punggung tangan suamiku ini dengan takzim. Lalu Dia membalas dengan mengecup keningku.

Aku menutup mata ketika bibinya menyentuh keningku. Lembut. Ringan. Lalu dalam. Aku merasakan sebuah ketulusan yang dalam.

Dia mengecupku sangat dalam dan lama. Jantungku berdetak lebih cepat. Saat Dia melepasnya Aku membuka mata dan kulihat senyum yang sangat menawan.

Aku tersenyum melihat raut wajah bahagia dari lelaki yang telah sah menjadi suamiku ini. Ya Allah tolong buat lelaki ini berhenti tersenyum, kalau tidak bisa-bisa Aku meleleh karna senyumnya itu.

"Kamu kan sudah sah menjadi istri Ramdhan sekarang jadi Ramdhan berhak untuk melihat wajahmu sayang."

"Iya Mama, Shafira ngerti. Terus Shafira harus bersikap kayak gimana nanti."

"Kamu tidak perlu bersikap gimana-mana, cuma duduk tenang di sini, sambil menunggu Dia masuk."

Mama memberiku ketenangan dengan pelukan yang sangat erat. Lalu pamit keluar dari kamar ini, kamar yang begitu asing karna ini bukan kamarku melainkan kamar Suamiku.

Cekrekk....

Jantungku terasa mau copot tapi Aku berusaha tenang dan mengatur napas untuk mengurangi rasa gugupku yang berlebih.

Dia masuk dan melepas kopyahnya beserta jasnya, Lalu...

"Gerah Ning, tidak apa-apakan saya buka jas?."

Aku hanya mengangguk dan tetap menunduk. Dia berjalan menuju meja kecil tempat lampu tidur dan mengambil remote AC, Dia menyatakannya.

Setelah menaruh remote kembali ke tempatnya Dia duduk tepat di depanku.
Dia mengangkat daguku.

"Jangan terus menunduk Ning, Kau tidak ingin melihat wajah suamimu ini, dari jarak dekat?."

Aku tak menjawab hanya menatapnya saja, tangannya masih memegang daguku.

"Iya Aku akan membuka cadarku tidak usah menatapku seperti itu."

Tanganku langsung langsung segera ingin membuka cadarku. Dia tersenyum dan melepaskan tangannya dari daguku.

"Tunggu dulu."

"Kenapa?."

"Saya tutup mata dulu."

"Buat apa?."

"Biar surprise Ning, ini kan first time."

Ingin rasanya Aku menjitak kepalanya, bisa-bisanya Dia bercanda seperti itu, tapi itu bisa membuatku tertawa pelan.

"Udah. Buka matanya."

"Saya deg-degan Ning."

"Ya udah Aku tutup lagi."

"Ehh... jangan Ning. Saya buka mata."

Dia membuka mata perlahan dan sepertinya Dia terpesona melihatku.

"Subahannallah."

Dia berdecak kagum.

"Saya minta maaf ya Ning."

"Buat apa?."

"Karna baru kenal sudah cinta."

Aku tertawa mendengar itu, Diapun sama. Apa Dia baru saja merayuku?.

"Jangan merayuku seperti itu."

"Itu bukan rayuan tapi itu gombalan."

"Sama saja."

"Yah bedalah Ning."

"Apa bedanya cobak."

Ternyata Dia mengajakku berdebat rupanya. Tapi sebelum sempat Dia menjawab.

Cekrekk....

Ibu mertuaku masuk dengan membawa nampan yang berisi makanan untuk Kami berdua.

"Makan dulu, ngobrolnya dilanjut nanti. Setelah makan kalian siap-siap untuk pemotretan ya?."

"Baik umik."

Setelah Ibu mertuaku keluar Kami makan bersama, kebetulan perutku sudah keroncongan dari tadi.

Dia tak banyak bicara saat makan mungkin karna Dia juga kelaparan dari tadi.
Aku tidak menyangka Dia pandai mencairkan suasana.

Dia juga tidak canggung saat berbicara padaku, itu membuatku tidak gugup dan canggung lagi padanya.

Ternyata Dia laki-laki yang baik dan juga sangat menghargai wanita, yang terpenting Dia orangnya sangat humoris.

Dan memberikan kesan yang menyenangkan di awal pertemuan kami setelah resmi menjadi pasangan suami istri.

Bersambung.

Thank you... para pembaca setiaku

AIR MATA PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang