"Hai Line" Aline yang tengah berjalan menuju kelasnya langsung berbalik saat mendengar ada yang menyapa.
"Em, hai kak" balas Aline menatap sekitar ragu. Ia hanya tak ingin di gosipkan dengan ketua OSIS nya ini.
"Kemarin lo ijin ya, kok gue gak lihat lo seharian" ujar Afka menyamakan langkahnya dengan sang adik kelas.
"Iya kak, ada urusan sama tante aku" terang Aline pelan.
"Oh, tante lo yang dokter itu?" tanya Afka memastikan dan diangguki oleh Aline.
"Em, Line, ntar siang gue mau ngajak lo makan bareng" ujar Afka menggaruk belakang kepalanya.
Aline langsung menghentikan langkah dan menatap Afka tak mengerti.
"Gak jauh kok cuma makan di kantin" ujar Afka lagi ketika tak mendapat jawaban dari Aline.
"Kak Afka serius ngajak aku makan?" tanya Aline memastikan.
"Ya serius lah Line, lagian lo gue ajak makan kayak mau gue ajak lari maraton aja, segitu herannya" balas Afka tertawa kecil.
"Emm, nggak janji ya kak, lihat nanti" ujar Aline menundukkan kepala.
Afka menaikkan alis menatap Aline sebelum tersenyum kecil dan mengusap kepala gadis itu, "it's okay, yaudah gue duluan ke kelas ya" balas Afka beranjak meninggalkan Aline yang sudah sampai di depan kelas.
Aline memang sering berangkat pagi sehingga belum ada terlalu banyak murid di dalam kelas. Namun kali ini gadis itu mengernyit heran saat menemukan sahabatnya sudah sampai lebih dulu.
"Tumben Za pagi-pagi udah sampai sekolah" ucap Aline duduk di samping Moza.
"Lagi pengen aja, gue baru tau kalau lo kenal kak Afka?" ujar Moza yang memang sejak awal memperhatikan Aline.
"Emm, nggak sengaja kenal di perpustakaan" balas Aline pelan.
"Gue lihat kalian cocok deh Line, nggak minat jadian sama kak Afka?" tanya Moza menggoda sahabatnya itu.
Aline justru tertawa pelan dan menggelengkan kepala, "ya mana mau kak Afka sama murid biasa kayak aku Za, dia itu cocoknya sama kak Vanesa yang ketua cheers, atau kak Aninda yang sekertaris OSIS itu" sanggahnya.
"Ya kan hati seseorang siapa yang tau Line" Moza merengut menatap sahabatnya itu, "lagi pula lo itu cantik, gak kalah kok sama mereka yang tadi lo sebutin" lanjut Moza memainkan rambut Aline.
Terkikik kecil, Aline menganggukkan kepala, "iya, kan aku kalahnya sama kamu".
***
Moza segera mengajak Aline ke kantin saat bel istirahat berbunyi. Namun gadis itu menolak karena ingin memberikan bekal yang ia buat untuk Vano.
"Ngapain sih Line lo masih peduli sama Vano? Saudara lo itu aja nggak pernah peduli sama lo kan" keluh Moza menatap Aline tak setuju.
"Di dunia ini aku cuma punya Kak Vano sama ayah Za, ayah aku di luar negri sedangkan yang disini cuma aku sama Kak Vano, masa iya aku nggak peduli sama dia" balas Aline tersenyum menatap sahabatnya.
"Gue yakin suatu saat kesabaran lo akan mendapat balasan" balas Moza mengusap kepala Aline.
Dan akhirnya kedua gadis itu berpisah di persimpangan koridor. Moza menuju kantin sedangkan Aline hendak menemui Vano di kelasnya.
"Kak Vano, kebetulan ketemu di sini, ini aku bawain bekal" ucap Aline yang kini berhadapan dengan Vano yang sepertinya baru saja keluar kelas.
Vano tak mengucapkan apapun dan hanya melewati Aline begitu saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/219314082-288-k219548.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Of Love -end-
ContoIni kisah Aline, seorang gadis yang sudah lama merindukan kasih sayang keluarganya. Hingga akhirnya ia menyerah dan pasrah jika Tuhan memang lebih menyayanginya. "Kak Vano, Aline lelah, Aline juga kangen bunda.... Aline mau ikut bunda, boleh ya?"