TLOL. 09

488 71 6
                                    

Vano baru saja keluar kelas saat mendapati seorang kakak kelas menghadang langkahnya.

"Bisa bicara?"

Mengernyitkan alis, Vano memilih untuk mengabaikannya.

"Lo tau apa yang mau gue bicarain kan?"

"Bukan urusan lo!"

"Cuma pengecut yang berani bikin perempuan nangis" ucapan itu sukses membuat Vano menghentikan langkah dan menatap kakak kelasnya tak suka.

Dan disinilah mereka berada, taman didekat tempat parkir.

"Maksud lo apa?" tanya Vano menatap kakak kelasnya yang ia tahu bernama Rava.

"Gue cuma gak suka cara bicara lo sama Aline!" balas Rava memicingkan mata.

Vano mendengus dan tersenyum miring, "jadi tuh cewek ngadu sama lo? Ngadu apalagi dia?".

"Gue denger pakai telinga gue sendiri tadi pagi, Aline itu saudara lo kan?" ujar Rava tak mengerti kenapa Vano terlihat sangat membenci Aline.

"Gue gak sudi punya saudara seorang pembunuh!" balas Vano meninggikan suara.

Rava yang tidak mengira akan mendengar hal seperti itu tentu saja membulatkan mata.

"Pembunuh?"

"Ya! Dia pasti gak cerita sama lo kan? Dia yang udah ngebunuh bunda gue! Karena dia gue harus kehilangan orang yang paling gue sayang!" terang Vano meremat kepalanya.

"Gak mungkin!" gumam Rava belum bisa percaya.

"Terserah kalau lo gak percaya, lo bisa tanya sendiri sama orangnya" ucap Vano sebelum pergi meninggalkan Rava yang mematung.

Pembicaraan keduanya juga mampu membuat seseorang yang mendengarkan di balik pohon membulatkan mata tak percaya.




#####




Karena tak menemukan obatnya di mana pun, Aline segera pergi ke rumah sakit untuk kembali membeli obat. Tak lupa gadis itu mengunjungi sang tante guna mencari tahu alamat rumah Tasya.

Setelah mendapatkan alamat Tasya, Aline segera pulang untuk mencarinya.
Ternyata tempat yang ia cari tak jauh dari tempat tinggalnya.

Membunyikan bel rumah, Aline menunggu untuk di bukakan pintu. Melihat Rava yang membuka pintu membuat gadis itu tersenyum senang karena itu artinya dia tak salah rumah.

"Hai Kak Rava, bisa Aline ketemu Tasya?" sapa Aline ramah.

Rava menatap Aline tak suka dan melipat kedua tangan di depan.

"Lo pikir gue bakal ngijinin Tasya main sama pembunuh kayak lo" hardik cowok itu.

Aline yang tak siap mendapat balasan kejam seperti itu sempat mundur satu langkah. Gadis itu menatap Rava tak percaya.

"Maksud kak Rava apa?" tanya gadis itu tak mengerti.

"Alaaahh, gak usah sok baik, gue tau lo itu seorang pembunuh, jadi lebih baik mulai sekarang lo gak usah nyari Tasya lagi" pinta Rava menutup pintu rumahnya keras membuat Aline terperanjat.

Dengan gemetar gadis itu melangkah pelan meninggalkan rumah Rava. Air mata sudah mengalir di pipinya.

"Aline bukan pembunuh! Aline bukan pembunuh" gadis itu terus menggumam. Segera menghentikan taksi untuk membawanya pergi.

Sementara itu Tasya yang mendengar sedikit keributan segera keluar kamar.

"Ada apa Sya?" tanya Rava menghampiri sang adik.

The Lost Of Love -end-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang