Epilog

944 78 29
                                    


Selamat ulang tahun kak Vano
Aline berdoa semoga kakak selalu bahagia dan apa yang di impikan bisa jadi kenyataan
Aline selalu berharap bisa ngerayain ulang tahun bareng kak Vano lagi seperti dulu, kita tukeran kado, kita juga tiup lilin sama-sama
Yah walaupun udah nggak mungkin, Aline tetep siapin kado buat kakak, semoga kakak suka, tapi maaf kak mungkin ini terakhir kalinya Aline bisa ngasih kado ke kak Vano, kakak nggak marah kan?
Di ulang tahun kita ini aku sengaja bikin kue macaroon, niatnya mau aku kasih ke kakak juga, tapi aku takut jadinya aku simpan di rumah, siapa tau kak Vano pulang
Setelah ini Aline minta tolong buat kakak jagain ayah ya
Jangan biarin dia terus-terusan kerja, sesekali juga ajak ayah buat jenguk bunda, pasti bunda kangen
Kakak sama ayah harus bahagia ya, karena aku sama bunda juga pasti bahagia
Aline minta maaf kak untuk semua kebencian kakak, Aline juga minta maaf untuk semua kemarahan ayah
Aline janji setelah ini Aline nggak akan nyusahin kalian lagi
Aline rindu kakak, Aline juga rindu ayah
Sampai kapanpun Aline selalu sayang kalian.

Dan layar video itu pun kembali gelap. Kegiatan yang selalu di lakukan Vano akhir-akhir ini adalah memutar video sang adik. Video yang Vano yakin di buat saat ulang tahun keduanya. Selain video yang selalu ia tonton, Vano juga menyimpan sapu tangan yang ia temukan di kamar Aline. Sapu tangan bernoda darah, yang sudah pasti selalu menemani Aline melewati penyakitnya.
Selain itu, Vano juga menemukan beberapa kado yang ia yakini Aline siapkan setiap tahun untuk ulang tahunnya. Bahkan ia tidak menyiapkan kado apapun untuk sang adik.

"Vano, di luar sudah ada Moza" ucap ayah Vano membuka kamar Aline karena memang Vano lebih sering tidur di kamar itu.

Vano menghapus air mata di pipinya sebelum beranjak.

"Iya yah" ucap Vano tak lupa kembali menutup kamar Aline.


"Pakai mobil gue aja ya" ucap Moza saat Vano sudah berada disampingnya.

"Jam berapa perbannya di buka?" tanya Vano dengan wajah datarnya.

"setengah jam lagi kata kak Rava" terang Moza.

"Trus kenapa lo nggak di jemput Rava?" tanya Vano mulai melajukan mobil milik Moza.

Moza memutar bola mata jengah, "sejak semalam dia udah dirumah sakit, ya kali dari rumah sakit dia jemput gue trus balik lagi ke rumah sakit".

"Ya kalau dia sayang kenapa nggak?" balas Vano membuat Moza berdecak.

"Gue bukan cewek semanja itu ya" cibir gadis itu.

Tak butuh waktu lama untuk keduanya sampai di rumah sakit. Di sebuah ruangan sudah berkumpul beberapa orang dengan seorang gadis berada di atas ranjang dengan mata diperban.

"Tasya udah siap?" tanya seorang dokter pada gadis tersebut.

"Siap dok" jawabnya dengan senyuman.

Perlahan perban yang menutupi mata gadis tersebut pun di buka. Setiap orang diruangan itu menunggu dengan was-was.

"Buka mata kamu perlahan ya Sya" pinta sang dokter.

Dengan perlahan Tasya membuka matanya, berusaha menyesuaikan sinar yang ia lihat. Dengan perlahan gadis itu melihat satu-persatu orang yang ada di ruangan itu dan tersenyum senang.

"Kamu bisa lihat kakak Sya?" tanya Rava mendekat.

"Lihat kak" balas Tasya yang langsung di peluk sang kakak dan kedua orang tuanya.

"Mereka siapa kak?" tanya Tasya menatap Moza dan Vano.

"Yang cewek namanya Moza, pacar kakak" ucap Rava mengenalkan.

Moza melambaikan tangan, dan Tasya tersenyum membalas lambaian tangan itu.

"Dan kalau yang itu namanya Vano, saudara kembar Aline" lanjut Rava.

Tasya membulatkan mata dan tersenyum pada Vano sebelum mengernyit kembali menatap kakaknya.

"Trus kak Aline nya mana?" tanya gadis itu.

Sesaat Rava bingung harus menjawab seperti apa sampai Vano datang mendekati Aline.

"Nanti kalau kamu udah keluar dari rumah sakit, kakak ajak kamu ketemu sama kak Aline" ucap Vano tersenyum kecil dan mengusap kepala Tasya.

Mengembangkan senyum, Tasya mengangguk semangat. Sementara Rava menatap Vano penuh arti.

Afka yang sejak awal hanya melihat dari pintu, segera berlalu setelah Tasya membuka perban. Langkahnya membawa ia ke sebuah ruangan yang pernah di datanginya bersama Aline.

Melihat anak-anak kecil disana membuat senyum Afka mengembang. Mereka yang nyatanya mempunyai penyakit mematikan masih bisa menyambutnya dengan senyuman. Bagi Afka anak-anak itu adalah titipan dari Aline yang harus ia jaga. Setidaknya untuk menebus segala kesalahannya pada Aline.

"Kak Afka mau nyanyi apa?" tanya seorang anak.

"Kamu ingin kakak nyanyikan apa?" tanya Afka.

"Gimana kalau twinkle-twinkle?" jawab gadis kecil itu.

"Ok" dan Afka pun mulai menyanyikan lagu dari permintaan gadis kecil itu.


🌹🌹🌹🌹

Hai Kak Afka
Gimana kabar kakak? Baik-baik aja kan?
Makasih ya Kak Afka karena sudah menemani Aline di hari-hari terakhir Aline
Walaupun Aline tahu kakak cuma jadiin Aline alat untuk narik perhatian kak Anin, Aline tetep senang kok kak
Setidaknya Aline punya kenangan yang membahagiakan sebelum Aline pergi
Setelah ini kak Afka harus berani jujur ya sama kak Anin
Kakak harus berani utarakan perasaan kakak
Karena perasaan yang terpendam itu nggak enak kak, tapi lebih menyakitkan lagi perasaan yang tak tersampaikan
Sama seperti apa yang Aline rasain
Kayanya Aline udah terlalu banyak cerita ya kak, maaf
Dan terima kasih karena kak Afka udah ngajarin Aline gimana itu rasanya jatuh cinta
You are my first love, kak
I really love you ❤

🌹🌹🌹🌹🌹

Afka kembali melipat surat yang ia dapatkan dari Vano. Saudara kembar Aline itu bilang dia menemukan surat tersebut di kamar Aline.
Bagi Afka, sampai kapanpun sosok Aline akan selalu ada di hatinya.




#####



Tasya meneteskan air mata membaca batu nisan di hadapannya. Vano berjanji akan membawanya bertemu dengan Aline. Namun bukannya seorang gadis cantik yang ia lihat, melainkan sebuah batu nisan.

"Kenapa kak? Kenapa harus kak Aline yang donorin mata buat Tasya?" ucap gadis itu sesenggukan.

"Karena dia ingin menemanimu kembali melihat dunia. Dia berharap agar selanjutnya kamu lebih bahagia Tasya, berjanjilah bahwa kamu akan membawa kebahagiaan untuk orang-orang di sekitarmu, sehingga hanya senyuman yang kamu lihat" ujar Vano mengusap kepala Tasya menarik gadis itu dalam pelukannya.

"Kak Aline cantik ya kak" ujar Tasya melihat bingkai foto yang ada di dekat nisan Aline.

"Ya dia sangat cantik, tapi Tasya juga cantik" balas Vano tersenyum kecil.











End



Beneran end ini 😊
Jangankan kalian, aku aja yang nulis sambil nahan nangis 😭😭😭

Makasih buat yang udah baca cerita ini dari awal 😊😊😊

Makasih juga udah ngasih like dan Comment  🙏🙏

See you in another story yaaaa....
Byeeee......
Love you all 😘😘😘







The Lost Of Love -end-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang